Chapter 03.

42.9K 2.7K 21
                                    

"Aku mau buka warung dulu. Kalau bosan kamu bisa susul aku di warung depan ya," ujar Saka lembut seraya mengelus kepala sang istri. Warung milik Saka terletak tepat di depan rumah mereka. Jaraknya pun juga sangat dekat, hanya sekitar dua puluh meter saja.

"Em, boleh aku ikut aja gak? Aku mau bantuin kamu." Saina berkata penuh harap. Hal tersebut bukan tanpa alasan, ia ingat suaminya ini memiliki seorang pelayan yang selalu menggelapkan uang penjualan dengan mengubah daftar pengeluaran dan pemasukan warung makan tersebut. Padahal, jika tidak ada kecurangan, Saina rasa rumah makan tersebut bisa menjadi cukup besar seperti di masa depan saat rumah makan tersebut berpindah kepemilikan.

"Gak perlu, Lily. Aku udah punya karyawan yang nolong aku di sana," tolak Saka halus. Ia tidak ingin anak dan istrinya kenapa-napa itulah sebabnya ia ingin wanita itu di rumah saja. Lagi pula jarak yang tidak terlalu jauh membuat Saka merasa aman meninggalkan sang istri karena masih masuk di dalam jangkauan penglihatannya.

"Tapi aku mau ikut. Boleh ya? Aku janji gak akan kerja yang berat-berat. Paling cuma duduk aja atau bantu-bantu nyiapin pesanan pelanggan,"

"Tap-"

"Pokoknya aku mau ikut!" ujar Saina membuat Saka menghembuskan napas pasrah.

"Baiklah, tapi sesuai dengan ucapan kamu tadi, kamu gak boleh kerja yang berat-berat, kalau perlu duduk aja di kursi lihatin suami kamu kerja," putus Saka tak mau dibantah.

"Oke, makasih Sak-"

"Mas, panggil aku Mas!" pinta pria itu seraya tersenyum manis. Ia tidak terlalu berharap Saina akan mengabulkan ucapannya, karena tahu Saina masih sangat canggung dengan hubungan ini. Lagi pula usia mereka sama yaitu dua puluh tahun, hanya tua Saka beberapa bulan dari Saina.

"Oke Sayangnya aku, Mas Saka!" Tanpa di duga, Saina justru memanggil Saka dengan panggilan yang membuat jantung pria itu berdebar kencang. Dari yang awalnya tidak berharap dipanggil dengan sebutan 'Mas' justru mendapatkan panggilan 'Sayang' dari yang terkasih.

Senyum lebar terpatri di wajah tampan Saka. Pria itu dengan hati riang menarik tangan sang istri seraya tersenyum manis membuat Saina yang ditarik terkekeh geli melihat respon sang suami.

~o0o~

Janji untuk sekadar menemani Saka harus pupus. Di cuaca yang terik ini, cukup banyak pelanggan yang berdatangan sehingga membuat Sake kesulitan melayani seorang diri, ditambah, satu-satunya karyawan milik Saka belum datang padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang.

"Pak Bos!" orang yang ditunggu-tunggu, akhirnya datang. Lea--karyawan Saka--menyembulkan kepalanya, menatap suami istri yang sedang berjibaku menyiapkan makanan pesanan para pelanggan.

"Akhirnya kau datang juga. Tolong bantu saya dan istri saya!" titah Saka.

Gadis itu terkekeh pelan, kakinya melangkah mendekati Saina dan Saka membuat makanan pelanggan. Warung makan ini memang tidak memiliki kasir, para pelanggan bisa langsung membayar di depan, tempat pesanan disiapkan.

Untuk konsep warung makan ini sendiri sama seperti biasanya, di mana makanan lauk pauk serta nasi dipajang di depan toko. Berbeda dari hari-hari biasanya, lauk pauk hari ini terlihat lebih sedikit lantaran Saka tak memiliki cukup modal untuk memasak.

"Namanya siapa, Mbak?" ucap Lea pada Saina, hanya untuk sekadar basa-basi.

Saina menoleh seraya tersenyum sebelum akhirnya kembali menyiapkan makanan pelanggan. "Saina. Bisa dipanggil Ina atau senyamannya kamu aja."

"Oh, kalau nama aku Lea. Salam kenal ya, Mbak."

Sejujurnya Saina ingin mengatakan 'gak nanya' tetapi urung karena tak mau membuat masalah. Lantas, perempuan itu hanya mengangguk saja. Lagi pula, siapa yang mau beramah-tamah kepada orang yang telah menipu riwayat pemasukan dan pengeluaran di toko suami sendiri.

Tak terasa, pukul dua sore seluruh lauk pauk serta nasih sudah ludes terjual membuat ketiga orang itu bernapas lega. Saka sudah tersenyum merekah penuh syukur karena setelah sekian lama, warungnya kembali laris manis.

"Mas, aku boleh cek riwayat pemasukan sama pengeluaran kamu?" ujar Saina tiba-tiba seraya melirik Lea yang sedang bersantai ria.

Dahi Saka berkerut. "Untuk apa?"

"Aku cuma mau ngecek sesuatu." Saina berbisik seraya mengelus lembut dahi sang suami dilanjutkan dengan kecupan ringan di pipi. "Boleh ya?" lanjutnya memohon.

"Tentu saja boleh," ucapnya kemudian membalas kecupan sang istri. "Sebentar, aku ambil."

Saina tersenyum senang, menatap suaminya yang sedang menggeledah laci meja tempat etalase dan uang penjualan disimpan. Setelah mendapatkan sebuah buku catatan yang tak lain berisi catatan pendapatan dan pengeluaran, Saka memberikannya kepada sang istri.

"Ini. Catatan untuk tahun sebelumnya sudah hilang jadi cuma ada catatan untuk tahun ini dari bulan Januari sampai April," jelas Saka.

"Tidak masalah. Yang penting masih ada. Oh iya, omong-omong Lea udah kerja sama kamu berapa bulan?" Tangan Saina bergerak membuka buku catatan tersebut bersamaan dengan matanya yang mulai bergulir dari sisi ke sisi membaca angka serta abjad yang tertera.

Buku catatan ini baru di isi sepertiga dari seluruh lembar dan isinya tertulis dengan rapi. Seingat Saina, warung makan suaminya ini sudah beroperasi kurang lebih dua tahun dari tahun ini dan ia perlu mengetahui berapa lama Lea bekerja sehingga dapat menyimpulkan kapan catatan ini dimanipulasi. Apa mungkin dari awal warung ini di buka?

"Hm, sekitar delapan bulan, mungkin? Aku kurang yakin, yang pasti dia bekerja belum genap satu tahun," jawab Saka.

Saina bernapas lega, itu berarti kecurangan baru beberapa bulan ini dilakukan, setidaknya kerugiannya tidak bertambah besar jika segera ditindak lanjuti.

Mata Saina masih fokus membaca sampai akhirnya ia menemukan beberapa kecurangan pada catatan ini. Jangan salah, Saina berkuliah di jurusan manajemen bisnis dengan sungguh-sungguh. Walau tidak sampai menyelesaikan pendidikannya, Saina tetap memperoleh ilmu bermanfaat dari dosennya.

"Mas Saka, sini, deh," Saina melambaikan tangannya pelan, meminta Saka untuk mendekat.

Dengan rasa penasaran, Saka melangkah kemudian berdiri di sebelah sang istri. Ia mulai membaca apa yang sedang istrinya tunjuk dengan seksama. Awalnya, Saka tak menyadari sesuatu yang salah tetapi, semakin diteliti semakin ditemukan beberapa kecurangan dari catatan tersebut.

"Ada yang salah kan, Mas? Ganjil gitu," imbuh Saina.

Saka mau tak mau mengangguk. Ia menoleh menatap Lea dengan pandangan kecewa. Lea sudah sangat ia percaya untuk mengurus keuangan tetapi kenapa ia tega berbuat curang seperti ini? Saka merasa, ia sudah sangat baik kepada Lea sehingga hampir tidak mungkin untuk karyawannya itu mengkhianatinya.

Tetapi, hampir tidak mungkin bukan berarti mustahil, dan hal tersebut terbukti. Dengan suara tertahan, Saka memanggil Lea. "Lea, sini!"

TBC.

Enervate (Republish) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang