6. Karena aku...

239 34 2
                                    

Pak Ryan duduk di kamarnya. Ia menatap foto lamanya saat bermain ditaman bersama Rika. Ia sangat senang dulu karena akhirnya memiliki teman bermain. Pak Ryan kemudian menundukkan kepalanya.

"Apa yang sudah kulakukan.." ujarnya pada dirinya sendiri.

"Aku... aku tahu penderitaanmu.. dibalik senyumanmu.."

"Tapi aku.. tak bisa berbuat apapun.." air matanya mengalir pelan.

"Aku... kenapa dulu aku tidak ada dipihakmu..." sebuah pertanyaan yang tentu saja tak ada yang kan menjawab. Pak Ryan kemudian mengangkat wajahnya yang kini basah oleh air matanya sendiri.

_____

Rika menatap foto masa kecilnya bersama Ryan. tak ada senyuman disana, yang ada hanya tatapan kesal yang tak menentu. Ia kemudian mengambil sebuah gelang berwarna jingga disamping foto. Gelang bertuliskan namanya. Ia meremasnya kemudian dan membuangnya ke tempat sampah.

"Aku.. tidak peduli.." ujarnya. "Aku selalu.. membencimu kak.."

_____

Suara bel pulang di SMA Nusa Persada terdengar. Rin segera keluar dari kelas tanpa sempat dicegah oleh Pak Ryan yang mulai menyadari sesuatu. Pak Ryan berdecak kesal dan membereskan barang-barangnya yang ada di kelas.

Rin berlari menuju SMA Melati. Matanya sembap tanda lelah menangis. Langkahnya semakin cepat saat ia melihat pintu gerbang sekolah yang terbuka. Terdengarlah suara bel pulang diikuti suara sorakan gembira dari sekolah itu.

Rin berdiri bersandar pada dinding disamping pagar. Ia mengatur nafasnya yang terengah-engah disana. Beberapa anak mulai keluar, Rin mulai memperhatikannya satu persatu. Beberapa anak menatapnya sambil berbisik, tapi Rin pura-pura tidak melihatnya.

Mata Rin tertuju pada seorang anak perempuan berambut panjang diikat. Tatapannya bening dan dengan senyuman tersungging diwajahnya. Ia berjalan seorang diri dengan tas ransel merah yang masih terlihat baru.

Rin menarik tangan gadis itu dan menariknya. Rika tercenggang dan berusaha melepaskan tangan Rin.

"Hei!" seru Rika. Rin tidak peduli dan menariknya ke tempat lain. Masih dengan tangan Rin yang mencengkeram tangan Rika, mereka berdiri di tempat yang jauh dari gerbang.

"Apa maumu?" Tanya Rika cepat sambil berusaha melepaskan diri. Dari gerakannya Rin tahu bahwa saat ia melepaskan tangannya Rika akan berlari.

"Jangan lari dariku!" seru Rin kesal. "Jangan lari sebelum aku selesai bertanya."

"Aku muak denganmu, menjauh dariku!" Rika membalasnya dengan suara yang setengah berteriak.

"Kenapa kamu meninggalkanku Rika.."

Rika terdiam mendengar pertanyaan itu. pertanyaan dengan suara bergetar milik Rin.

"Aku.. membencimu.." jawab Rika pelan.

"Rika.."

"Aku sangat membencimu.."

Rin terdiam dan tidak bisa mengatakan apapun saat mendengar Rika mengatakan itu semua dengan air mata yang mengalir dan tatapan penuh kebencian.

"Aku bahkan bisa gila jika mengingat betapa bencinya aku padamu." Tambah Rika. Rin melonggarkan cengkeramannya.

"Ke-kenapa..?"

"Karena kamu.. sudah merebut semua milikku."

Rin tercenggang. Matanya membulat.

"Aku tidak peduli jika kamu mengambil bonekaku, tapi aku tidak akan memaafkanmu karena sudah merebut perhatian ayah dan ibu." Jelas Rika. Tatapan kebencian itu dengan jelas menatap hina Rin. "Bagi ibu... akan lebih baik jika ia hanya memiliki Rin, bukan Rika.."

"Itu tidak benar!" seru Rin. Tapi terlambat. Rika berhasil lepas dari tangan Rin dan berlari. Rin berdecak kesal dan mengejar Rika yang berlari menjauhinya.

"Rika!" Rin berteriak memanggil, tapi Rin terus berlari tanpa memperdulikan apapun. Bahu Rin menabrak seseorang.

"Rin?" Rin tercenggang melihat Pak Ryan yang baru saja keluar dari toko buku. Belum sempat Pak Ryan menarik lengan Rin dengan mengucapkan sesuatu, Rin telah berlari cepat meninggalkannya. Pak Ryan menyipitkan matanya melihat dari kejauhan apa yang terjadi.

Buku ditangannya kemudian terjatuh. Mata Pak Ryan membulat melihat kedua kakak beradik itu berlari. Pak Ryan segera berlari mengejar mereka berdua tanpa memperdulikan buku yang baru dibelinya.

Rin dengan nafas terengah-engah terus berlari meraih adiknya itu. Wajah Rin memucat saat melihat adiknya itu akan menyebrang tanpa memperhatikan sebuah truk berwarna merah akan melintas. Ia mempercepat langkahnya yang semakin dekat.

"Ri.." Rin tidak melanjutkan memanggil nama adiknya itu, tangannya meraih lengan Rika dan menariknya dengan kuat lalu melepaskannya. Rika dapat merasakan rasa sakit dibahunya karena terkena kerasnya aspal. Ia mendengar suara keributan yang memekikan telinga, tapi mengabaikannya. Perlahan Rika membuka matanya dan memusatkan pandangannya pada keramaian di seberang jalan.

Rika dengan susah payah berdiri dan berjalan mendekati keramaian itu. Matanya membulat dengan wajah yang memucat. Ia mengatur nafasnya yang terengah-engah karena berlari.

"Rin! Rin!"

Rika hanya bisa diam diantara keramaian melihat kakaknya yang bersimbah darah itu. Mata kakaknya tertutup dan tubuhnya yang terkulai lemas berada didalam pelukan orang yang disayanginya.

"Rin! Bangun Rin!" Pak Ryan terus meneriakkan nama kakaknya itu dengan wajah panik. Beberapa saat kemudian terdengar suara sirene ambulans yang menuju ke tempat itu. Melihat situasi yang pernah dialaminya, seluruh indranya teringat akan hari saat ia mengalami kecelakaan itu.

Tubuhnya lalu dengan lemas terjatuh dengan kepala yang terasa panas.

_____

33SP$5

SiriusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang