🥀06. Retakan

1.8K 319 24
                                    

- Withered Flowers And Lonely Wolves -

;

Jeno perlahan membuka kedua mata, pandangannya masih kabur namun ia bisa melihat langit-langit kamar yang tampak asing. Telinganya mendengar suara seseorang yang belum pernah ia dengar, membuatnya berusaha memfokuskan pandangannya ke sumber suara tersebut. "Akhirnya kau sadar juga," ucap suara itu dengan nada tenang namun agak sinis.

Mendengar suara itu, Jeno langsung beringsut bangun, badannya terasa lemas namun ia mencoba menjauh dari sosok yang kini tengah berdiri di dekat tempat tidur. Wajah Jeno menunjukkan kebingungan dan ketakutan, matanya terbuka lebar ia mengedarkan pandangannya untuk mencari tahu di mana ia berada sekarang. Jeno ingat bahwa ia berusaha kabur lantas pingsan di tengah hutan yang dingin karena kehabisan tenaga.

Sosok yang berdiri di dekatnya itu kemudian melangkah maju, menghampiri Jeno yang kini terpojok di sudut kamar. Jeno menatap sosok itu dengan pandangan garang, bibirnya mengeluarkan geraman kecil seperti seekor hewan buas yang tengah waspada terhadap musuhnya.

“Tenang saja, aku tidak punya niat sedikitpun untuk menyakitimu,” kata sosok itu yang tak lain adalah Renjun, ia mengangkat kedua tangannya untuk menunjukkan bahwa dia tidak membawa senjata atau benda berbahaya. Wajahnya terlihat tenang dan ekspresinya meyakinkan, namun Jeno tetap tak bisa melepaskan rasa curiganya.

Jeno menggigit bibir bawahnya, mencoba mengendalikan emosinya yang kacau balau. Ia masih merasa tidak aman dan bingung, namun ia menyadari bahwa tak ada pilihan lain selain mendengarkan sosok di depannya.

Renjun menarik sebuah kursi yang tak jauh dari jangkauan, ia duduk di kursi tersebut seraya menyilangkan kaki, tubuhnya ia sandarkan pada punggung kursi dengan sorot mata tak lepas menatap sosok yang masih bersikap antipati terhadap dirinya di sudut ruangan.

"Sebelumnya, aku ingin mengucapkan terimakasih karena sudah menolongku saat diserang monster beberapa waktu lalu. Mungkin kau tidak ingat karena setelah itu kau tak sadarkan diri, tapi berkatmu aku selamat." Ucap Renjun membuka percakapan dengan suara jauh lebih lembut, ini membuktikan bahwa ia benar-benar berterimakasih secara tulus pada pemuda tersebut. "Saat ini kau sedang berada di kastil wilayah utara, aku tidak memaksamu untuk tetap tinggal disini, tapi jangan melakukan hal bodoh dengan pergi dalam kondisi seperti itu, tinggalah sampai kau benar-benar pulih."

Manusia serigala itu tak mengucapkan apapun, kewaspadaannya memang tak sekuat sebelumnya, akan tetapi ia tak bergeming sedikitpun dengan sorot mata menatap Renjun tajam. Dirasa tak ada lagi yang ingin Renjun ucapkan pun tak ada respon yang berarti dari manusia serigala, ia berniat untuk pergi dari sana. Jika setelah ini manusia serigala itu tetap pergi, maka tidak ada lagi hal yang harus Renjun lakukan sebab ia tahu betul bagaimana rasanya dipaksa untuk tinggal saat diri tak menginginkan hal tersebut.

Namun langkah kaki Renjun tertahan saat pendengaran menangkap suara asing yang berasal dari manusia serigala.

"Pembohong, kau pasti juga tidak jauh berbeda dengan bangsawan lainnya. Berdalih menyelamatkan, tapi pada akhirnya mereka hanya menggunakanku untuk kepentingan mereka saja."

Sejak awal Renjun tahu bahwa manusia serigala itu dapat berbicara, jadi ia tidak terkejut. Renjun berbalik guna menghadap sang lawan bicara. "Asal kau tahu, aku tidak punya hobi memelihara hewan atau sejenisnya.. Kenapa? Karena itu merepotkan dan aku benci hal yang merepotkan." ucap Renjun lantas membawa tungkai menjauh tanpa menunggu jawaban dari sang lawan bicara.

Jeno duduk di pojok ruangan, keheningan seolah menyelimuti seluruh sudut ruang tersebut. Tidak ada suara yang terdengar, hanya detak jantung Jeno yang berpacu kencang. Tangan Jeno memeluk tubuhnya sendiri, seakan mencari perlindungan dari ketidakpastian yang mengintai. Wajahnya memerah dan matanya berkaca-kaca, seolah menahan tangis yang ingin pecah.

Withered Flowers and Lonely WolvesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang