1. Cooked in Nature

495 6 0
                                    

Kuda yang Magnus dan Hanako naiki sudah meninggalkan Kota Rothenvale lima jam yang lalu. Pemandangan di kanan kiri mereka hanyalah hamparan hutan dengan pohon-pohon besar dan tajuk yang lebar.

Jalanan bertanah, konturnya naik turun dan terdapat beberapa pohon tua yang tumbang menghalangi jalan. Namun, Magnus mengendalikan kuda mereka dengan baik. Hewan berkaki empat itu melompati berbagai rintangan di jalan, seperti tidak mengalami hambatan yang merepotkan.

Selama itu juga, Hanako masih menekuk wajahnya. Ia diam sepanjang perjalanan walau kedua tangannya berpegangan erat pada pinggang Magnus.

Gadis itu sesekali merintih karena area sensitifnya tidak terututp sehelai benang pun. Angin yang menerpa menelusup ke bawah roknya, memberikan sensasi membelai dan dingin, Hanako menggelinjang karena geli. Ditambah, gesekan dari sadel kuda membuatnya tidak bisa berkonsentrasi, seperti ada benda yang selalu menggerayangi bibir kemaluannya.

Magnus benar-benar jahat! Teganya dia memperlakukan ku seperti ini! Hanako merutuk dalam hati. Namun, sejurus kemudian gadis itu melenguh kecil karena area kewanitaannya terasa gatal. Ia ingin bagian itu disentuh lebih banyak, terutama klitorisnya.

Kumohon, cepatlah sampai. Aku tidak tahan kalau terus berada di posisi ini!

Hanako meremas pakaian Magnus, ia menggigit bawah bibirnya, menahan mati-matian gejolak birahinya yang naik turun.

Sekitar lima belas menit kemudian, kuda yang mereka naiki akhirnya berhenti. Hanako menghela nafas lega. Ia langsung turun dari kuda, berlari kecil ke dahan pohon yang rebah, lalu duduk. Kedua kakinya ia rapatkan agar angin tidak menggelitik area kewanitaannya.

Melihat wajah Hanako yang memerah dan tatapannya yang berkabut, Magnus tahu apa yang gadis itu alami. Namun, ia pura-pura tidak tahu dan tidak peduli.

Magnus membiarkan Hanako duduk di sana, sementara pria itu mulai menurunkan muatan dari kuda. Menggunakan sihirnya, Magnus mendirikan tenda dengan cepat, lalu menyiapkan perapian dan dua buah tungku api.

"Kau membeli kuali baru?" tanya Hanako. Seingatnya, Magnus hanya membawa satu saat berangkat.

"Ya, aku mau membuat jus."

"Aku tidak masalah minum air biasa."

Magnus menunjuk ke sebuah pohon dan Hanako menoleh. Di ujung-ujung ranting pohonnya terdapat buah-buah kecil bergerombol berwarna ungu.

"Namanya Purpelia, rasanya manis dan menyegarkan. Kalau melewati hutan ini, biasanya aku memetik beberapa untuk dibuat campuran ramuan dan jus."

"Apa ada efek tertentu?" Hanako penasaran.

"Tidak. Hanya saja rasanya sangat enak dan kau tidak bisa menemukan buah ini di semua hutan."

Magnus berjalan mendekati pohon tersebut, tangannya bergerak memutar, lalu buah-buah kecil itu bergerak melepaskan diri dari tangkainya. Buah-buah dalam jumlah banyak berkumpul, bergerak beraturan ke dalam kuali.

Magnus menuangkan air sampai merendam semua buah, menyalakan api lalu menutup panci kuali itu.

"Aku akan menyiapkan makan malam," kata Magnus sambil menggerakkan jari telunjuknya. Alat-alat dan bahan masakan melayang ke arahnya, Magnus dengan sigap memotong daging ayam yang tadi pagi dibeli.

Hanako terpana melihat kemampuan memasak Magnus. Tangannya bergerak dengan cepat, tetapi hasil potongannya sangat bagus. Gadis itu mendesah gusar, merasa bersalah karena hanya menonton. Ia juga ingin membantu.

Hanako bangkit dan berjalan ke samping Magnus. "Aku ingin membantu juga."

Pria itu berhenti memotong dan menoleh. "Kau pernah memasak?"

The Fall of Lightborn ArmyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang