Shin Yechan berdarah, tepat pada punggung tangannya.
Didalam mobil Mercedez Benz tipe CLC itu, keduanya terdiam. Jaehan menunduk, dengan tangan yang masih setia memeluk tablet miliknya. Jari-jarinya saling meremas satu sama lain menyalurkan rasa takut yang menyerangnya saat ini. Hampir saja ia dirampok, jika tidak ada Tuan Shin saat ini, entah bagaimana nasibnya.
Mengingat Tuan Shin, Jaehan menolehkan kepalanya kesamping. Terlihat wajah Yechan masih sedikit kaku dengan tatapan yang mengarah ke depan. Jaehan mengalihkan pandanganya turun, ke tangan berurat yang sedang menggenggam setir mobil. Matanya membulat dengan mulut terbuka ketika melihat sesuatu.
"Tuan Shin.. Tangan Anda..."
Yechan melirik ke arah Jaehan sesaat, sebelum ia melihat ke tangannya sendiri, luka sayatan pisau yang untungnya tidak terlalu dalam, namun cukup untuk membuat darahnya menetes. Ia mengangguk singkat, merespon pria bergigi gingsul disampingnya.
Jaehan kemudian menutup mulutnya, mengurungkan ucapan yang sudah ada di ujung lidahnya.
Dapat Jaehan amati kini Yechan tengah mengulurkan tangannya ke kursi belakang, mengambil sesuatu yang entah apa itu ia tidak ketahui. Fokus Jaehan justru pada lengan kekar CEO Perusahaan nya itu.
Putih, kekar, dan berurat.
Bagaimana jika lengan itu memeluk dan mengukung dirinya?
Itulah yang ada di pikiran Jaehan, dan ia meneguk ludah sesaat setelah menyadari apa yang ia pikirkan.
Matanya segera ia pejamkan dan mencoba mengusir pemikiran kotornya. Ketika ia membuka mata, Jaehan mendapati jika Yechan tengah membebat luka di punggung tangan nya dengan sebuah sapu tangan yang Jaehan sendiri merasa familiar dengan benda tersebut.
Jaehan dapat merasakan wajahnya memanas mengingat kejadian itu. Tiba-tiba jantungnya berdentum dengan cepat namun menyenangkan, entah apa yang ia rasakan kali ini.
Suasana didalam mobil itu kembali hening, hanya suara mesin yang menderu yang menjadi latar mereka. Setelah menyebutkan alamat rumahnya, Yechan dengan segera menancap pedal gas nya dan melaju membelah jalanan pada malam itu. Tidak ada yang membuka suara diantara keduanya, masing-masing sibuk dengan pemikiran nya sendiri.
Tiga puluh menit berlalu dalam kesunyian, pandangan Jaehan sesekali mengarah kedepan, kadang juga kepada seseorang yang berada dibalik kemudi itu. Ingin membuka suara, namun Jaehan sendiri bingung akan membicarakan apa, sehingga membuat nya tenggelam dalam pemikirannya sendiri.
Kendaraan yang berlalu lalang, serta cahaya lampu jalanan yang menjadi sumber cahaya malam ini, sedikitnya mampu mengalihkan fokus Jaehan. Meskipun begitu, ia tidak dapat melupakan kejadian beberapa saat yang lalu.
Sebuah tanda tanya besar menggantung di benak Jaehan.
Meeting apa yang dilakukan Hyuk dengan mantan tunangannya?
Terlarut dengan pemikirannya sendiri, Jaehan tidak sadar jika pandangan nya mengosong, dan pupilnya membesar. Suara-suara didalam kepalanya begitu berisik menanyakan hal yang sama, namun sebaliknya suara dari luar bahkan tidak terdengar sama sekali. Telinganya seolah menutup dan membuat nya tidak menyadari jika mobil yang ia tumpangi sudah berhenti beberapa saat yang lalu.
"Ekhem.."
Suara berat Yechan Membuat Jaehan terkesiap dengan lamunannya. Ia sedikit berjengit kaget. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan, selayaknya orang yang sedang kebingungan.
Hingga saat ia menemukan jika mereka sedang dalam kondisi berhenti, barulah Jaehan sadar jika mereka sudah sampai. Pagar kokoh berwarna kayu itu begitu megah dengan lampu temaram yang menjadi pencahayaan nya, dibalik pagar tersebut terdapat rumah yang luas dan megah, hunian milik keluarga Kim.
KAMU SEDANG MEMBACA
Right For Me
RomanceApa yang tidak bisa dipaksakan di dunia ini? Ya, cinta. Tak peduli bahwa mereka sudah menjalani hari-hari bersama selama lima tahun. Nyatanya, Jaehan tak pernah benar-benar diinginkan.