Eksistensimu mulai melekat
di ingatanku
🪷●●●●●
Pagi itu, Angreni berangkat tanpa pamit, menyusuri hutan lebat, mencari tempat tersembunyi jauh di jantung alam. Pikirannya kacau, hatinya pedih karena kehilangan harta paling berharga: kalung teratai peninggalan ibunya. Semalaman ia mencarinya, namun hasilnya nihil, air matanya tertahan, membendung di sudut mata.
Ia duduk di tepi sungai, memperhatikan aliran air yang jernih, sejenak merenung. Warna biru permata teratai terbayang di benaknya, warna yang mirip dengan mata air. Kesedihan kembali merayapi hatinya.
"Tolong kamu jaga ya nak, ini pemberian dari orang yang terhormat," suara lembut ibunya terngiang, menyadarkannya dari kelalaian.
Menelungkupkan kepala di antara kedua lutut, ia menangis diam-diam. Tak ada yang tahu betapa kalung itu sangat berarti baginya.
Waktu berlalu, matahari mulai meninggi. Angreni tahu ayahnya sudah berangkat ke kerajaan untuk bertugas. Ia akan mencari alasan yang baik nanti.
Baru satu langkah terayun, terdengar ringkikan kuda dari kejauhan, sekitar 800 meter. Angreni mundur, masih takut akibat insiden dengan bandit pasar.
Bersembunyi di balik semak, ia melihat seorang pria paruh baya. Seluruh tubuh pria itu tertutup jubah hitam, wajahnya tersembunyi di balik cadar. Pedang tersampir di pinggang kirinya, sementara tangan kanannya menggenggam busur panah. Dengan cekatan, pria tersebut menghindari akar-akar pohon yang mencuat, menunggangi kuda jantan dengan gagah meskipun usianya mungkin sudah hampir berkepala lima.
Setelah merasa aman, Angreni keluar dari persembunyian. Ia melihat benda berkilau di tanah, lalu memungut dan membersihkannya. Belati perak dengan ukiran ular yang melilitnya terpantul di matanya.
Belum selesai mengagumi pahatan belati itu, seorang pria muncul dari arah yang sama. Kali ini, pria tersebut lebih muda, mungkin seumurannya.
"Hei, kau perempuan yang kemarin?!" ucap pria itu terkejut.
"Kau pria jelek aneh itu?!" balas Angreni, juga terkejut.
Mereka saling menatap, tak menyangka bisa bertemu lagi di jantung hutan. Raden Inu lebih terkejut melihat seorang perempuan berani masuk jauh ke dalam hutan sendirian.
"Apa yang kau lakukan di sini, perempuan gila?" tanya Raden Inu.
"Hei, jangan panggil aku gila! Itu bukan urusanmu!" Angreni merasa seharusnya ia langsung pulang, tak menyangka bertemu pria menyebalkan itu lagi.
"Siapa yang mengizinkan kau pergi?" Raden Inu menghalangi langkah Angreni yang baru dua langkah.
"Siapa dirimu yang berhak melarangku? Kau bukan orang tuaku." Angreni mencoba menyingkir ke kanan, tapi Raden Inu segera menghalanginya lagi.
"Aku tak bisa membiarkanmu pergi setelah membuatku curiga. Kau mata-mata kerajaan tetangga, kan?" tuding Raden Inu. Tiba-tiba tanpa angin dan hujan.
Angreni melotot, wajahnya merah menahan kesal. "Aku warga Jenggala! Aku lahir dan besar di sini! Tahu apa kau?! Atas dasar apa menuduhku seperti itu?!"
Angreni kehilangan niat untuk pulang, siap meladeni ocehan pemuda tampan di depannya. Ia tak terima dituduh sebagai mata-mata kerajaan seberang, padahal ia sangat mencintai tanah kelahirannya.
"Yah, kau tak perlu marah. Aku hanya bertanya." Raden Inu berusaha meredakan ketegangan.
Angreni ingin memukulnya, tetapi sadar dirinya dekat sekali dengan kaki kuda. Ia tak mau ditendang kuda karena gerakan tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ananta Anuraga
Historical FictionBASED ON : PANJI ANGRENI STORY ⚠️WARNING⚠️ ✒️ : Fiksi sejarah [Menggunakan Bahasa Indonesia bukan Krama Jawa dan sejenisnya] Latar cerita : Kerajaan Jenggala & Panjalu (Kediri) No copyright! Create : 07/10/2021 ➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖ Kisah Panji Asmaraba...