.
.
.
.
.Udah tiga bulan semenjak Sagara dan Isa menjalin hubungan tanpa status. Isa ngalamin banyak peningkatan berkat kehadiran Sagara di hidupnya. Orang-orang ngak bakal nyangka Isa bisa berubah 180° jadi orang yang berbeda hanya karena campur tangan Sagara seorang.
Hari ini adalah penentuan nya. Sesuai syarat dari Sagara, kalau rankingnya ngak lagi stuck di rank terakhir, mereka bakal pacaran. Isa berharap kerja kerasnya terbayar, setidaknya ia telah menemukan alasan untuk menunjukkan potensi terbesar dirinya.
Gadis itu mengigit bibirnya cemas, menunggu di koridor kelasnya sambil menatap lurus ke arah jendela di mana sang mama tengah mengambil rapor miliknya. Ia tak berani masuk, khawatir bila nilainya tidak sesuai ekspektasi. Dalam hati merapal mantera dengan kata-kata yang sama, "ku mohon..ku mohon...ku mohon."
Tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dari belakang. Isa terperanjat melihat Sagara mengayunkan rapot di tangannya sambil tersenyum manis. "Aku mengalahkan kakakmu, aku ranking 1 paralel. Hebatkan aku?"
Isa tertawa senang, ia dapat meluluhkan es yang ada di hati Sagara. Pria itu hanya bersikap manis padanya, tidak kepada gadis manapun. Dia menarik rapot itu dari tangan Sagara dan melihat-lihat, "Wah kau benar-benar jenius. Nilaimu yang paling rendah bahkan tak menyentuh angka 80. Selamat, kau berhasil mengalahkan Ci Isa sekali lagi. Kau harus mentraktirku untuk itu!" Sagara mengangguk mengiyakan.
"Apa kau kemari dengan ayahmu? Di mana ia?" Isa celingak-celinguk kesana kemari mencari eksistensi pria paruh baya kaya raya itu namun nampaknya batang hidungnya tidak terlihat. "Ajudan dad yang mengambil rapotku sebagai perwalian" Sagara menjawab rasa penasaran Isa.
"Isa! Astaga sayang mama ngak percaya. Kayaknya mama barusan mimpi ga sih? Mama kira lihat kamu masuk peringkat sepuluh besar harus nunggu dunia terbalik dulu." Victoria baru saja keluar dari kelas Isa dengan senyum sumringah, terlihat sekali wanita itu puas dengan hasil kerja Isa selama beberapa bulan ke belakang. Tidak sia-sia juga ia membayar Sagara mahal-mahal untuk menjadi tutor si bungsu. Di banding meminta Isa, si sulung hanya akan mengajak adiknya mengibah alih-alih belajar.
"Aku? Peringkat sepuluh besar? Mama pasti bercanda?" Isa berseloroh tak percaya. Mamanya mengangguk penuh semangat, sambil menunjukkan nilai-nilai di rapot Isa, "Nih sa, kamu ranking sepuluh. Wali kelasmu seneng banget tuh ngejelasin sama Mama tingkah lakumu yang sekarang jadi baik banget, gapernah lagi tidur di kelas, presentasi nya lancar. Mama janji abis ini ngak bakal banding-bandingin kamu lagi sama Ita." Cerocos Victoria.
Isa menatap manik mamanya penuh curiga, mamanya ini suka janji-janji palsu. "Apa iya mama bakal stop bandingin aku sama Cici? Mama kan always says Cici anak kandung, aku anak pungut."
"Aduh..aduh sakit ma." Isa mengaduh kesakitan karena mamanya ngejewer dia keras. "Kamu ini ngomongnya gak sopan di depan Sagara. Sagara makasih ya udah mau ngajarin anak Tante, pelet aja dia terus biar rajin. Kamu mau pacarin juga gak papa, Tante ikhlas punya calon menantu kayak kamu." Wajah Sagara dan Isa sama-sama memerah mendengar penuturan Victoria.
"Kalau kalian mau jalan abis ini ngak papa, mama ngak larang. Nanti malem kita barberque ya sa, ngehibur cicimu tuh lagi sedih ngak berhasil rank 1 paralel. Sagara, kalau kamu mau ikutan, dateng aja ke rumah ya Tante masak banyak." Setelah menyelesaikan pembicaraan dengan Mama Vic, Sagara membawa Isa menuju mobilnya.
"Mamamu udah ngizinin kita jalan. Ayo kita pergi ke tempat yang kamu mau, aku juga pengen ngutarain sesuatu." Sagara menatap manik Isa serius. Pria itu membenarkan anak rambut yang berantakan di wajah Isa.
Isa di tempat duduknya deg degan menunggu pembicaraan dari hati ke hati mereka. Sagara berlaku sangat manis padanya—sifat, tindakan, dan juga perkataannya, seharusnya Sagara mau kan jadi pacarnya?
"Kamu mau ke mana?"
"Kebun raya." Balas Isa asal.
"Bogor? Oke" Isa kaget saran asalnya disetujui. Tapi kemanapun ia pergi, asalkan bersama Sagara, rasanya tak masalah.
.
.
.Pukul sebelas, keduanya telah duduk beralaskan tikar di kebun raya. Hampir sepuluh menit lamanya semenjak mereka menyiapkan tempat piknik, tidak ada satupun dari mereka yang membuka suara.
Isa jadi deg degan dan khawatir, Sagara bakal nembak dia, atau malah bakal bilang Isa kurang worthy buat sama dia.
"So Kalisha.."
Di tengah pikiran yang berkecamuk, jemarinya digenggam oleh Sagara. "Aku menjaga janji kita, dan akan menepatinya. Kamu udah berjuang, dan membuktikan sama orang-orang, orang tua, guru, ataupun teman sekelasmu bahwa seharusnya mereka ngak nganggap remeh kamu. Kamu dulu punya satu sifat buruk, males. Tapi kamu mau berubah, demi masa depan kamu. Aku bangga sama kamu Isa, dan aku pengen bilang aku...."
"..aku sayang sama kamu, aku mau terus jaga kamu seperti sekarang ini." Sagara membelah surai Isa, membalas senyuman yang terbingkai indah di wajah sang gadis.
"Will you be mine?"
"Of course i will. Thank youu for all you did for me." Di tengah teriknya sengatan cahaya matahari, pegunungan menjadi saksi mulainya kisah cinta sepasang insan manusia.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙰𝚗𝚍𝚊𝚒 𝙰𝚔𝚞 𝙽𝚘𝚋𝚒𝚝𝚊
Short StorySiapa sih yang nggak tau tentang Nobita? Si tokoh utama dari serial kartun masa kecil kita semua, Doraemon. Nobita diceritakan payah dalam semua hal, bodoh, dan punya banyak kelemahan. Dia polos, lugu, naif, penakut dan juga sering ngeluh. Orang mun...