Bab 4

2 1 0
                                    

Semua orang memang bisa berubah ubah. Jadi jangan berharap lebih kepada manusia.
-------------

Happy reading guys 🌻
.

Bagaikan di hujam ribuan anak panah. Tubuhku menegang seketika tatkala berada di depan rumah yang langsung dapat kulihat dengan jelas.
Dinding pertahanan yang sudah berdiri kokoh seakan runtuh begitu saja. Pertahaan yang selama ini di bangun hilang begitu saja.
Senyuman yang sedari tadi tampil, luntur sudah.

Aku masih berdiri di depan rumah dengan tangan yang bergetar, rasanya kakiku lemas.

Jea, kamu gak masuk?" Ayah yang sudah berada di dalam, menatapku bingung.
Aku mencoba santai. Ku langkahkan kakiku untuk masuk ke dalam, walaupun berat sekali rasanya.

Aku masih berdiri di ruang tamu, dengan pandangan yang mengedar ke sesisi rumah, rasanya aku tidak ingin melihat semuanya. Ingatan itu seakan kembali, Seperti roda film yang berputar di kepalaku.
"Kamar kamu di sana saja" bunda menunjuk kamar dengan pintu warna putih.
Aku berjalan mendekati kamar tanpa sepatahpun kata yang ku ucapkan.

"Neng, biar bi iyah saja yang masukkan kopernya" Bi Iyah-ART, segera mendekat dan ingin mengambil alih koperku, aku langsung mencegahnya.
"Nggak usah bi, biar aku sendiri," jawabku agak ketus. Aku segera buru-buru masuk ke kamar dengan menggiring koper. Aku tidak kuasa berlama lama melihat rumah ini. Apalagi jika harus berpura pura dan tidak menjadi diriku sendiri.

Kamar yang kulihat sekarang masih sama dengan dulu, letaknya pun tidak berpindah. Bersih dan wangi, pasti bunda selalu merawatnya.
Aku meletakkan koperku asal. Ku hempaskan tubuhku di atas ranjang, tiga detik kemudian aku berdiri, meneliti setiap sudut kamarku. Langkah kakiku berhenti pada buku buku yang tersusun rapi di dalam rak. Kalau sudah tentang buku, aku akan lupa dengan semuanya.Tanganku memilah buku, bukuku yang ku koleksi sejak dulu, ada novel, komik, dan macam macam.

Sejurus kemudian mataku tertuju pada sebuah kertas kuning yang terlihat menyembul di antara buku bukuan. Aku mengambilnya perlahan, dan kubuka. Kekecewaan itu kembapi melingkupi saat melihat selembar foto yang tertempel pada kertas itu. Aku langsung mendongak, menahan air mata agar tidak jatuh.

foto itu..aku segera merobeknya menjadi berkeping-keping.
sudah cukup, aku tidak ingin mengingat hal itu lagi.

Kehadiranku di sini ternyata salah. Ketika melihat kembali rumah ini, pikiranku semakin hancur.
Satu hal lagi yang membuatku muak adalah berpura pura memakai gamis dan hijab di depan orang-orang. Mulai detik ini aku akan menjadi diri sendiri. Ya seorang Jeana Maliq akan menjadi dirinya sendiri.
Aku langsung menuju kamar mandi. Berganti dengan pakaian santai. Membuka koper sembari menetralkan pikiranku sejenak.

Tuk tuk tuk..

Aku mendengus kesal, ada saja orang yang mengganggu aktivitas ku. Dengan malas, aku memutar knop pintu kamar. Nampaklah bunda dengan senyum merekah menatapku.
Aku mau tidak mau membalas dengan senyum kaku yang terpaksa, tapi setelah itu kembali datar.

Tidak ingin lama-lama aku langsung menanyakan tujuan bunda datang kemari
"Ada apa bund?"

Senyumannya kini lenyap.
Bunda terdiam. Setelah itu kembali menetralkan mimik wajahnya.

"Waktunya makan, ayok. Semuanya sudah menunggu di ruang makan".

Sebenarnya aku tidak ingin keluar kamar. Tapi perutku tidak bisa di ajak kompromi.
Aku hanya mengangguk sekilas.
Bunda tersenyum.
Pintu kamar ku tutup dan berjalan menuju ruang makan.
Semua makan dalam diam.
Hanya ditemani dentingan sendok yang beradu dengan piring. aku mencoba menahan sesak yang sedari tadi bergejolak dalam dadaku.
Sesuap demi sesuap nasi kumasukkan dalam mulut.

"Kak enak gak makanannya, ini khara juga lho yang buat, kak kok diam aja, gak enak ya mak- ohok..ohok..ohok...."
Bunda dan ayah kaget. Spontan menyodorkan minum pada khara.

"ayah dan bunda kan sudah memperingatkan berkali-kali, kalau makan jangan sambil bicara. Nanti keselek". Ayah memperingatkan, sedangkan khara mengangguk lemas .

Ini pertama kalinya makan malam dengan mereka setelah kepulanganku, yang justru malah membuatku tak berselera makan, tapi bukan soal rasanya.

Sampai selesai makan, ayah melihat ke arahku yang sedang minum air putih dengan wajah bertanya-tanya.

"Yah, gimana tas Jea yang di copet?" mereka saling tatap, merasa lega karena yang sedari tadi bibirku terkatup, akhirnya mulai bicara. Sebenarnya ada pertanyaan yang terlintas di kepalaku sedari tadi. Jika tidak menyangkut kuliahku, aku tidak akan bertanya.

Ayah meletakkan gelas di depannya sebelum menjawab.
"Ayah sudah mengurusnya, kamu tidak perlu cemas".
Selang beberapa detik.
"Ayah lihat dari tadi wajahmu kelihatan muram, kamu kenapa?," tanyanya to the point.

Aku merasa lebih baik menghindar dari pada menjawab
lagi pula sudah selesai makan.
Aku beranjak tak peduli dengan tidak begitu mengindahkan pertanyaannya, justru aku langsung beranjak dan ingin pergi ke kamar. Aku tau hal ini tidak sopan. Tapi mau bagaimana lagi, aku tidak ingin memperumit masalah.

"Besok kita ke kantor polisi" Pernyataan ayah pertanda tidak mempermasalahkanku.
Aku yang ingin beranjak mengernyit ketika menelaah perkataan ayah. emang harus ke kantor polisi?. Aku tidak ingin bertanya lagi. hanya mengangguk singkat.

🍃🍃🍃

Hari ini aku akan pergi ke Kantor polisi, sesuai ucapan abi kemarin.
Dengan terpaksa aku mamakai setelan gamis dan hijab. Pakaian yang tidak modis sama sekali menurutku. Cukup kali ini saja aku memakainya.
Toh setelahnya aku akan bebas berpakaian seperti apa.
Jika aku tidak memakai hijab, ayah tidak akan mengajakku. bisa-bisa handphone dan kartu-kartuku tidak kembali.

Setelah semuanya selesai aku membuka pintu. Rupanya ayah dan bunda sudah menunggu di shofa ruang keluarga.

Aku berjalan ke arahnya. Bunda melihat kehadiranku dengan langsung menatapku kagum. "Cantik sekali Jea.." Puji bunda mendekatiku.

Aku hanya diam tidak berniat menanggapi.

"yah berangkatnya jadi kapan?" mereka heran melihat sikapku yang sedikit berbeda. Tidak. Mungkin sangat berbeda. Tapi buatku itu masa bodo.

"Sekarang," ayah menjawab.

Mobil yang ku tumpangi sudah melaju menuju gedung kantor polisi. Di dalam mobil hening, tidak seperti biasanya. Sejak berangkat aku hanya diam. Aku tidak peduli dengan tanggapan mereka Ketika merasakan perubahanku yang mendadak.

____________



Tbc

Maaf temen" kalo part ini pendek dan ga jelas heheh. Jangan lupa tetep VOTE and COMMENT.

Jangan lupa follow tiktok aku juga ya..
Di @Hranaq

Okey Thank you all.. :)

Send to JannahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang