Bel pulang sekolah terdengar disegala sudut sekolah. Mengangkat semua kepala yang tertunduk, membuka semua mata yang kian tertutup, memberikan energi pada tubuh yang lemas. Semua tangan kian tergerak memberesi mejanya, memasukkan segala jenis barang ke dalam tasnya.
Pintu kelas terbuka setelah salam penutup terucap. Suara langkah kaki terdengar dari langkah seorang laki-laki gagah yang berprofesi sebagai guru bahasa Indonesia itu. Kakinya tergerak menjauhi ruang kelas 10 dan turun menuju ruang guru yang berada dilantai satu.
Rizky berdiri dari kursinya, dia mengambil tas miliknya dan menaruhnya dipunggungnya. Sebuah tangan menepuk bahu Rizky. Dia berbalik untuk melihat pemilik tangan itu.
"Riz, pulang sama siapa?," tanya Rasya pada temannya itu.
"Gua bawa motor. Kenapa? mau nebeng?," ucap Rizky yang dibalas gelengan dari Rasya.
"Ngak kok, gua kira bakalan bareng sama abang-abang lu." jawab Rasya.
Mereka berjalan keluar kelas bersama. Derap kaki terdengar di sepanjang lorong yang dilewati oleh kedua orang itu. Mereka berdua keluar dari sekolah dan menuju parkiran yang berada di belakang sekolah itu.
Sesampainya diparkiran, benar saja tebakan Rizky. Motor keempat abangnya sudah tak lagi ada di area parkiran, yang artinya mereka sudah pulang lebih dulu. Akhirnya Rizky berpamitan dengan Rasya sebelum meninggalkan sekolah.
Rizky memakai helmnya, dia memutar kuncinya dan menyalakan motornya. Memasukkan gigi kendaraannya, dengan perlahan memutar gas dan melepaskan kopling secara bersamaan. Ban motornya bergerak, meninggalkan area sekolah dan melaju ke jalan raya.
***
Mutia baru saja menjenguk Katrin dari UKS. Dia bertanya dengan siapa dia pulang. Namun beruntungnya ketiga saudaranya yaitu Indah, Lenatha, dan Shella datang untuk menunggu Katrin dan membantunya keluar dari bangunan berlantai 3 itu. Mereka juga bilang bahwa akan dijemput oleh mobil sang ayah.
Sungguh hal kecil yang tak semua orang bisa lakukan. Bahkan kalau diingat, Mutia sudah lupa kapan terakhir kali ia dijemput sang ayah. Bagaimana dengaan kakaknya?.
Sang kakak kini terpaksa bekerja di kafe sebagai seorang Waiters demi dapat membayar biaya sekolah mereka. Memangnya orang tua mereka tak pernah mengirim uang? Jawabannya tentu selalu. Tapi bagaimanapun uang yang diberikan jauh dari kata cukup. Itulah alasan Elin harus bekerja setelah sepulang sekolahnya.
Mutia baru saja masuk ke kelas 10, dan dia terpaksa harus berjalan setiap harinya. Jarak dari sekolah ke tempatnya terhitung 3,5 KM, yang dimana bisa dicapai dalam waktu 30 menit dengan berjalan kaki. Sementara sang kakak harus ikut motor temannya agar sampai ke kafe di tengah kota.
Walau begitu, Mutia tak benar-benar menyerah. Dapat makan 3 kali dalam sehari saja sudah bersyukur baginya. Apalagi dia dapat sekolah dengan baik, dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Suara klakson berbunyi, sebuah motor sejenis CBR berhenti di depan Mutia. Gerakan itu berhasil menghentikan langkah Mutia. Seseorang membuka helm full face yang menutup kepalanya.
"Mut, kok jalan kaki?," tanya Rizky yang kini membuka helmnya.
"Hah? ah k-kamu ternyata...." ucap Mutia dengan wajah gugup tanpa ada jawaban dari pertanyaan Rizky.
Rizky mengkerutkan keningnya. Dia melepas helmnya lalu mendekat ke arah Mutia Sementara Mutia melangkah mundur perlahan.
"Hei, jangan takut. Aku gak nyakitin kamu kok." pinta Rizky dengan lembut yang mampu menghentikan langkah perempuan itu.
"Aku cuma nawarin pulang bareng. Panas-panas gini kok jalan kaki. Nanti kamu pingsan dijalan kalo kecapean." lanjut Rizky.
Dia menyentuh tangan Mutia yang sedari tadi disatukan di depan perutnya. Dengan lembut Rizky mengamati wajah Mutia. Dia meletakkan tangannya di bawah dagu Mutia yang sedari tadi menunduk. Dengan lembut mengangkatnya.
"Kamu sakit? mukamu pucat lho. Aku juga perhatiin dari tadi, kalo jalanmu agak sempoyongan. Bareng aku aja ya? aku khawatir kamu pingsan di jalan."
Tubuh Mutia kini gemetar karena sentuhan lelaki itu. Memang lembut, namun cukup membuatnya teringat dengan masa yang pernah dia jalani sebelumnya. Rizky membujuk Mutia dengan lembut sampai akhirnya Mutia mengangguk perlahan. Senyuman hangat muncul diwajah Rizky. Rizky menuntun Mutia untuk naik ke motornya dengan perlahan. Karena tidak membawa helm, akhirnya hanya Rizky yang memakai helmnya.
***
Diruang UKS, kini ada Indah, Lenatha, Shella, Katrin, dan Gito. Indah membuka handphone nya.
"Ini papa udah nunggu di depan gerbang, kamu bisa jalan gak dek?," tanya Indah dengan lembut.
Bukannya dijawab oleh Katrin, Gito justru langsung menggendong tubuh Katrin dan keluar dari UKS. Katrin yang terkejut kini hanya terdiam membeku menatap wajah Gito dari bawah. Indah, Lenatha, dan Shella tak kalah terkejut.
Pasalnya Indah dan Lenatha tak menyangka manusia ber title 'Kulkas berjalan' itu dapat bersikap seperti itu. Bagaimana tidak, dia tidak pernah berlaku seperti ini pada siapapun. Namun sifatnya mulai terlihat mencair di depan Katrin.
Disisi lain, Indah bersyukur karena tidak perlu repot-repot menyuruh sang ayah masuk ke dalam sekolah hanya demi menjemput bocil kesayangannya itu. Tanpa terasa anak tangga sudah habis, mereka tiba di lantai utama.
Gito mendekap Katrin lebih dekat saat melewati gerbang yang setengah tertutup dengan tujuan agar kepala Katrin tidak menabrak gerbang. Shella bergegas membukakan pintu belakang. Gito dengan lembut menaruh Katrin di kursi penumpang.
Sementara ayah mereka hanya terlihat langsung menatap ke arah kaca yang tergantung di dalam mobil itu. Gito sedikit melirik ke arah sepion, dia menyadari tatapan tidak suka dari ayah Katrin. Gito yang paham langsung keluar dari mobil dan mengangguk ke arah Indah.
Indah, Lenatha, dan Shella masuk ke daalam mobil. Tak lupa Indah mengucap terimakasih. Sementara itu, Katrin terlihat menatap Gito penuh arti. Gito membalas tatapan itu dan tersenyum samar yang dipastikan hanya Katrin yang sadar akan hal itu.
Jendela di tutup paksa oleh sang ayah. Mobil melaju pergi dari sana. Gito berdiri termenung menatap mobil yang kini pergi menjauh. Berbagai hal mulai muncul di dalam pikirannya.
"Naya, kalo kamu ijinin aku, tolong bantu aku dapetin kamu di versi orang lain..."
***
Begitulah kehidupan, terkadang hal sekecil apapun sangat sulit sekali untuk diraih. Bahkan kebahagiaan sesederhana apapun begitu sulit dilakukan. Namun pasti ada saat dimana TUHAN akan mengabulkan hal itu dengan hal yang berbeda dan jauh dari yang diduga.
TENTANG KEHIDUPAN
ATAU
TENTANG KENYATAAN
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kehidupan
RandomMenceritakan tentang pemuda pemudi yang tengah menjalani pendidikan tingkat menengah atau SMA. Banyak hal baru yang mereka lalui. Dari pertemanan, percintaan, kesedihan, kebahagiaan, sampai tau arti kehidupan. Informasi : - Karakter diambil dari par...