Bab I [Prolog]

247 12 0
                                    

Matahari mulai terlihat dari persembunyiannya dan perlahan naik ke langit cakrawala. Menggantikan posisi bulan yang membawa kegelapan. Udara sejuk kian terasa, menciptakan embun di atas dedaunan yang perlahan mengalir jatuh membasahi tanah.

Suara air mendidih terdengar diruangan itu. Aroma bumbu juga semerbak, memenuhi sudut ruangan. Sebuah tangan dengan lihai memotong sayur. Dengan perlahan mendorong potongan tersebut ke dalam panci. Membiarkan setiap potongan itu jatuh tengelam ke dalam air yang tengah berbuih, sembari menghasilkan uap yang melambung ke udara.

"Mmm....harum banget masakan istriku. Dari baunya sih, sudah dipastikan rasanya bakalan mantep nih. Kayak yang masak hahaha..." ujar seorang laki-laki sembari melingkarkan tangannya di pinggang sang istri.

"Kamu itu, gombal mulu kerjaanya." balas sang istri dengan lembut.

Kekehan kecil keluar dari mulut sang suami. Dia melepas pelukannya lalu mengecup pipi istrinya. Dia berbalik dan duduk dikursi depan meja makannya. Tangannya meraih cangkir kopi yang sudah disiapkan sebelumnya oleh istrinya.

"Anak-anak udah dibangunin?," pinta lembut sang perempuan sembari menuang sayur ke sebuah mangkuk besar.

"Udah kok, palingan bentar lagi mereka turun. Tunggu aja sayangku." ucap suaminya yang baru selesai meneguk kopinya.

Suara langkah kaki terdengar menuruni tangga. Menampakkan sosok ketiga anaknya yang kini sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Mereka duduk dikursi mereka masing-masing.

"Pagi ma, pa." ucap si sulung dengan senyuman manisnya.

"Pagi mama, papa." sapa si bungsu sembari merapikan rambutnya.

"Pagi anak-anak mama. Gimana? tidurnya nyenyak gak?," tanya perempuan yang mereka panggil sebagai mama itu.

Sementara sang ayah membalas ucapan mereka, kedua putranya itu mengangguk menanggapi pertanyaan sang bunda. Disisi lain, salah satu putranya terlihat tengah menumpu kepalanya dengan kedua tangannya yang di lipat di atas meja. Matanya tertutup, menandakan rasa ngantuk masih menyerangnya.

"Astaga Aran, kemarin kamu tidur jam berapa hah?," ujar sang ayah dengan nada sedikit meninggi.

sementara itu sang empu hanya bergumam tanpa membuka matanya. Sean, si sulung itu kini berdiri. Dia membantu ibunya memindahkan sarapan mereka ke atas meja. Sementara si bungsu yaitu Rizky tengah sibuk melamun.

"Makanya kalo ayah bilang jangan begadang, itu nurut. Main game itu boleh bang, tapi jangan lupa waktu. Istirahat harus cukup." omel Surya, sang ayah dengan nada lembutnya. 

"Hmm...." gumam Aran yang masih enggan membuka matanya.

"Buka matanya atau papa buang PC nya." tegas Surya yang sukses membuat mata Aran terbuka lebar.

"I-iya....ini Aran dah bangun kok Pa...." seru Aran yang kini terlihat segar.

Sean kini kembali duduk setelah selesai membantu sang ibu menyiapkan sarapan dan menuang air mineral. Sementara itu Nathani menyiapkan isi piring anak dan suaminya. Derap kaki diikuti suara pertikaian kini terdengar.

"Haduh anak ini...." ujar sang ayah sembari memilin pelipisnya.

"Apasih bang! ini punya gua kok!,"

"Heh! ini dasi gua, orang kemarin jelas-jelas gua gantung ditempat jemuran kok."

"Gua tau, tapi kan ini punya gua bukan punya mu bang!,"

"Zean, Aldo, ada apa lagi?," tanya Nathani dengan lembut.

Aldo merebut dasinya lalu turun dan duduk di kursinya. Sementara itu, Zean kini memajukkan bibirnya dan ikut turun menuju meja makan. Aldo perlahan memakai dasinya lalu merapikan bajunya.

"Maa! dasiku di ambil Aldo lho!," rengek Zean pada sang bunda.

"Apasih bang! ini aja punya gua!," timpal Aldo yang kini menaruh gelas minumannya.

Sementara itu Nathani hanya menggeleng kecil sembari terkekeh mendengar penuturan putranya itu. Dia menaruh piring berisi makanan di depan Zean lalu mencubit lembut hidung Zean.

"Mama kemarin udah cuci dasinya. Udah kotor kan? jadi mama udah taro dikamar abis disetrika." ujar sang bunda dengan lembut.

"Tuh kan, apa gua bilang. Makanya lain kali itu tanya dulu, jan langsung ngambil punya orang." ucap Aldo dengan nada kesalnya.

Sementara itu, Zean semakin mengerucutkan bibirnya. Dia meraih tangan sang adik lalu memainkan jarinya. Ia mengeluarkan cengiran khas nya dan mulai membujuk sang adik.

"Hehe....Doo, maapin aku yaa." pinta Zean dengan nada clingy nya.

"Ihh, astagfirullah, lu kesambet apa bang?," balas Aldo dengan nada herannya.

"Kebiasaan bang Zean mah begitu." timpal Rizky yang kini ikut menimbrung obrolan mereka.

"Udah-udah, kasian tuh makanan kalian. Udah effort rela digoreng, dipotong-potong, direbus, dimasak ujungnya cuma kalian anggurin." kata Surya dengan kekehan diujung kalimatnya.

Nathani melepas celemeknya, tak lupa menggantungnya dengan rapi digantungan dekat dapur. Kemudian ia duduk dikursinya. Seperti biasa mereka berdoa sebelum menikmati sarapan mereka.

***

Arsean kini menghentikan motornya diparkiran sekolah, diikuti oleh keempat adiknya. Mereka berlima melepas helmnya dan menaruh di atas motornya. Sean turun dari motornya lalu menoleh ke arah Rizky.

"Dek, kamu inget jalan ke kelas mu kan?," tanya Sean pada sang adik.

"Iyaa, inget kok bang. Lagian juga ada bang Aran, bang Zean, sama bang Aldo juga." jawab Rizky sembari mengacungkan jempolnya.

Sean hanya mengangguk paham sebagai balasan. Mereka berjalan menuju ke dalam gedung sekolah mereka.

***

'SMA JAYA SEDERAJAT' 

Sekolah SMA ter favorit dengan isi para pelajar terpilih. Ada yang lolos karena kerja keras, beasiswa, dan prestasi. Namun disisi lain ada juga yang lolos lewat jalur orang dalam, uang haram, bahkan jalur guru dan kepala sekolah.

Namun yang namanya kehidupan, tidak semua yang didapat akan murni dari kerja keras. Disisi lain bagi mereka yang ingin mendapatkan secara instan bisa benar-benar terkabul. Akan tetapi jauh setelah hal itu, akan ada waktu tersendiri bagi mereka yang menginginkan hal instan tersebut. Dimana mereka akan merasakan rasanya tersingkir seperti mereka yang bekerja keras.

Mereka yang suka mengandalkan terkadang mendapat hal yang lebih tinggi dibandingkan yang diandalkan. Namun pada saatnya akan ada waktu dimana mereka akan kesulitan ketika tak ada lagi yang diandalkan. Mereka akan dipaksa untuk menghadapi semuanya sendirian tanpa ada yang bisa dia andalkan.

Akan ada saat dimana mereka akan tertinggal jauh dari apa yang mereka andalkan. Akan ada saat dimana mereka akan merasakan rasanya berjuang dengan kerja keras bukan dengan bermodal uang.

Rasa sakit yang mereka rasakan akan menjadi pembalasan bagi dia di masa depan. Sekedar tidak suka bisa merubah rasa, apalagi benci yang dapat mengubah hati. Sekedar ucap tanpa sengaja bisa mengubah segalanya, apalagi ucap dengan sengaja yang dapat menghancurkan semuanya. Sekedar tanpa niat bisa membalas semuanya, apalagi dengan niat yang akan membalaskan segalanya.

Rapalan doa dapat terhenti, namun apa rapalan hati bisa terhenti?. TUHAN tak pernah melupakan kita tapi apa kita selalu mengingatnya?.

Bukan hanya sekedar dewasa dalam umur dan diri, tapi juga dewasa dalam pikiran dan hati. Sampaikan tamparan pada diri dan pada hati. Berikan perubahan pada kenyataan bukan pada khayalan. Fokuslah pada dunia bukan cerita.

TENTANG KEHIDUPAN
ATAU
TENTANG KENYATAAAN

Tentang Kehidupan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang