13. H-3 Ribet

15 15 23
                                    

***     Hei, I'm back! Ada yang kangen? Sama cerita ini maksudnya. Ok, selama membaca, jangan lupa beri dukungan dengan vote dan komen ya. Terima kasih🤍        ***

***

April berlari dengan bodohnya, lupa kalau punya motor di rumah. Gini kalau tinggal sendiri, nggak ada yang bangunin kalau telat. Dia berdecak dan mengumpat berkali-kali saat kakinya mulai terasa lelah.

Suara bising klakson dari kendaraan yang berlalu lalang menambah perasaan buruk dalam dirinya. Lalu seorang laki-laki dengan seragam SMA tiba-tiba terus mengklaksonnya sambil memepetkan motor ke arahnya membuatnya geram.

Dia berhenti, lalu menoleh.

"Telat, Neng? Mo bareng nggak?" celetuk orang tersebut.

"Sengaja?" ucap April sambil berdecak sebal ke arah pengemudi. Akan tetapi tubuhnya berbalik dan naik ke jok belakang motor laki-laki itu dengan hati-hati.

"Kali ini beneran kebetulan kayaknya. Kalaupun sengaja, ya itu lo dong. Karena ini jam gue," ujar laki-laki itu panjang lebar.

"Serah deh. Ngebutnya yang bener ya, gue nggak mau hilang satu nyawa sama lo," sahut April dari jok belakang.

Laki-laki itu tertawa kecil dari balik helm full face-nya. Dia lalu melajukan motornya dengan lihai. Menarik gas perlahan hingga stabil di angka 60km/jam. Menyelip kiri dan kanan hingga mereka sampai dengan selamat, beberapa menit sebelum bel masuk berbunyi.

"Makasih, Mal," ucap April sambil turun dari motor.

Akmal, si pengendara jago ngebut itu membuka helmnya, tersenyum sangat lebar dan manis pada April.

"Ini nggak ada kalimat mutiara nggak enak setelahnya? Biasanya karena nggak enak jadi mau balas budi terus kasih sesuatu, atau minimal tawarin apa gitu," cerocosnya panjang lebar.

April berdecak. Dia memutar bola matanya malas. Menaikkan ranselnya, dia kemudian membenarkan tali sepatunya yang kendor.

"Makasih Akmal, lain kali gue harap gue nggak ngerepotin lo atau siapapun lagi."

April menjeda, menarik napas panjang sambil menutup mata menetralisir perasaannya yang mulai memikirkan kejadian ramai dan sumpek di jalan tadi.

"Tuhan nggak akan biarin gue lolos dari budi baik lo begitu aja kok, suatu saat pasti bakal balik ke lo. Tunggu aja," sambung April dengan nada datarnya.

Senyum Akmal memudar. Dia menatap lurus gadis itu dalam diam. Membiarkannya berbalik dan berjalan pergi meninggalkannya. Sampai punggung dan bayangan April tak lagi terlihat, walau parfumnya masih tertinggal.

"Kalau harus dengan seribu kali gue gagal baru bisa dapet satu kesempatan buat bikin lo terima bantuan dari gue, gue rela, Pril," tukas Akmal dengan pandangan lurus. Ketulusan terpancar dari kedua iris coklat gelap itu.

Dia segera memarkirkan motornya, lalu berlari ke kelas sebelum jam pelajaran pertama di mulai.

Hari ini April begitu sibuk. Dari mulai masuk kelas, banyak tugas, lalu tiba-tiba di tengah-tengah pelajaran dia dipanggil anak ekskul teater. Sebagai pengurus inti sekaligus salah satu tokoh utama dalam pementasan, wajar kalau dia sangat sibuk apalagi sudah mendekati hari H.

H-3, betul sekali. Saking sibuknya bahkan dia tidak sempat makan atau jajan. Saat semua siswa sudah berhamburan di jam 4, April masih berkutat dengan ekskulnya. Meneliti kembali laporan dari sekretaris, membagi uang untuk dibelanjakan dan juga menghapalkan naskah.

"Nih, gratis dari gue nggak usah bayar. Asal lo makan aja, terus mau pulang bareng gue udah cukup buat rasa terima kasih lo ke gue."

April menoleh ke samping mendapati Akmal menatapnya sambil nyengir lebar. Dia menghembus napas, tak mau berdebat karena jujur saja otaknya masih ngebul kebakaran.

Run from the RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang