BAB 2: Gadis Pencarian

9 3 10
                                    

Semesta membentuknya menjadi seorang gadis yang penuh rasa ingin tahu, yang menyukai aroma buku-buku tua, mengejar kupu-kupu dan memeluk dirinya sendiri. Setiap malam, dia merenung di bawah sinar bulan, mencari arti dalam setiap bait dan melodi yang dia ciptakan.

Nggak banyak yang tahu, bahwa dia, Nam, memiliki dua sisi yang berbeda. Di balik sikap cerewet dan bawelnya, dia tampak seperti gadis tangguh yang percaya diri. Namun, pada kenyataannya, dia adalah seorang gadis murung yang memiliki citra diri rendah.

Di depan teman-temannya, dia cenderung mudah mengutarakan pendapatnya. Namun, di depan orang-orang yang membuatnya nggak nyaman, Nam akan kesulitan berbicara. Seperti setiap kali menghadapi keluarganya.

"Gimana kuliah kamu?" tanya Papa.

Nam hidup bersama keluarga baru. Mama menikah lagi dengan laki-laki yang memiliki dua anak cowok dewasa. Adrian Setyabudi yang menjadi kakak tiri pertama Nam sudah menikah. Sementara Dhanandaya Setyabudi sudah bekerja di sebuah perusahaan konsultan. Nam juga memiliki adik kandung bernama Aran Titania, dan Zean Setyabudi adik barunya yang berusia lima tahun.

"Baik." Sebenarnya Nam bisa menjawab lebih dari itu, tapi bibirnya kelu.

"Ada kesulitan?" tanya Papa lagi, berusaha membangun obrolan, karena sebelumnya suasana terlalu hening.

Nam menggeleng, ragu-ragu. "Aku lagi mempersiapkan diri buat wawancara."

"Keliatannya kamu belum siap buat wawancara," sahut Mama.

Nam tak dapat menjawab, membuat Mama kembali berbicara. "Kamu selalu keliatan susah menghadapi sesuatu yang berbau komunikasi. Tapi kenapa milih masuk ilmu komunikasi?"

Lagi-lagi Nam tak dapat menjawab. Bukannya nggak mau, tapi setiap kali Nam hendak bersuara, walau sudah menyusun kalimat sebaik mungkin, tapi begitu dia membuka mulut, semua jawabannya berantakan. Pengalaman itu membuat Nam selalu memilih bungkam.

"Karena pilihannya cuman dua. Nam disuruh masuk hukum atau komunikasi. Dia lebih nggak suka masuk hukum." Dhanan menyahut, seolah tahu perasaan Nam. "Kalau Nam diberi pilihan lain, pasti dia nggak akan pilih komunikasi juga."

"Mungkin Nam tahu betapa sulitnya dunia hukum. Kegagalan Papa sebagai pengacara pasti bikin Nam berpikir berkali-kali sebelum memilih jurusan hukum." Papa menebak.

"Nggak, kok." Walau ingin sekali Nam mengelak dan memuji Papa, tapi yang keluar hanya sebatas itu.

Jayastu Setyabudi adalah pengacara sukses, yang bekerja di sebuah perusahaan firma hukum bergengsi. Namun, akhir-akhir ini performanya menurun—beberapa kali gagal memenangkan sebuah kasus.

Title andal yang disandang sejak dirinya menjadi pengacara pun mulai mengabur dan banyak yang mulai meragukan prestasinya. Walau begitu, Papa masih berusaha keras untuk membangkitkan performanya. Semangat dan percaya dirinya masih terlihat menyenangkan, tapi Nam terkejut mendengar penuturan Papa barusan.

Nam merasa, ada kerendahan diri di dalam nada suara Papa, yang membuat perasaan Nam tercubit. Dia berpikir telah mengecewakan Papa, walau begitu, Nam masih belum bisa bersuara.

Pada akhirnya, rasa bersalah itu menjadi buah pikiran. Sepanjang malam, kekhawatiran telah mengecewakan Papa, dan anggapan Papa bahwa Nam memandang rendah pekerjaannya membuat Nam sulit tidur. Ditambah rencana wawancaranya membuat perasaannya semakin porak-poranda.

"Kayaknya gue jauh lebih membenci diri gue sendiri ketimbang orang lain yang benci gue selama ini," gumam Nam.

Untuk mengalihkan pikiran yang kacau, Nam membuka diary-nya dan mulai menggambar. Dia menggambar potret seorang gadis yang mirip dengannya, sedang menggerakkan tangan membentuk kalimat dalam bahasa isyarat yang berbunyi, "Aku rindu Papa."

Cewek Gemini [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang