07 - light travels

483 63 19
                                    

Your vote and comment would be greatly appreciated, happy reading!

༘⋆₊ ⊹★🔭๋࣭ ⭑⋆。˚
- S E A S O N S -

[Flashback Chapter]

Suasana tegang menyelimuti klub hari itu. Pertandingan terakhir guna menentukan delegasi turnamen tingkat Asia sedang berlangsung. Berpuluh pasang mata bergerak mengikuti gerakan pedang yang saling beradu. Papan skor terus berkejaran layaknya sentilan gundu.

Tidak ada istilah darah lebih kental dari pada air. Bagi keduanya saat ini, menganggap lawan di arena piste bak air comberan dan kobokan yang layak untuk disingkirkan. Ambisi Jean dan Natha untuk menempati posisi terakhir pada grup floret membuat pedang yang mampu menyentuh torso lawan dapat dikembalikan lagi dengan cepat.

Suara decitan sepatu yang bergesekan dengan arena menambah ketegangan pertandingan. Setiap poin bertambah, baik Jean mapun Natha masing-masing membuka maskernya untuk sekedar mengambil napas disela keringat yang membanjiri wajah. Jemari keduanya lihai melentur-lenturkan ujung pedang—seperti mantra agar ujungnya dapat menyentuh bagian lawan. 

Masker kembali ditutup dan coach memberikan aba-aba untuk saling merebut poin kembali. Jean melakukan advance berkali-kali untuk melakukan lunge, namun dengan cepat Natha menangkisnya. Begitupun sebaliknya. 

Hingga coach yang berperan sebagai wasit memberikan tanda kemenangan pada salah satunya. Sorak sorai dari anggota club menutup pertandingan penentuan delegasi saat itu. Tak ada yang merasa kecewa, karena seluruhnya mengetahui bahwa pertandingan terjadi begitu mengesankan. Nyaris seimbang.

Natha melempar pelindung kepala yang ia kenakan ke sembarang arah. Ia tak peduli dengan sorai-sorai dan tepuk tangan penonton atas kemenangannya. Tubuhnya refleks rebah pada area piste. Ia menutup matanya dalam, menikmati degupan dadanya yang masih bergemuruh, turun-naik kencang untuk mengambil napas dengan rakus.

Hingga dalam pejamnya Natha merasa cahaya lebih gelap di luar sana. Ia lantas membuka mata lalu merasa beruntung karena bukan malaikat maut yang menyapanya. Jean yang menjadi lawannya tadi berjongkok disampingnya menepuk bahu Natha dan tersenyum hingga mata bulan sabit miliknya terlihat.

"Good game, Nath."

Natha tak langsung menyambut ucapan itu, pemuda itu malah mendengus sebal, "Gila! Main kira-kira aja lah! Dipikir olympic kali? Hampir mati gua tadi."

Jean tertawa, "Tapi kan menang."

"Iya tapi hampir mati."

"Tapi menang."

Tak ada rasa iri maupun keinginan saling menjatuhkan. Kedua persepupuan itu bermain profesional.

Jean tak mengingkari ikrarnya untuk menjaga Natha. Meski kekalahan harus diterimanya kali ini, ia tetap bangga mampu bertanding hingga titik darah penghabisan sepereti tadi. Toh, yang masuk ke delegasi pun Natha—sepupunya. Orang yang betul-betul Jean jaga keberadaannya.

- S E A S O N S -

Di sebuah kamar dengan warna monokrom seorang pemuda sedang dilanda bahagia. Senyumnya tak menghilang sejak tadi. Pasalnya, paket action figure yang ia nantikan sejak tiga bulan lalu sudah sampai ke rumah. Karena ukurannya cukup besar sekaligus harganya mahal, Jean meminta sang penjual untuk mengirimkan gundamnya dengan pelindung kayu yang kuat.

Pemuda itu terus memandang gundam yang dia dambakan. Senyumnya merekah. Benda yang selama ini Jean usahakan sampai ia harus menabung lebih sering akhirnya terbayar. MG 1/100 RX-78-2 Titanium Finish Ver. sudah berada di tangannya.

Seasons | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang