PROLOG

98 17 1
                                    

Rembulan yang tertutup awan tebal membuat suasana saat itu jadi begitu pekat. Terlebih tetes hujan yang tak henti sejak tadi- menambah dinginnya malam yang menusuk.

Gedung- gedung berdiri angkuh dalam kegelapan. Tak ada lampu menyala. Mobil, motor dan segala kendaraan berada di jalan raya diam tak bergerak, dalam posisi tak beraturan. Sampah dan dedaunan berserakan. Hanya suara hujan yang turun, membuat riuh dalam suasana kota yang mati.

"Aaaarkkg.." erangan parau terdengar sayup di antara rinai.

-KRAAAKK!!

Suara derak tulang yang patah, beriring dengan geraman yang bersahut.

Di sana, di ujung jalan, di antara beberapa mobil. Nampak seorang lelaki tua yang tergeletak di jalan raya. Orang itu merintih dengan tangan menggapai- gapai. Nampaknya ia sangat kesakitan.

Tentu saja.

Sebab ada empat- lima lainnya yang nampak berjongkok mengelilingi orang tua itu. Mereka mencengkeram, mengoyak dan mencabik daging dan organ dari perutnya. Mengunyah tulang kaki yang terpisah. Mengigit dan menarik lepas kulit dari wajahnya.

Yang mengelilingi orang tua itu juga manusia- lebih tepatnya- dulu nya adalah manusia. Mereka adalah mayat- mayat yang bangkit dan bergerak.

Seolah ada yang lain, yang mengendalikan tubuh mati itu.

Beberapa belas meter dari lokasi pesta pora, di dalam sebuah mobil sedan yang terparkir acak di antara mobil lain.

Seorang gadis terbelalak ketakutan melihat apa yang terjadi tak jauh dari tempat nya bersembunyi. Ia menahan napas, berusaha membuat dirinya setenang mungkin. Menyembunyikan keberadaannya dari mahluk- mahluk di luar itu.

"Astaga!" batin Nisa.

Padahal baru beberapa lama ia dan adiknya berada di dalam mobil. Padahal baru beberapa lama ia memejamkan mata untuk beristirahat.

Nisa mengira bahwa malam ini ia bisa sekedar untuk tertidur nyenyak, dalam mobil tempat mereka bersembunyi.

"GRAAAU!! GRAAAWL!!

Mayat- mayat itu saling menggeram dan meraung, berebut potongan tubuh orang nahas yang berhasil mereka tangkap.

Suara mereka begitu keras- sehingga membuat si adik yang terlelap- seketika tersentak terbangun.

"KAK NISA?" pekik si adik parau sambil mengucek mata. "ITU SUARA AP-"

"Sssstt!!" Nisa sigap membekap mulut adiknya sambil jarinya membuat tanda diam di bibir.

Akibat dari pekikan si adik, satu dari mayat itu terdiam dan berhenti berebut dengan yang lain.

Ia berdiri dengan untaian usus yang bergelantung di tangannya. Usus yang sudah terkoyak dan masih meneteskan darah segar.

Mayat itu menoleh ke kanan dan ke kiri. Wajahnya nampak tirus, dengan mata cekung. Iris matanya berwarna kemerahan, seperti mata predator yang menyala dalam gelap.

Lalu pandangan mahluk itu berhenti tepat ke arah mobil di mana Nisa dan Visa bersembunyi.

"Gawat!" Nisa segera merebahkan dirinya serendah mungkin- supaya tak terlihat dari jendela.

Ia menoleh ke arah Visa  sambil mencoba untuk tenang. Namun tetap saja ia tak bisa menampik ketakutan yang ia rasakan.

Visa yang nampaknya sadar dengan situasi, membeku di tempat. Ia mencengkeram erat kemeja flanel kakaknya. Tubuhnya gemetaran, karena menggigil dingin dan rasa takut yang menyergap.

Nisa menyipitkan matanya, mencoba mengamati pergerakan mayat itu dari sudut mata. Mayat yang terus saja berjalan pelan, menyeret, dan lamban- namun membuat perasaan tak nyaman.

Dan ia menahan napas tatkala mayat itu berhenti tepat di samping jendela mobil. Berdiri diam tak bergerak beberapa lama. Sambil sesekali mengunyah usus di tangan.

Nisa memejamkan mata sambil berdoa dalam hati agar mayat itu tak menemukan mereka. Ia mendekap kepala Visa di dadanya, refleks seorang kakak untuk melindungi adiknya.

"Kak?" tanya Visa lirih dengan suara bergetar.

Nisa sangat tahu bahwa saat ini Visa tengah ketakutan dan ingin menangis.

"Tolong banget, jangan sekarang. Diamlah," bisik Nisa.

Beberapa lamanya Nisa dan Visa berpelukan di dalam mobil. Tak berani sedikitpun untuk bergerak dan bersuara. Mereka hanya bisa mendengar nafas dan detak jantung masing- masing yang memburu.

Entah sudah berapa lama mereka terdiam. Menit- menit berlalu dalam ketegangan yang teramat.

"Mayatnya sudah pergi belum, kak?" tanya Visa berbisik. Ia tak bisa melihat sekitar karena kepalanya masih dalam dekapan dada Nisa.

Nisa sendiri pun juga ingin tahu apakah mahluk itu telah menyingkir dari sebelah mobil.

Dengan sangat perlahan, Nisa memutar tubuhnya untuk menoleh ke arah belakang.

Hanya untuk mendapati bahwa mayat itu tengah menempelkan wajah di jendela mobil, mengamati Visa dan Nisa sedati tadi.

Dengan mata merah nya yang menatap nyalang.

"KAAAARRGHHH!!!" mayat itu mendesis dengan rahang menganga lebar. Memperlihatkan mulut busuk yang penuh darah dan cabikan organ manusia yang baru saja ia makan.

"AAAAHHH!!" Visa seketika terpekik histeris

"SIAL!!" Nisa mecengekram kerah baju adiknya, dan segera menarik handel pintu mobil. Dengan sigap ia melompat keluar dan menyeret Visa untuk segera pergi dari situ.

"LARII!!" Nisa menarik adiknya dari tempat itu dengan langkah berdebam.

"KAAAARGHHHH!!!" empat mayat lain yang sedari tadi masih memakan korban mereka, ikut mendesis melihat Nisa dan Visa.

Makanan.

INFEK (on going)Where stories live. Discover now