Setelah satu minggu ia meliburkan diri dari aktifitas sekolah, hari ini ia pun sedang bersiap-siap.
Memakai sepatunya dan tak lupa pula menutup serta mengunci pintu kamarnya.
Ia menuruni tangga dengan hati-hati. Sungguh, walau sudah satu minggu berlalu terkadang badan nya masih terasa nyeri.
Keadaan rumah sangat sepi. Bahkan ketika ia dirumah sakit tak sekalipun ayahnya itu menongolkan batang hidungnya, lagipula dirinya tak berharap lebih akan hal itu. Ia pulang ke rumah pun keadaan rumahnya bagai tak berpenghuni. Kata art yang bekerja seminggu tiga kali dirumahnya, tak sekalipun melihat ayahnya.
Hah... Ayahnya kemana ya? Apa dia baik-baik saja diluaran sana?
—
"Good morning everyone."
"Good morning Miss."
Seorang wanita berkacamata, Miss Laurent, meletakkan bukunya di atas meja. Memandang seluruh muridnya dengan sesekali melihat buku absen.
"Ooh.. Saka. Setelah menghilang satu minggu akhirnya muncul juga kamu ya. Apa keadaan mu sudah baik-baik saja Saka?" Tanya Miss Laurent pada Saka yang duduk dipojok belakang seorang diri.
Saka yang ditanya pun tersenyum tipis, "Saya sudah lebih baik Miss."
Miss Laurent menganggukkan kepalanya, "Bagus lah. Untuk materi saya yang ketinggalan kamu bisa menanyakan nya pada teman kelasmu ya."
"Baik Miss."
"Silahkan buka buku halaman empat puluh. Disana ada latihan tugas sepuluh soal. Silahkan kalian kerjakan, jika sudah harap kumpulkan pada ketua kelas. Dan juga... Kumpulkan pekerjaan rumah kalian yang beberapa hari lalu saya berikan. Jika ada yang tidak mengumpulkan tunggu hukuman dari saya, terkecuali Saka, untuk kali ini saya maklumi kamu."
"Kalau begitu saya pergi dulu, ada urusan mendadak yang tiba-tiba datang. Oh ya ketua kelas, jangan lupa kumpulkan dimeja saya ya."
"Baik Miss Laurent," ucap ketua kelas.
Selepas kepergian Miss Laurent, kondisi kelas pun nampak ricuh. Terlihat dipojok sana, Saka, nampak fokus mengerjakan tugas yang telah diberikan. Ia tidak boleh berleha-leha.
—
Murid-murid tampak berhamburan keluar kelas. Ada yang menuntaskan kelaparannya menuju kantin, ada pula yang pergi menuju tujuannya masing-masing. Tak terkecuali Saka yang kini jalan seorang diri menuju kantin. Tadi pagi dirinya tak sempat sarapan, apalagi bunyi perutnya yang terus menerus meminta untuk di isi.
Omong-omong pergi sendirian... jangan kalian anggap Saka itu tak punya teman ya. Dia juga tak dikucilkan teman sekelasnya kok. Hanya saja memang dirinya yang terlalu menutup diri. Tadi juga ada teman sekelasnya yang mengajaknya kekantin bareng, tapi ia menolaknya dengan halus karena harus menyelesaikan dulu catatan pelajaran Miss Laurent dibeberapa hari lalu.
Saka terkejut tak kala ada yang merangkul nya secara tiba-tiba. Saat dilihat ternyata itu kakak kelasnya, atau mungkin kalian bisa menganggap saja teman dekatnya.
"Tadi gue udah ke kelas lu, eh ternyata yang gue cari malah udah pergi duluan."
Romi, kakak kelasnya Saka yang sudah dekat sejak jaman mereka SMP. Bersahabatan mungkin sejak Saka kelas satu SMP dan Romi kelas dua SMP.
"Iya nih bang. Perut aku dari tadi gak sabaran banget."
Kondisi kantin yang sangat ramai tak membuat mereka berdua menyerah untuk mendapatkan makanan yang menggoda terus menerus. Setelah bersabar mengantri kurang lebih sepuluh menit, Saka dan Romi sudah duduk anteng dimeja kantin yang mengarah langsung kelapangan basket.
"Lu gapapa?" Tanya Romi menatap Saka yang sudah ia anggap adiknya sendiri.
Saka menaikkan alisnya sebelah. Menatap heran pada kakak kelasnya itu sembari menghuapkan bakso kedalam mulutnya. Menyedot es teh dengan khidmat melegakan dahaganya.
"Gapapa apanya?"
Romi menatap tajam padanya. Melihatnya dengan mata yang turun naik seolah memperhatikannya dari atas hingga bawah, "Gak usah sok gatau gitu."
Mengenal sosok seorang Tyaga Saka selama kurang lebih lima tahun, membuatnya cukup mengetahui kehidupan luar dalam anak itu. Tentangnya yang selalu mencoba baik-baik saja, tentangnya yang selalu berusaha terlihat kuat, dan tentangnya yang masih mencoba menarik perhatian serta kasih sayang seorang ayah.
Yahh... Melihatnya hari ini dengan perban di tangan dan mungkin juga di kakinya yang tertutup oleh celana panjangnya, serta lebam yang belum sepenuhnya hilang dari tubuhnya yang putih, membuatnya sedikit paham alasan hilangnya dia selama seminggu ini.
Apalagi jika bukan karena ayahnya yang gila itu.
Ah tolong rahasia kan ini dari Saka ya. Jika dia tau bahwa Romi sedang memaki-maki ayahnya di pikirannya, mungkin bisa saja dia akan dimarahi habis-habisan karena sudah menghina ayahnya yang sangat dia sayangi itu.
—
"Hahahaha Abang ini seperti peramal saja. Selalu tau atau mungkin sok tau akan keadaanku ini."
Saka mengaduk-aduk minumannya sembari tersenyum. Menatap kakak kelasnya itu dengan senyum yang seindah bulan purnama, disertai gigi gingsul yang menyembul malu malu.
"Lagipula aku selalu baik-baik saja. Percuma juga kalau aku menunjukkan keadaan ku yang kurang baik, jika itu tidak membuat ayahku khawatir padaku bang."
"Abang hanya perlu tau satu hal. Aku selalu baik-baik saja dan aku memang selalu dalam keadaan terbaik dalam hidupku. Tolong Abang ingat itu selalu ya."
H O M E
KAMU SEDANG MEMBACA
Home
Teen FictionDefinisi rumah bagi kalian itu apasih? Menurut Tyaga saka, rumah itu... ★★ Cover by me Cerita hasil pemikiran sendiri Jika suka boleh masukkan ke perpustakaan ya(;^ω^) Jangan lupa vote nya(ノ•̀ o •́ )ノ ~ ┻━┻