8. Gairah di Perkemahan

404 0 0
                                    

Hanako membaringkan dirinya di atas kasur beralas beludru yang nyaman. Setelah perbincangan dengan Pangeran Laurent, para pelayan wanita membawa gadis itu ke tenda miliknya sendiri.

Tenda Hanako berukuran setengah dari luas tenda utama, terletak persis di sebelahnya. Seperti tenda utama, bagian dalam tenda itu sangat nyaman dengan karpet tebal yang mewah, furnitur berkelas, meja makan, tempat tidur besar sampai cermin untuk berias. Beberapa pelayan tadi sempat mengantarkan buah-buahan dan kudapan untuknya, tetapi Hanako tidak berselera menyentuh makanan itu sama sekali.

Ia memiringkan tubuhnya, menatap kosong perabotan di dalam tenda. Ucapan Pangeran Laurent bergema terus di pikirannya.

Bagaimana mungkin aku bercinta dengan suami orang lain. Hanako mendesah pelan. Membayangkan perbuatan tercela itu membuat darahnya mendidih dan bersemangat di saat bersamaan. Namun, ia masih memiliki hati sebagai sesama perempuan. Membayangkan andai dirinya adalah istri dari Pangeran Gabriel dan harus merelakan suaminya dibawa pergi oleh orang lain.

"Tidak, aku pun tidak akan mampu," gumam Hanako. Gadis itu menghela nafas, seingatnya, belum pernah ada Pendeta Agung yang mendapatkan Ksatria Terpilih yang sudah menikah. Baru kali ini hal itu terjadi.

Apa ada kesalahan? Tapi, tidak mungkin Dewa berbuat salah. Kandidat ini semua ditetapkan oleh Dewa Velkos.

Hanako terdiam. Jarinya mengetuk-ngetuk pinggir kasur.

Kalau memang kondisi Pangeran Gabriel tidak memungkinkan. Pilihanku tinggal dua, tetapi informasi tentang Thomas Voston belum cukup. Bahkan walau kekuatannya dibawah Pangeran Laurent, itu tidak masalah. Ada beberapa kriteria untuk menetapkan Ksatria Terpilih, mungkin dia masih unggul di aspek yang lain. Seperti...

Hanako menelan ludah. Lagi-lagi ia memikirkan hal kotor. Wajahnya bersemu malu-malu. "Apa sih yang kubayangkan!" Ia berguling di kasur dan memeluk bantal.

Kadang Hanako merasa lelah dengan pikirannya sendiri, ia mudah sekali memikirkan hal vulgar dan cukup menikmatinya. Ia menarik nafas, mencoba kembali ke permasalahan utama.

Lalu soal Pangeran Laurent. Sejauh ini aku tidak melihat ada yang salah dengannya. Aku memang tidak nyaman berada di dekatnya, tetapi itu mungkin karena baru sekali bertemu. Namun, kalau soal Ksatria Terpilih. Hatiku mengatakan kalau bukan dia 'orangnya'.

Intuisi Pendeta Agung soal Ksatria Terpilih sangat kuat. Hanako meyakini itu. Namun, ia butuh alasan kuat untuk membuktikannya.

"Sulit untuk mengatakan alasannya karena aku belum bertemu ketiganya dan aku juga tidak bisa membandingkan mereka."

Hanako memijit keningnya, ia lelah berpikir. Matanya perlahan terpejam. Saat ia akan tertidur tiba-tiba sesuatu melintas di kepalanya. Ia mendapat ide.

Hanako duduk di kasur, wajahnya seperti mendapat pencerahan.

"Mungkin aku bisa membuktikannya sendiri." Gadis itu manggut-manggut.

Saat Hanako sedang memikirkan rencananya, kepala seseorang muncul dari balik tirai tenda. Dylan mengedarkan pandangannya ke setiap pojok tenda Hanako.

"Aman, tidak ada pelayan atau penjaga," bisiknya keras sampai Hanako bisa mendengar suara pemuda itu.

"Dylan?" Hanako terkejut melihat werewolf itu masuk ke tenda, tidak lama Magnus ikut menyusul masuk. Mata Hanako seketika berbinar. Gadis itu lompat dari kasur dan berlari ke arah Magnus.

Ia langsung memeluk tubuh Magnus begitu sampai di depannya. Perasaan rindu menyeruak di dada gadis itu. Tubuhnya merapat pada Magnus seakan tidak rela pria itu lepas darinya lagi. Tangan Magnus yang besar memeluk pinggangnya, pria itu mendaratkan kecupan hangat di puncak kepala Hanako.

The Fall of Lightborn ArmyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang