31| medicine to heal our heart

140 24 69
                                    

South Brisbane, 10 Januari 2024
━━━━━━━━━━


"Someone's looking cozy."

Kekehan renyah di tengah alunan musik contemporary R&B berjudul 'Double Take' memecah keheningan malam itu. Dieza berdeham pelan, tersenyum sambil menata bantal di atas ayunan rotan agar nanti punggungnya dapat bersandar dengan nyaman.

"Karena ini unplanned, gue ga bisa pake tempat biasanya. Lagian di sini suasananya lebih mendukung," balas Dieza yang kini sibuk membenarkan angle kamera.

"Support buat tidur?" Jake memperhatikan Dieza melalui layar ponsel, tiba-tiba teringat momen ketika mikrofon gadis itu mengeluarkan dengkuran halus.

"Don't bring up the past please?" ujar Dieza, tidak ingin mengungkit kejadian memalukan di kesempatan pertama mereka melakukan video call. "Waktu itu gue capek banget, ga bisa ditahan lagi."

Dieza dapat beradaptasi dengan cepat karena sejatinya Jake adalah teman yang sudah sering dia ajak bicara. Meskipun begitu, gadis berkaus v-neck dan kemeja oversized tak dikancingkan itu belum berani mengungkap alasan di balik keputusannya memilih balkon alih-alih kamar.

Konflik keluarga Dieza mungkin sudah Jake hapal di luar kepala. Namun, jika Jake tahu dia pernah bertikai dengan orang tua karena game hingga mengakibatkan rusaknya sebagian fasilitas yang didapatkanya, bisa dipastikan laki-laki itu akan langsung membatalkan sesi bermain mereka.

Dieza tidak mau membuat Jake kecewa atas hal-hal kecil yang harusnya bisa dia lakukan untuk membalas kebaikannya.

Di sisi lain, Jake hanya mengangguk-angguk. Lagi pula dia lebih nyaman berkomunikasi seperti ini. Melihat gadis dengan rambut hitam tergerai tanpa make-up saja sudah cukup membuatnya sulit fokus. Entah apa yang terjadi jika gamer amatir itu menunjukkan pesonanya sambil duduk di kursi gaming.

Ya, Jake belum siap memanggil kembali ingatan manis saat kali pertama menemukan Dieza.

"Let's see how much you've improved since your little hiatus," tukas Jake setelah Dieza mengundangnya ke dalam sebuah room.

"Sebulan rehat ga bakal bikin skill gue turun." Ibu jari Dieza menyentuh ikon start untuk memulai matchmaking, tetapi matanya tidak bisa lepas dari figur Jake yang mengenakan hoodie hitam di seberang sana. "Lo gugup, ya? Ga usah ditutup-tutupin begitu."

Refleks Jake tertawa sambil menunduk, kebiasaan ketika gesturnya berhasil dibaca. Ternyata berbicara langsung dengan Dieza sebesar ini efeknya. Jake merasa telapak tangannya dingin karena ucapan gadis itu memang benar adanya.

"Gue bukan satu-satunya yang nervous di sini." Mata Jake menelusuri jajaran hero di layar, memilih yang paling berbahaya untuk di-ban. "Just remember who's the pro gamer between us."

"Oh, sombong! Sengaja ga inget siapa yang dulu pernah ngajarin gameplay hero-hero meta?"

"Well, a little confidence ga pernah nyakitin orang lain." Jake tanpa sadar mengerling, membuat Dieza terkejut karena tiba-tiba pipinya terasa panas. "Lagian gue udah berkembang sekarang. I don't need any more help."

"Gosh, don't be like peanuts forget the skin." Tidak ingin tertangkap basah sedang tersipu, Dieza segera beralih mencermati hero lawan untuk memilih hero counter saat mendapat second pick.

Jake terkekeh melihatnya. "More like you're the only peanut brain here, picking such a weak hero. Siap-siap panen cokelat."

"Mau lemah atau engga, itu tergantung pilot-nya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Escapism | JAKE ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang