ᑲᥲᑲ 17( ძіᥲ ᥡg 𝗍ᥱrᥲkһіr+⍴ᥱrіᥒgᥲ𝗍ᥲᥒ?!!)

4 0 0
                                    

💟→Happy reading✨

•*•*•*•

“Rean itu seperti bintang, kadang ada kadang tidak ada. Tapi kemunculannya selalu dirindukan.”

Reanno terkekeh pelan saat membaca tulisan tangan Azura di kertas itu, Rean tak sengaja menemukannya saat menyimpan tas ransel dikamar yang pernah ditempati Azura.

“Kalo gue bintangnya, berarti lo bulannya, Zura.”

“Kenapa hujan-hujanan?!” ujar Raina diambang pintu.

Pintu itu kamarnya memang sengaja tidak ditutup. “Abis nganterin sesuatu,” jawabnya.

“Jangan hujan-hujanan ya Ren? Nanti sakit.” Rania memasuki kamar itu, lalu duduk disebelah Reanno.

“Gue gak lemah Kak,” ucap Reanno.

“Bunda ... semakin parah Ren, gue bingung harus gimana, tabungan gue tinggal dikit, Pak Arman juga udah meninggal, dia gak bisa bantuin kita lagi, gue bingung Ren.”

Sorot mata Reanno melirik lengan kakaknya, jari-jari milik kakaknya itu mencengkeram kasur, dia ... menangis.

“Pengobatan Bunda jangan diberhentiin ya? Gue rela berhenti sekolah dan kerja cari uang.”

Rania yang sedari tadi menunduk itu akhirnya mendongak, “Seperti apapun kondisinya, lo gak boleh putus sekolah, Bunda gak suka itu!”

“Gue harus gimana, Kak?”

“Lo gak boleh pikirin soal uang, lo harus tetap fokus sama sekolah, gue pengen lo berubah Ren, demi Bunda.”

Reanno meletakan secarik kertas itu asal lalu memeluk Rania.

•*•*•*•

Sudah lebih dari sepuluh menit Reanno menunggu, gerbang rumah itu tak kunjung terbuka.

“ZURAAA! ZURAAA!” teriak Reanno seperti orang gila.

Mana mungkin Azura akan mendengarnya.

“Maaf, jangan teriak-teriak disini, silahkan pergi!”

“Enak aja lo ngusir!” Reanno menatap pria diseberang pagar itu dengan tatapan tajam.

“Lo lupa kalau gue tunangannya Azura?!”

Pria itu menggeleng, sepertinya dia pekerja baru, tapi entahlah, penjaga dirumah itu benar-benar tidak terhitung jumlahnya.

“Dia sudah berangkat, tadi saya pikir sama tunangannya.”

“Sialan lo!” umpat Rean sebelum akhirnya melesat pergi dengan motornya.

Rean menarik pedal gasnya, bisa-bisanya gadis itu meninggalkannya seperti ini.

Hampir dua menit membelah jalanan, kedua bola mata Rean melotot kaget. “REANN STOPP!” Bisa-bisanya Liana merentangkan tangannya untuk mencegat Reanno, gadis itu benar-benar mencari mati.

Reanno berdecak kesal, Laki-laki itu akhirnya menginjak rem secara mendadak.

“Lo mau mati, hah?!” sentak Reanno seraya membuka helm full face miliknya.

“Gue cuman mau ikut, boleh kan?” tanpa basa-basi, Liana berjalan lalu menaiki motor itu.

“Mau lo apa sih Na? Gak cukup lo nyakitin gue?!”

“Gue cuma mau berangkat, Rean.”

Rean menarik pedal gasnya perlahan, motor besar itu menepi di pinggir jalan. “Kalo lo gak mau turun, gue juga gak mau jalan!” cetus Reanno.

ᑲᥲᥡі ᑲᥱsᥲr rᥱᥲᥒ᥆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang