Nera sudah terbangun dari tidurnya pukul lima pagi, bahkan sebelum mentari menampakkan diri. Menguap lebar, netra sayunya terpaku melihat jendela kamar yang tirai nya tak tertutup. Pada kaca jendela terlihat tulisan I love you dibawah kalimat tersebut terdapat nama Killer Joker yang ditulis menggunakan darah.
Melangkah gontai, Nera menatap malas jendela kamarnya. Ia sudah terbiasa dengan pemandangan tersebut. Entah sejak kapan dan sudah berapa lama, ia selalu mendapati tulisan tersebut pada kaca jendela kamar setiap hari.
Mengabaikan tulisan pada kaca jendela, Nera memilih mandi dari pada mengurusinya. Toh, nanti juga ada yang membersihkan.
Selesai membersihkan diri, Nera keluar dari kamar mandi sembari menggosok surai basahnya. "Aaaa", teriak Nera terkejut dengan kehadiran Jean tengah memperhatikan jendela kamar.
"Lo ngapain disini bangsat. " tanpa belas kasih, Nera menjambak surai Jean hingga sang empu berbalik menghadapnya.
"Aduhh, duhh, sakit, lepasin dulu. "
"Cih. " Nera melepas jambakkannya, tampak beberapa helai rambut menempel.
"Gue disuruh Kenzie bangunin lo, terus orang yang semalem ngejar lo udah mati, Kenzie ngajak ke TKP sebelum berangkat ke sekolah, "jelas Jean, menatap nanar helain rambut miliknya menempel pada tangan Nera.
Memutar mata malas, Nera berlalu menuju lemari baju, mengambil seragam sekolah, ia kembali masuk ke kamar mandi.
"Nera, " panggil Jean hanya dibalas deheman oleh gadis itu yang melenggang keluar. "Sejak kapan ada tulisan di jendela kamar lo. " Jean penasaran, mengapa Killer Joker menulis hal seperti itu. Apakah pembunuh itu mencintai Nera?.
"Gatau, abain aja, "balas Nera acuh tak acuh.
"Alasan lo cari identitas Killer Joker juga apa karena ini? "
"Hm."
Menyusul Nera, Jean berjalan beriringan dengan perempuan itu yang asik memainkan ponsel. "Menurut lo, apa Killer Joker bener-bener cinta sama lo? "
"Mana gue tau. " acuhnya masih fokus pada layar ponsel.
"Tapi kenapa Killer Jo-" ucapannya terhenti kala Nera membekap mulutnya. Jean menatap lekat kedua netra bagai bongkahan kristal Nera. Dapat ia rasakan hembusan nafas perempuan itu karena jarak wajah mereka yang begitu dekat, bahkan hidungnya hampir menempel dengan milik perempuan itu.
"Gue gak tau. "Menyentil dahi Jean gemas, Nera melepas tangan yang membekap mulut Jean.
"Oh ya, apa kepala lo ada yang luka? Semalam kayaknya gue terlalu kasar. "Menggeleng, Jean memasukkan sebelah tangannya pada saku.
"Kepala gue gapapa, tapi dahi gue berdarah. "Semalam saat Nera menendang kepalanya, dahinya berbenturan dengan lantai cukup keras.
Menyingkap surai legam Jean ke atas, dapat Nera lihat dahi Jean yang tampak noda darah. Sepertinya laki-laki itu tak mengobati lukanya.
Mengambil plaster yang ia bawa, dengan telaten, Nera tempel kan pada dahi Jean. Netra yang tak kalah legam dengan surainya itu melebar kala Nera mengecup luka didahinya, tak lama, karena setelahnya perempuan itu kembali menyentil dahinya.
Disentuhnya dahi yang sempat Nera cium tadi. Terkekeh kecil, Jean menyugar surainya kasar. Sialan, perempuan itu sangat pintar memainkan hatinya.
"Kenzie. "Melirik sekilas pada Nera, Kenzie berdehem singkat lalu kembali melanjutkan acara makannya yang sempat terhenti.
"Gk usah ke TKP. "
Mengerut, Ran menatap Nera heran. "Kita gak bakal dapet apa-apa kesana juga. Paling mayat doang. "Jelas Nera tak memberi Ran kesempatan untuk mengeluarkan suara.
"Kalo lo tau itu gk bakal membuahkan hasil, kenapa lo tetep lakuin? "Suara lembut Jean menginterupsi. Mengacuhkan pertanyaan yang Jean lontarkan, ekor mata Nera melirik pada sosok yang bersembunyi dipohon.
Netranya menajam kala sosok itu melambaikan tangan sembari melemparkan senyum lebar.
Melihat Nera yang tak kunjung menjawab pertanyaannya, Jean mengikuti arah pandang Nera pada pohon besar di halaman belakang mansion. Dahinya mengernyit kala ia tak mendapati apapun selain hanya pepohonan juga tanaman. Apa yang tengah Nera lihat?.
"Ra? "
"Buat mancing dia supaya keluar dan menunjukkan diri. "Dan rencananya telah berhasil.
**********
Nera menarik Kenzie, mengajak pria itu untuk duduk pada meja yang di tempati oleh Jean juga Ran.
"Ngapain lo disini. "Sarkas Ran. Mengendikkan bahu acuh, dengan santai Nera menyantap makannya. Tak memperdulikan Ran yang menatap nya malas dan Kenzie dengan tatapan kesal.
"Nera. "Suara berat Jean bersenandung merdu.
"Emm. "
"Soal tulisan dikaca jendela kamar lo itu..., "Nera memutar matanya jengah. Mengapa laki-laki itu kembali bertanya.
"Apa, " sungut Nera. Karena demi apa pun ia sedang malas membahas Killer Joker. Mendengar nada ketus Nera, Jean tersenyum tipis hingga tak ada yang menyadari. Membuat gadis tupai itu kesal adalah sebuah kesenangan tersendiri untuknya.
"Gue penasaran, apa Killer Joker cinta Nera."Ungkap Jean tak digubris Nera yang sibuk dengan makanannya.
Kenzie mendengus, melihat Nera yang sepertinya tidak memiliki niat tuk menjawab. "Soal Killer Joker cinta atau gk ke Nera, kita gak tau. "Memang mereka berdua tidak tau, apakah Killer Joker benar-benar mencintai Nera atau tidak.
"Sejak kapan Killer Joker neror Nera? "Ran ikut dalam obrolan. Tadi ia sempat diberi tahu tentang tulisan di kamar Nera oleh Jean.
"Gk tau, kayaknya semenjak Nera berusia 12 tahun. "
"Uhuk"
"A-air "Menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak. Dengan tergesa, Ran meminum air yang disodorkan Jean hingga tandas.
"Itu lama banget anjirr. "
"Pasti ada penyebab kenapa Killer Joker ngelakuin hal itu, " ujar Jean. Tidak mungkin apa bila laki-laki dengan riasan Joker itu tiba-tiba meneror Nera.
"Gue setuju, pasti ada penyebab nya sih. "
Nera yang ditatap Kenzie hanya menganggukkan kepalanya. Biar saja laki-laki itu yang menceritakan. Lagipula, Kenzie juga mengetahuinya karena pernah ia ceritakan.
Ia sedang malas mendongeng
"Gue bakal ceritain awal mula Killer Joker Neror Nera, dan penyebabnya. "Jean dan Ran mengangguk serentak. Keduanya tampak serius tuk mendengarkan penjelasan dari Kenzie.
"Jangan ada yang menyela sampai gue selesai. "
Jangan lupa untuk tekan si bintang dan komen ya man teman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who You?
Teen FictionBagaimana rasanyaa dicintai dua pria yang terobsesi dengannya? Mengerikan? Tentu tidak, justru sebaliknyalah yang dirasakan oleh Nera. Yaitu menyenangkan, dan jangan lupa, menantang. Menantang karena ia harus membongkar identitas dari seorang pembu...