BAB 9 : Hangatnya Tom Yam

10 3 0
                                    

Zesail terlihat terdiam di kamarnya, membuat Melody yang berada di dapur sedikit kebingungan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zesail terlihat terdiam di kamarnya, membuat Melody yang berada di dapur sedikit kebingungan. Mengapa kekasihnya tidak turun untuk makan malam? Namun, Melody berusaha menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu.

Ingatan Zesail terbawa ke beberapa hari lalu, tepat saat Melody sedang mengajarkan karate di suatu lembaga. Ia baru tahu bahwa Melody mengikuti kegiatan positif seperti itu. Zesail sempat menanyakan beberapa pertanyaan kepada pelatih lain mengenai Melody.

Ada satu perkataan yang tidak bisa dilupakan Zesail sampai sekarang. Perkataan itu membuatnya ingin terus menjaga Melody. Mereka berdua memiliki masa lalu yang cukup berat karena tinggal bersama-sama.

"Dia mencoba melawan ketakutan masa lalunya sendiri. Jika dia sedang bengong, mimpi buruk yang selalu dia ceritakan pasti muncul menghantuinya. Itu alasan dia mengikuti pelatihan karate ini hingga dia menjadi seorang pelatih. Tapi, aku tidak yakin apakah dia masih melawan rasa takut atau sudah sembuh."

"Dia belum sembuh," bisik Zesail, kemudian langsung menoleh ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka.

Melody masuk dengan apron yang masih terpakai di badannya. Senyum tipisnya sedikit menampilkan rasa takut dan canggung. Zesail menatap kekasihnya, menunggu jawaban.

"Kak Zesail belum ganti baju? Bukannya sudah Melody suruh ganti baju sebelum makan malam. Makan malam sudah siap," cerewet Melody.

Melody yang banyak bicara ini adalah suatu kenyamanan tersendiri bagi Zesail. Ia memilih Melody yang cerewet untuk mengisi keheningan di rumahnya.

"Maafkan aku, Melody. Aku akan berganti baju. Tunggulah di bawah."

Melody mengangguk dan kembali menutup pintu kamar Zesail. Setelah pintu itu benar-benar tertutup, langkah Melody kembali berjalan ke dapur untuk melepaskan apron dan mulai membuat teh hangat dengan potongan lemon. Ini adalah kebiasaan mereka berdua setiap malam. Seteko teh lemon hangat harus tersaji.

Zesail turun ke bawah dan melihat bahwa Melody tidak ada di dapur. Namun, suara gemericik dari arah kamar mandi tidak jauh dari dapur membuat Zesail yakin kalau Melody berada di sana.

Tiba-tiba, suara teriakan Melody cukup nyaring membuat Zesail berlari. Tangannya langsung memutar knop pintu dan mendapati Melody terduduk di lantai kamar mandi. Zesail dengan sigap langsung menggendong Melody dan dengan hati-hati membawanya ke ruang tengah. Sofa menjadi tempat yang nyaman bagi Zesail untuk memeriksa luka kekasihnya.

"Apa lukanya perih?" tanya Zesail sebelum ia beranjak dari duduknya untuk mengambil kotak P3K.

Melody menatap Zesail yang telaten menyiapkan peralatan. Kapas yang sudah dibasahi obat merah membuat Melody meringis menahan sakit. Luka di bagian lututnya membuatnya sulit bergerak.

"Tahan, ya."

Setelah mengoleskan obat merah secara merata ke seluruh luka yang sudah dibersihkan, Zesail menempelkan perban untuk menutupi luka tersebut. Zesail mendongakkan kepala setelah merasakan ada tetesan air yang jatuh ke punggung tangannya. Ia melihat Melody menangis.

Paper Moon [The End✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang