🏠ome | 06

6 1 0
                                    

"Makasih ya bang tumpangan gratis nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Makasih ya bang tumpangan gratis nya."

Saka memberikan helm yang dipakai nya pada Romi. Membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan itu.

"Apasih yang enggak buat adik kesayangan ini."

Saka tertawa mendengarnya. Dia pun melambaikan tangannya sembari menatap kepergian Romi yang kian menjauh. Memasuki pekarangan rumahnya, ia masih belum melihat mobil ayahnya.

Belum sempat tangannya memegang gagang pintu untuk membukanya, pintu itu sudah terbuka dari dalam. Menampilkan wanita paruh baya, bi Sarti, yang baru saja membereskan rumahnya ini.

"Loh sudah pulang den Saka. Tumben sekali hari ini pulang cepat."

"Iya bi. Guru-guru pada rapat hari ini," ucap Saka setelah menyalimi tangan bi Sarti. Bagaimanapun juga ia masih memiliki sopan santun kepada yang lebih tua sekalipun dia art dirumahnya.

"Yasudah kalau begitu. Makanan sudah bibi siapin tadi dimeja makan, kamu bersihin dulu ya badannya terus langsung makan. Rumah sudah bibi bersihkan ya. Bibi juga ini langsung mau pamit pulang saja."

Saka mengiyakan ucapan bi Sarti. Sebelum melihatnya benar-benar pergi, Saka mencekal tangan art rumahnya itu, "Ayah ada pulang gak ya bi?"

"Tuan Dirga belum ada pulang den. Yasudah kalau gak ada lagi yang mau kamu tanyain, bibi pamit dulu ya."

"Iya bi."

Setelah mengganti baju, Saka mengeluarkan celengan berbentuk robot yang ia taruh dibawah ranjang. Setelah meyakinkan dirinya, ia pun membanting celengan itu.

Prang

Celengan itu pecah berserakan kemana-mana. Uang yang sudah dia tabung kurang lebih dalam lima bulan itu ia pungut satu-satu dan menghitungnya.

"10.000 ... 55.000 ... 90.000 ... 125.000 ... 270.000 ... 330.000 ... 360.000 ... 420.000 ... Dan 468.000."

Saka menghitungnya dan menumpuknya. Ia menatap uang itu dalam diam dan tersenyum tipis. Yahh lumayan banyak untuk hasil tabungan lima bulan ini. Apalagi dia hanya bisa menabung dengan duit sakunya yang pas-pasan saja dengan ditambah dari upahnya bekerja sebagai pelayan di kafe.

Ia mengantongi uang itu disaku bajunya. Menutup pintu kamarnya dan bergegas turun untuk pergi keluar rumah.

"Mba, saya mau kue yang ini ya."

Petugas di toko kue itu mengambil kan kue yang ditunjuk oleh Saka.

"Eumm tolong ya mba ditambah kata-kata happy birthday ayah."

"Baik mas. Silahkan ditunggu dulu ya. Kue nya akan saya siapkan sebentar."

Saka pun memilih duduk sembari menunggu kue nya. Ia melihat sekeliling menatap banyaknya kue-kue yang sangat enak dipandang oleh mata.

Setelah menunggu kurang lebih lima belas menit, kue nya pun sudah siap dengan kotak yang menjadi tempatnya. Kotak kue itupun dimasukkan kedalam paper bag khusus kue oleh petugasnya.

Saka mengeluarkan uangnya lalu membayar sesuai nominal yang disebutkan. Membawa kue itu pergi dengan menenteng nya, Saka pun lanjut pergi ke toko jam tangan yang tak jauh dari tempatnya yang sebelum.

"Mba harga jam yang ini berapa ya?" Tunjuk Saka pada salah satu jam yang terlihat menarik dimatanya.

"Yang ini 229.000 kak."

"Boleh deh mba. Tolong dibungkus yang rapi ya mba."

"Baik. Mohon ditunggu sebentar ya kak."

Saat ini Saka sedang duduk ditaman, niatnya beristirahat sebentar. Hari sudah sore. Banyak anak-anak yang bermain ditaman ini. Ia memandang dua bungkusan ditangannya dengan senyum termanis.

"Hari ini ayah ulang tahun. Semoga ayah suka sama jam tangan ini. Ya walau harganya gak seberapa."

"KAK TOLONG LEMPARIN BOLA NYA," teriak salah satu anak kecil yang melambai ke arahnya dari jauh sana.

Saka menatap bola yang berhenti didekat kakinya. Mengambilnya dan kembali melemparkan pada anak-anak disana.

Ia tersenyum melihat anak-anak yang terlihat bersemangat bermain itu. Tertawa, berseru, berlari kesana-kemari dengan riangnya.

Seandainya jika ibu dulu tak pergi... Mungkin masa kecilnya bisa sebahagia anak-anak disana.

H O M E

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang