Bab II [Sekolah]

159 14 0
                                    

Langkah kaki terdengar di sepanjang lorong, bercampur dengan banyaknya pita suara manusia. Seluruh netra terfokus pada satu pasang mata. Aroma Cool  tercium melewati hidung, memikat hati para wanita yang dapat melelehkan hati bekunya.

"Selalu aja jadi pusat perhatian, gak capek lu?," ucap sang kakak dengan nada main-mainnya.

Sementara itu yang diajak bicara hanya menatapnya sekilas sebelum kembali berfokus ke lorong di depannya. Dencakaan kesal terdengar dari mulut sang kakak, kala ucapannya hanya mendapat respon sekilas dari adiknya.

"Dasar Elgito, udah gede masih aja suka kacangin abangnya." lanjut sang kakak sebelum mengalihkan pandangan ke depan.

"Iya, Daniel." balas Elgito tanpa mengalihkan pandangannya.

"Pake BANG, lu kira gua temen lu." sahut sosok yang bernama Daniel dengan nada kesalnya.

Cerocos sang abang kini mendapat helaan nafas dari sang adik. Dia menghentikan langkahnya di depan kelasnya lalu menoleh pada Daniel. Sementara Daniel yang berjalan di belakang Gito, tentu menabrak lengan kanan Gito yang sudah berbalik ke arahnya.

"Aduh! astaghfirullah!," sentak Daniel yang kini menaikkan kepalanya.

"Iya bang Daniel. Udah? seneng?, yaudah asal lu seneng." timpal Gito dengan wajah tertekannya.

"Udah ah sana balik ke kelas." Gito mengeluarkan tangan kanannya dari saku dan bergestur mengusir.

"Gausah ngusir-ngusir, dikira gua ayam."

Daniel menaikkan tas nya sebelum kembali berjalan menyusuri lorong menuju kelasnya. Sementara itu, sang adik hanya menghela nafas sembari menggeleng pelan. Gito berbalik dan masuk ke dalam kelasnya. Baru saja tenang dari ocehan sang kakak, tiba-tiba seseorang menabrak Gito dari belakang.

'BRUGHH'

"Anj*ng! anj*r bet sumpah! sapa sih ini?!." bentak laki-laki itu sembari berdiri.

Gito yang kini tersungkur, perlahan berdiri dan berbalik badan. Dia membersihkan seragamnya lalu mengangkat kepalanya. Dia menatap tajam ke arah laki-laki itu.

"Flo!! astaga Floren!," sentak Aldo yang menyusul tergesa-gesa dari luar kelas.

"Lu gimana sih?! udah tau ini pintu masuk malah berdiri di tengah jalan! jadi nabrak kan." Floren membersihkan seragamnya sembari menatap tajam kearah temannya itu.

"Lu yang salah, pake lari-lari di lorong segala." balas Gito yang merapikan seragamnya.

Zean dan Aran yang baru sampai, langsung ikut melerai kedua temannya itu. Aldo maju kedepan Floren lalu membungkuk sedikit di depan Gito. Dia turut membantu Gito membersihkan sisa debu yang masih menempel dan sulit dijangkau oleh lelaki itu.

"Aduh, maaf ya Git, kami gak sengaja." ujar Aldo sembari menegakkan badannya.

"Makanya jan lari-lari, kasian yang gak tau apa-apa jadi kena ikut imbas." cerocos Zean yang sudah mirip seperti ibu-ibu.

Aran hanya menggeleng kecil lalu berjalan menuju kursinya. Jujur dia masih begitu mengantuk. Bahkan saat di atas motor, dia hampir menerobos lampu merah karena tak fokus. Pada akhirnya dia duduk dikursinya, lalu membenamkan wajahnya dilipatan tangannya.

Sementara di sisi yang masih panas, Florentino memilih berlenggang ke kursinya. Sedangkan Aldo masih sibuk meminta maaf pada Gito. Yang pada akhirnya, Gito menghentikan celotehan Aldo lalu beranjak duduk dikursinya.

Seorang perempuan datang masuk ke dalam kelas. Dia adalah kekasih Aran, siapa lagi kalo bukan Chika. Chika berhenti di depan pintu lalu melirik ke dalam. Zean dan Aldo yang masih di ambang pintu kini menoleh ke arah Chika.

"Nyari pacar lu? tuh, lagi molor orangnya." ujar Aldo sembari menunjuk Aran dengan dagunya.

"Abis victory lawan rasa ngantuk kemarin malem, eh hari ini malah defeat sama hal yang dia lawan." Zean mulai menyambung kata sang adik.

Chika menghembuskan nafasnya dan mengangguk paham. Sudah biasa baginya, melihat sang kekasih tidur. Dia menghampiri Aran lalu menjitak dahinya. Jitakan itu berhasil membuat sang empu terbangun kaget.

"Eh?! iya bu! saya bangun kok!,"

Aran membuka matanya lebar-lebar, dia mengangkat kepalanya menghadap ke atas. Sementara itu, Chika terkekeh kecil melihat reaksi sang kekasih yang  masih setengah sadar.  Chika membelai kepala Aran dan mengacak lembut rambutnya.

"Ayo, ke UKS aja..." ujar Chika dengan lembut.

Aran mengangguk paham lalu perlahan berdiri. Sementara Chika menopang berat badan Aran dan memapahnya keluar kelas. Zean dan Aldo menaruh tas nya dan melirik mereka.

"Andai pacar gua gitu..." ujar Zean yang mendekat ke arah Aldo.

"Kalo si Shella mah boro-boro begitu. Gua merem dikit aja dipukul." balas Aldo.

***

Di ruang putih bernuansa putih dan berbau obat, terlihat Aran tengah berbaring. Sementara Chika duduk di atas kursi samping kasur. Tangan halusnya membelai lembut surai hitam sang kekasih.

"Bobo aja, aku temenin. Nanti aku titip absen lewat Aluna kalo kamu lagi pusing. Aku juga kabarin Lenatha kalo aku ijin nemenin kamu."

Ucapan lembut Chika dibalas anggukan oleh Aran. Sentuhan lembutnya berhasil membuat kelopak mata Aran turun perlahan. Dalam hitungan detik, Aran mulai masuk ke dunia mimpinya.

***

Bel berbunyi, menandakan kelas telah dimulai. Diawali dengan salam, lalu mengucap selamat pagi yang membuat beberapa siswa begitu bahagia. Bahkan sekedar sedikit bertanya yang mampu membuat siswa merasa senang.

Hal sederhana namun tak semua orang bisa. Sekedar mengucap "Selamat pagi, bagaimana tidurnya?, bagaimana sekolahnya?" bahkan sekedar membuat anak merasa diakui saja jarang yang mampu melakukan.

Tak heran beberapa siswa merasa tak dianggap di sekolah, alsebab karena perasaan dirumah ikut terbawa ke sekolah.

Semua anak di paksa memahami orang dewasa, lantas apa orang dewasa bisa memahami anaknya?

TENTANG KEHIDUPAN
ATAU
TENTANG KENYATAAAN

Tentang Kehidupan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang