02. Terpesona

156 14 1
                                    

Anum memasuki rumahnya yang terlihat sederhana dengan halaman yang asri dipenuhi bunga-bunga yang cantik. Mengingat mamanya selalu merawat mereka dengan baik.

Saat Anum melewati ruang keluarga, terlihat kedua orang tuanya dan juga adik tirinya sedang menonton acara komedi yang membuat mereka tertawa, mereka memang keluarga yang harmonis.

"Kakak sini! Kita makan bareng" Panggil Arif, adik tiri Anum.

Anum tersenyum melihat adiknya yang melambaikan tangannya dengan pipi yang mengembung karena makan kacang goreng, terlihat menggemaskan.

"Anum cepat ganti baju mu" Ibu Anum memberi titah melihat anaknya yang tidak sedap dipandang apalagi dicium, mengingat Anum yang baru saja pulang sekolah dan pastinya bau keringat.

"Iya ma" Anum memasuki kamarnya yang sudah menjadi saksi bisu kehidupannya selama ini.

Sepuluh tahun yang lalu, ayah dan ibunya Anum telah bercerai. Dan Rani Ibu kandung Anum menikah lagi 2 tahun yang lalu dengan Amran, duda anak satu.

Anum memasuki kamarnya lalu duduk di lantai dengan bersandar pada jendela kamar yang cukup besar. Melihat rintik hujan mulai turun membasahi halaman rumah yang asri itu. Kamar Anum memang berada paling depan sehingga jendelanya menampilkan halaman depan rumah.

Membuka applikasi berwarna hijau di handphone, berharap seseorang yang selalu ia tunggu kabarnya agar mengiriminya pesan. Akan tetapi...

Kosong...

Tidak ada seorang pun yang mengirimkan pesan padanya. Anum menghela nafas kasar, setelah beberapa tahun tidak mengetahui kabar ayah kandungnya kini ia mendapatkan nomor ayahnya itu dan mulai berkirim pesan beberapa bulan belakangan ini.

Akan tetapi satu bulan ini ayahnya tidak pernah lagi mengiriminya pesan, ingin mengechat duluan tetapi gengsinya setinggi langit.

Tuk

Mendaratkan kepalanya di tembok agak keras, Anum menghela nafasnya dengan lesu karena memiliki gengsi tinggi "Bodoh" Umpat nya pada diri sendiri.

***

Sekitar pukul 10 pagi, Anum datang ke sekolah sesuai perintah Fina kemarin.

"Nak, bisa kemari sebentar?" Panggil seorang guru perempuan memanggil Anum dari ruang guru.

"Kenapa bu?" Tanya Anum saat sampai di hadapan Ibu Hikmah, pembimbing organisasi paskibra yang ada di sekolah.

"Ini, bisa kasi ke Nadia di lapangan?" Guru itu memberikan bendera merah putih yang sudah dilipat.

"Bisa bu"

"Oke, terimakasih nak yaa"

"Iya"

Anum segera menghampiri Nadia yang sedang berteriak-teriak itu. Dilihatnya tidak ada Putra di sana, membuatnya lega karena tidak harus menghadapi lelaki tengil itu.

"Na-nadia, ini dari ibu Hikmah" Anum memberikan bendera tadi kepada Nadia, ia sedikit gugup berhadapan dengan perempuan cantik tersebut.

"Oke, thanks ya"

Anum hanya menganggukkan kepalanya lalu segera melangkahkan kakinya menuju kelas, tidak kuat berada di dekat Nadia yang berpakaian ketat itu. Saat di pertengahan jalanan seseorang menghadangnya dengan senyum tengil.

"Anung... " Putra berhenti di depan Anum.

Anum menghela nafas panjang "Sial, kenapa dia datang sih" Gerutu Anum dalam hatinya.

"Anung... kenapa mukanya asam Anung... habis pake masker cuka ya?" Tanya Putra dengan senyum tengil.

Anum berjalan menuju kelasnya yang berada di lantai satu, dilihatnya kelas tersebut masih tertutup rapat dan terdapat beberapa teman kelasnya sedang duduk di teras yang artinya Ira, selaku yang memegang kunci kelas belum datang.

She Lesbian?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang