Bab VI [Perasaan?]

72 3 0
                                    

Saat Mutia turun dari motor Rizky, tubuhnya tiba-tiba terhuyung. Dengan cepat Rizky turun dari motornya, melepas helmnya lalu menopang tubuh Mutia. Dia menangkap Mutia yang kini pingsan di dalam pelukannya. Dengan lembut dia menepuk pipinya.

"Mut? Mutia? Aduh pingsannya di depan kos lagi. Masak langsung masuk ke dalem? Kalo dilihat ibu kos gimana? Kalo dikira aneh-aneh gimana coba?. Aduh.... Bingung kan...." gerutu Rizky sembari perlahan berlutut untuk menguatkan kakinya.

Seorang perempuan dengan daster pink kini mendatangi mereka. Dia berhenti di samping Rizky lalu menepuk bahunya. Rizky dengan cepat menoleh ke arahnya.

"Eh? Ibu kos ya? Maaf bu ini mau minta kunci cadangan kamar nomor 05. Mutia tiba-tiba pingsan bu." ujar Rizky dengan wajah memohonnya.

"Ya Allah nduk kok iso semaput. Sek sebentar tak jipuk kuncine sek Le." Ibu kos itu bergegas masuk ke pos satpam lalu mengambil kunci cadangan.

"Ibunya ngomong apa ya? Aku gak ngerti.... Aduh jangan-jangan orang jawa lagi. Gimana cara beritahu kalau aku gapaham bahasa jawa. Paling yang paham cuma 'nggeh' sama 'mboten'. Itu aja diajari sama papa."

Rizky sibuk menggerutu dalam hatinya. Ibu kos bergegas membukakan pintu. Sementara itu Rizky mengangkat tubuh Mutia dan masuk ke dalam kos. Dia dengan lembut meletakkan Mutia di atas kasur nya.

"Mutia, maaf yaa kalau lancang." pinta Rizky yang melepas 2 kancing baju Mutia.

Ibu kos memberikan minyak angin ke tangan Rizky, sementara dia melonggarkan ikat pinggang Mutia. Rizky mengoleskan minyak angin ke leher perempuan itu. Dia kemudian mendekatkan ujung botol minyak angin ke hidung Mutia.

Aroma menyengat minyak angin masuk ke dalam pernafasannya. Kelopaknya mulai tergerak, matanya menerjap menyesuaikan cahaya diruang itu. Helaan nafas terdengar dari mulut ibu kos dan Rizky. Ibu kos segera membentangkan selimutnya dan menutupi tubuh Mutia.

"Aduh, kok kamu ndak bilang kalau lagi gada beras to Nduk. Bilang aja ke ibu, gausah sungkan. Ibu udah anggep kamu sama Elin itu anak ibu sendiri." ucap ibu kos sembari mengelus tangan Mutia.

"Kamu udah makan? Sek sebentar ya, tak ambilin makan dulu dirumah ibu. Le, kamu mau di sini dulu?." tanya Ibu kos ke arah Rizky.

"Saya mau beli obat dulu bu ke apotik. Saya pamit dulu sebentar." Jawab Rizky yang kini segera berdiri dan keluar dari kamar kos Mutia.

Setelah kedua manusai itu keluar, Mutia mulai memproses yang terjadi sebelumnya. Beberapa pikiran yang sengaja dia lupakan tiba-tiba kembali teringat. Membuat tumpukan kristal kini jatuh ke pipinya. Membasuh pipi kering nan chubby miliknya itu.

***

Setelah beberapa menit berlalu, ibu kos masuk dengan membawa nampan berisi nasi, tempe, sayur kaldu ayam, dan gelas berisi air putih. Dia duduk di tepi kasur Mutia dan meletakkan nampannya di atas meja. Ibu kos mengambil piring berisi nasi. Dia menaruh tempe dan juga menuangkan sayur di atasnya.

"Bu.... Kok banyak banget? Ini gapapa kalo Mutia makan?." celetuk Mutia dengan wajah bahagia namun tersimpan rasa tidak enak hati.

"Lho? Ini kan memang buat kamu, Mut. Gapapa, jangan dipikirin banyak dikitnya. Ibu udah anggap kamu anak ibu. Ayo buka mulutnya dulu." Ibu kos menyodorkan sesendok penuh.

Mutia tersenyum manis lalu melahap sesendok nasi itu. Ibu kos yang melihatnya kini ikut tersenyum. Bagaimana pun Muthe dan Elin adalah orang yang dia anggap sebagai putrinya sendiri.

Tentang Kehidupan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang