Bab III [Firts Day]

126 10 0
                                    

Berjam-jam berlalu, waktu itu cukup membuat cacing di dalam perut Rizky memberontak. Hawa panas juga membuat kelas dengan 4 kipas angin itu terasa dipanggang hidup-hidup. Seisi kelas mengibaskan tangan, baju, lipatan kertas, bahkan buku untuk memberikan efek sejuk bagi mereka.

Salah satunya yang menggibaskan buku yaitu teman Rizky yang duduk dibangku depannya. Dimana rambutnya bergerak kesana kemari mengikuti arah sapuan angin. Ekspresi fokusnya menambah kesan cantik diwajahnya.

Rasya yang tengah fokus menulis kini mengangkat kepalanya. Dia melirik Rizky yang tengah menatap ke arah perempuan di depannya. Rasya menyenggol lengan Rizky, menyadarkan Rizky dari lamunannya. Rizky tersentak ringan sebelum akhirnya menoleh ke arah Rasya.

"Fokus banget liatin si Mutia? suka ya?," celetuk Rasya.

Sementara itu, Rizky hanya terkekeh ringan sebelum melanjukan sesi menulisnya. Rasya tersenyum penuh arti lalu lanjut menulis.

Bel tanda istirahat akhirnya berbunyi. Pak Edwin menghentikan aktivitas menulis jurnalnya. Dia menutup buku jurnal harian lalu mengalihkan pandangannya ke arah semua muridnya.

"Baik, sekian ya pelajaran hari ini. Jangan lupa pr nya di kumpul besok pagi. Bapak akhiri, selamat siang dan terimakasih."

Pak Edwin menutup laptopnya lalu memasukkan ke dalam tasnya. Dia membawa tas laptop dan bukunya lalu pergi keluar kelas. Pintu terbuka menandakan kelas mencapai jam istirahat. Rizky menutup bukunya dan membereskan mejanya. Rasya menghampiri Rizky dan menepuk bahunya.

"Bro, ikut ke kantin gak?," seru Rasya.

"Oke, berdua doang kah?," tanya Rizky sembari berdiri dari kursinya.

"Gak kok, ada Alan juga." jawab Rasya.

Alan baru saja selesai membereskan alat-alat belajarnya. Dia menghampiri mereka berdua.

"Dah, yok bro. Kita ke kantin." ujar Alan yang dibalas anggukan oleh mereka berdua.

Saat berjalan hendak keluar kelas, Rizky melirik sekilas ke arah Mutia. Sebelum Rizky kembali fokus kedepan dan berjalan menuju kantin. Mereka menyusuri lorong yang penuh suara-suara kehidupan. Dari langkah kaki, suara gerakan tangan, bahkan suara mulut-mulut makhluk hidup dari manusia sampai hewan.

Sampai dikantin, terlihat banyaknya kursi meja yang sudah terpenuhi. bahkan tak lagi ada sisa untuk tempat duduk mereka. Kalaupun bergabung dengan kakak kelas, mereka baru sehari menjalani aktivitas belajar mengajar setelah MOS atau biasa disebut MPLS.

"Duh, banyak banget. Kita gak kebagian tempat duduk. Gimana dong?," tanya Alan sembari melihat kesana kemari.

Rasya dan Rizky menangkap pemandangan dimana ada 3 buah bangku yang masih belum penuh. Dan beruntungnya ada masing-masing abang mereka. Terlihat ada Aldo dan Zean yang merupakan abang dari Rizky, serta Nanda yang merupakan abang dari Rasya alias anak pertama keluarga Bramekti.

"Eh, ada abangku. Kesana aja yuk nanti aku ijin ke abangku." ujar Rasya yang menunjuk satu tempat duduk.

Sementara Rizky dan Alan hanya mengangguk sebagai balasan dari ucapan mereka. Mereka berjalan menuju meja itu, menghampiri kakak kelas mereka. Rasya berhenti di samping sang kakak lalu menyunggingkan senyuman manisnyaa.

"Bang, boleh ya numpang duduk?," ujar Rasya.

" Iya nih, kita gak kebagian tempat duduk. Boleh ya bang Zean, bang Doo?," ujar Rizky yang membujuk Zean dan Aldo.

Zean, Aldo, dan Nanda berpandangan sekilas sebelum Zean mengangguk mempersilahkan mereka. Alan, Rasya, dan Rizky beranjak duduk di depan mereka. tak berselang lama, datanglah beberapa orang yang menempati 3 buah bangku yang masih ada sedikit ruang.

"Bro mereka siapa?," ujar Floren yang duduk di samping Aldo.

"Oh, ini Rizky, adek gua." jawab Aldo.

"Mending kalian perkenalan dulu deh. Anak baru kan?," ujar Daniel yang duduk dikursi meja sebrang. 

Rizky, Rasya, dan Alan saling memandang sebelum mengangguk paham. Sementara itu 3 meja di sekitar mereka sudah dipenuhi oleh circle mereka yang memang tak seberapa banyak.

"Kenalin, gua Zean dan ini Aldo. Kami ini abangnya Rizky. Yang lagi pacaran disana itu namanya Aran. Itu abang kami juga." jelas Zean pada mereka.

"Yang ini namanya Florentino. Klo yang di meja seberang itu ada Febrian, Daniel, sama Farel." timpal Aldo.

"Gua Nanda, abangnya Rasya." ujar Nanda dengan wajah datarnya.

Rizky, Rasya, dan Alan mengangguk paham dengan penjelasan mereka. Terlihat dua orang yang masih sibuk dengan satu laptop dan beberapa kertas didepan mereka. Mata Alan beralih ke arah mereka.

"Terus yang itu siapa bang?," tanya Alan pada Aldo.

"Itu abang tertua di keluarga kita. Namanya Sean, dia juga ketos disini." jawab Aldo.

"Padahal di circle ini rata-rata OSIS, klo lu gatau sih?," ucap Rasya yang menoleh kearah Alan.

"Hehe... aku sebenernya gak terlalu merhatiin sih." balas Alan yang menampakkan cengiran andalannya.

***

Disisi lain, dimana ada kerumunan perempuan di dua buah meja dengan 4 bangku panjang. Terlihat ada beberapa perempuan yang tengah berbincang ria disana. Beberapa dari mereka memakan makanannya, dan yang lainnya menikmati minumannya.

"Jadi kalian ini anak kelas 10 yaa?," tanya Fania pada adik-adik kelas mereka.

"Iya kak. Aku Shella, yang ini ada Katrin, Mutia, Ellie, Jessica, sama Alveria." jelas Shella pada kakak kelasnya.

"Kenalin, aku Indah. Kalian pasti udah tau dong, kan aku yang bimbing MPLS kalian." kata indah yang dibalas anggukan oleh mereka.

"Aku Elin, kakaknya Mutia." ujar Elin dengan lembut.

"Aku Lenatha, kakak dari Shella sama katrin. Dan kak Indah ini kakak tertua di keluarga kami. Calon pacarnya mas Daniel, iyakan kak?," tanya Lenatha dengan senyum penuh arti.

Sementara itu, Indah hanya mendorong lembut bahu adiknya dengan senyuman malu-malu. Di pipinya terdapat rona merah yang samar-samar terlihat. Sementara itu yang lain hanya terkekeh kecil melihat kelakuan kakak beradik ini.

"Andai kamu bisa se ceria ini, kak Indah. Senyuman manis, bukan senyum menutupi lelah mu..."  ucap dalam hati Katrin yang kini terlihat terkekeh tipis.

"Senyuman ini yang aku harap darimu, kak. Bukan tangisanmu..." pinta Mutia dalam hatinya.

***

Senyuman itu hal yang mudah sekali untuk dilakukan. Bahkan senyuman adalah pilihan untuk menutup goresan terdalam. Semua dapat tersenyum, tapi senyum yang mana?. Senyum manis? senyum sendu? senyum miris? atau senyum palsu?. Semua itu hanya hati dan TUHAN yang tau.

Mudahnya menarik ujung bibir demi menutup sebuah darah yang dimana baunya tetap akan tercium. Serapat itukah menutup luka dan sepandai itukah mengelabuhi semua orang yang ada?. Namun sepandai apapun pembunuh menyamar, detektif tetap dapat membongkarnya.

Bukan masalah untuk tersenyum. Namun baiknya sesekali taruh dulu beban dari atas pundakmu. Dengan itu, kau bisa tersenyum bebas. Setelah di rasa cukup, barulah angkat beban itu lagi.

Menyerah bukanlah jalan, tapi istirahat adalah kebenaran. Seringan apapun bebannya, kalau tidak istirahat untuk menurunkan bebannya, lama-lama akan terasa berat.

Istirahatlah sejenak kawan, kehidupan tak hanya terus berjalan. Tapi juga harus kuat menghadapi kenyataan.

TENTANG KEHIDUPAN
ATAU
TENTANG KENYATAAN

Tentang Kehidupan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang