29| stuck with you

102 14 42
                                    

Fortitude Valley, 02 Januari 2024
━━━━━━━━━━


"Gue udah bilang, gue ga lagi nerima tamu."

Wajah kusut Jake makin terlihat saat seseorang menghadang di ambang pintu. Namun, laki-laki dengan blazer hitam itu tetap menerobos masuk ke apartemen tanpa menoleh sedikit pun.

"Tiga jam aja, habis itu gue keluar lagi," balas Jake yang langsung disambut decakan dari lawan bicaranya.

"Lokasi syuting lo nggak jauh dari apartemen lo sendiri, kenapa malah dateng ke sini?" tanya Jay, rekan kerja Jake, yang saat ini menatap laki-laki Aussie itu dengan sorot mata tajam. Jake hanya mengetikkan bahu setelah menyampirkan blazer hitamnya di gantungan.

"Yang ada gue makin stres di sana," jawab Jake sembari menjatuhkan diri di atas sofa berbahan kulit, menyandarkan rambut berantakannya di sandaran sambil menghela napas panjang.

Apartemen Jay tidak pernah bebas dari pakaian yang berserakan, tetapi juga tidak terlalu buruk jika hanya dijadikan tempat singgah. Jake dan Jay pernah seasrama waktu sekolah menengah dulu, sehingga pemandangan seperti itu sudah biasa bagi mereka.

Suasana apartemen Jay yang hangat membuat Jake selalu betah. Langit-langit dan jendela tinggi memungkinkan cahaya alami membanjiri ruangan, menyoroti lantai kayu bergaris serta furniture mewah di beberapa sudut. Semua elemen itu menciptakan suasana yang harmonis, menawarkan lingkungan sempurna untuk melepaskan diri dari dunia luar.

Kecintaan Jay pada memasak juga tercermin dalam peralatan dapurnya yang lengkap, tempat dia sering menyiapkan hidangan lezat guna dinikmati selepas kerja atau kuliah. Terkadang dia menyisakan sedikit untuk Jake yang sering mengeluh lapar karena tidak sempat makan di tengah padatnya jadwal pemotretan. 

Jay kembali melanjutkan aktivitasnya yang tertunda. Power bank, flashdisk, kabel OTG, dan beberapa alat lain di meja menunggu untuk dirapikan. Laki-laki berkemeja putih itu segera memasukkannya ke dalam sebuah pouch dengan penuh perkiraan, memastikan tidak ada ruang yang terbuang.

"Lena lagi di tempat lo sekarang?" Jay tahu betul motif Jake datang. Jika bukan karena bosan, pasti wanita yang dia jadikan alasan. "Lo bilang kalian jarang punya waktu bareng. Giliran ada kesempatan, why do you act like you don't care?"

Jake memutar bola matanya malas. "I do care, but that doesn't mean gue harus ngorbanin banyak waktu istirahat buat dia." 

"Terus lo biarin dia nunggu gitu?"

"Udah gue suruh pulang tadi lewat VN."

"Gila," ejek Jay, tidak habis pikir dengan jalan pikiran Jake. "Pantes aja dia sewot mulu di telepon, orang cowoknya plin-plan kayak gini."

"Can you just shut up?" Tanpa sadar Jake menggunakan nada dinginnya. Laki-laki yang mengenakan turtleneck abu-abu itu sedang tidak mood berurusan dengan siapa pun saat ini. "Entar gue pulang sebentar kalo dia masih betah di sana."

Jay mendengkus, malas mengerahkan tenaga lagi untuk memperdebatkan hal yang tidak perlu. Percuma saja dia menyindir ini-itu. Laki-laki berkepala batu seperti Jake agaknya harus dihadapkan dengan konsekuensinya dulu baru bisa mengerti.

"Lo mau ke mana?" Jake memperhatikan Jay yang duduk di depan koper dan setumpuk pakaian bernuansa gelap. 

"Besok gue balik ke Seattle."

Escapism | JAKE ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang