🥀08. Tembok Yang Kokoh

980 197 15
                                    

• Withered Flowers And Lonely Wolves •

;

Jeno berlari semakin cepat, napasnya tersengal-sengal, keringat membasahi kening yang tegang. Renjun, yang terkulai lemas di pelukannya, membuat hati Jeno semakin cemas. Malam itu, kastil yang biasanya ramai terasa begitu sunyi, hanya suara langkah kaki Jeno yang menggema di koridor panjang yang tampak tak berujung.

Di kejauhan, sebuah sosok terlihat berjalan dengan lampu minyak di tangan. Itulah Victoria, pelayan yang selalu sedia membantu di samping Renjun. Dengan sisa-sisa kekuatan, Jeno mempercepat langkahnya menuju Victoria, rasa paniknya kian menjadi-jadi.

"Tolong! Tolong kami!" seru Jeno, suaranya terdengar parau dan penuh keputusasaan. Victoria yang mendengar seruan itu langsung menoleh, terkejut melihat kondisi sang tuan muda yang pucat pasi dalam gendongan Jeno.

"Tuan muda!" teriak Victoria, lampu minyak di tangan nyaris terjatuh saat ia bergegas mendekat. Dengan cekatan, Victoria membantu Jeno menopang tubuh Renjun yang tak berdaya.

"Cepat, ikut aku bawa beliau ke kamarnya!" perintah Victoria, suaranya penuh ketegasan namun tidak kehilangan kelembutan. Jeno mengangguk, masih terengah-engah, berusaha untuk tetap kuat.

Mereka berdua dengan cepat melangkah menyusuri koridor, menembus kesunyian malam yang pekat, berharap waktu masih berpihak pada mereka untuk menyelamatkan Renjun.

Cahaya redup kamar itu hanya diperkuat oleh lilin-lilin yang berkelip lembut di sekeliling tempat tidur. Victoria bergerak cepat, tangannya cekatan mengeluarkan peralatan medis dari tas yang selalu siap sedia di dalam kamar sang tuan. Dengan lembut tapi pasti, ia mulai membersihkan mulut Renjun yang masih bersisa darah, matanya fokus tanpa terganggu oleh kehadiran Jeno yang berdiri tak jauh, pucat dan gemetar.

Jeno, yang biasanya tenang dan terkendali, kini tampak kehilangan pegangan. Pandangannya bolak-balik antara wajah pucat Renjun dan Victoria yang sibuk dengan perawatannya. "Apa kau yakin dia akan baik-baik saja?" suaranya bergetar, mencerminkan ketakutan yang mendalam.

Victoria tidak mengalihkan pandangannya dari Renjun, sambil terus mengaplikasikan obat pada luka di lengan dan dada Renjun yang mulai menghitam. "Saya pernah melihat ini sebelumnya. Harusnya saya bisa mengatasinya," jawabnya tenang, kepercayaan diri tidak goyah meski situasi tampak genting.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti jam, Victoria berhasil menstabilkan kondisi Renjun. Napas Renjun yang semula tersengal-sengal kini berangsur normal. Jeno, yang selama ini menahan napas, akhirnya menghela napas lega, pundaknya turun menandakan beban yang terangkat.

Namun dalam ketenangan yang baru saja dirasakan, Jeno tidak bisa menghapus kerutan di dahinya. "Itu.. Hei, bagaimana mungkin ini terjadi? Aku yakin tidak ada panah yang mengenai dia," tanyanya, rasa curiga mulai menyusup.

Victoria berdiri, matanya menatap Jeno dengan tatapan yang serius dan berat. "Kadang racun bisa datang dari arah yang paling tidak kita duga. Kita mungkin perlu mempertanyakan lebih dari sekadar anak panah," ucapnya, meninggalkan Jeno dalam kebingungan tak berujung dan kekhawatiran yang lebih dalam tentang bagaimana dan siapa yang sebenarnya ingin menyakiti Renjun.

Jeno menimbang, apakah ia harus tinggal di sisi Renjun atau meninggalkannya. Setelah menunggu waktu berselang lama dan tak ada tanda bahwa Victoria akan kembali, maka Jeno putuskan untuk tetap tinggal disini menemani Renjun yang tampak lemah. Keheningan malam menjadi satu-satunya teman bagi Jeno, di iringi berbagai pertanyaan serta rasa penasaran akan sosok Renjun.

**✿❀○❀✿**

Pagi itu, sinar matahari mulai menyelinap lembut melalui celah-celah dedaunan yang masih menyimpan bekas salju semalam. Renjun membuka matanya perlahan, dahinya mengerut disambut oleh langit-langit kamar yang sudah sangat familiar baginya. Sekilas, ia merasa seperti hari lain yang biasa, namun ketika matanya menoleh ke samping, tepat di bawah ranjang, jantungnya berdebar kencang. Di sana, terbaring seekor serigala besar, bulunya tebal dan gelap, terlelap dalam tidurnya yang damai.

Withered Flowers and Lonely WolvesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang