13. Kabut Asmara

273 1 0
                                    

Magnus melangkah mendekati tenda itu, tetapi sebuah tangan menjulur menghalangi langkahnya. Ternyata Santoru. Pria itu menggeleng pelan pada Magnus. Jarinya menunjuk lagi ke dalam tenda tempat Hanako berada. Magnus mengikuti arah telunjuk tersebut.

Di dalam tenda, kini terlihat dua penyembuh sedang berada di sisi tubuh Hanako. Seorang penyembuh pria dan wanita, keduanya tengah bergumul erotis. Terdengar desahan dari dalam tenda itu saat keduanya mulai saling memuaskan nafsu masing-masing. Kedua tangan penyembuh itu bergerak teratur menyentuh bagian-bagian tubuh Hanako yang terluka. Cahaya yang keluar dari tangan mereka menghapus bersih bekas penyiksaan di tubuh gadis itu.

Magnus tertegun melihat proses penyembuhan itu. Dylan berjalan ke sebalahnya lalu berubah ke wujud manusia. Pemuda itu pun menceritakan apa yang ia lihat pada Magnus, termasuk perlakuan Laurent kepada gadis itu.

Selesai bercerita, Dylan melihat tangan Magnus yang mengepal. Ia tidak berani memandang wajah Magnus karena pria itu terlihat mengerikan saat marah. Namun, Magnus tidak membiarkan dirinya dikuasai emosi terlalu lama. Pria itu menarik nafas dalam, menghembuskannya perlahan hingga kembali tenang.

Marah membabi buta tidak akan ada gunanya. Terutama saat menghadapi orang seperti Laurent.

"Seharusnya aku menarik rambutnya sampai lepas tadi," ucap Magnus, suaranya terdengar penuh kebencian.

"Ya, aku juga menyesal tidak merobek kerongkongannya," timpal Dylan.

Kedua laki-laki itu saling melemparkan ide cara membunuh yang paling menyakitkan untuk Laurent. Namun, ujungnya, tidak ada satu pun ide yang dipakai. Magnus juga tahu ia tidak bisa gegabah melukai pangeran perlente satu itu. Ia harus memikirkan cara lain untuk memberinya pelajaran.

Sekitar tiga puluh menit kemudian, proses penyembuhan Hanako pun selesai. Kedua penyembuh yang merupakan bawahan Santoru mengenakan pakaian mereka dan keluar dari tenda tersebut.

"Terima kasih," ucap Santoru pada kedua orang itu.

"Apa mereka bisa di percaya?" tanya Magnus pada sang pendeta.

"Seperti yang kubilang, Magnus. Para pelayan dan sebagian pekerja di kuil yang sering berurusan dengan Pangeran Laurent—sudah mengetahui tabiat aslinya." Santoru menekankan. "Kami membenci pria itu."

"Tetapi sulit menyingkirkannya, bukan?" tanya Dylan.

"Lebih tepatnya itu tidak mungkin," balas Santoru. "Dia anggota kerajaan dan adik dari Calon Raja. Tidak peduli apa pun yang ia perbuat, jika melukai anggota keluarga Raja maka hukumannya adalah tiang gantung."

"Tetapi tidak masalah selama dia tutup mulut, bukan?" tanya Magnus pada Santoru.

"Ya, itu lain cerita," jawab Santoru. Ia menoleh kepada Magnus yang sudah tidak terlihat marah. "Kau merencanakan sesuatu?"

Magnus mengangguk. Saat ia akan menyampaikan idenya pada Santoru dan Dylan, terdengar suara erangan dari tenda. Hanako akhirnya membuka mata. Ia tadi diberi obat tidur oleh Santoru agar bisa memulihkan energi dengan cepat.

Ketiganya seketika menoleh, tetapi Magnus yang langsung lari duluan ke tenda itu. Ia berlutut di samping Hanako dan langsung memeluknya.

Hanako yang baru terbangun dari tidur kaget karena Magnus tiba-tiba sudah ada di sampingnya. Ia terkejut, tetapi juga senang. Gadis itu pun langsung memeluk punggung pria itu.

"Kukira aku masih bermimpi," bisik Hanako di telinga pria itu. "Aku senang melihatmu."

Magnus tersenyum kecil. "Ya, aku sudah di sini."

Santoru mengamati Magnus dan Hanako dari kejauhan. Bahkan walau pria itu tidak memiliki pengalam asmara sekali pun, ia tahu apa yang terjadi di antara kedua orang itu. Sebagai seorang Higest Priest, tentunya ia harus memperingatkan Pendeta Agung konsekuensi dari tindakannya. Namun, Santoru mengurungkan niatnya. Ia tahu momennya tidak tepat untuk itu.

The Fall of Lightborn ArmyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang