Dua Puluh Tujuh 🎧

61 8 17
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Kelas sudah berlangsung sekitar dua puluh menit yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kelas sudah berlangsung sekitar dua puluh menit yang lalu. Beragam coretan di papan tulis pun sudah dijelaskan secara detail oleh sang dosen yang mengajar di jam itu. Akan tetapi, semua materi itu sama sekali tidak bisa dicerna oleh perempuan yang tengah memainkan pulpen di tangannya. Pandangan matanya memang menghadap depan, tapi isi pikiran dan perasaannya berkeliaran kemana-mana. Sampai akhirnya, sebuah sikutan mengembalikan semuanya.

Dia menoleh, melihat teman di samping bangkunya yang baru saja menyikut lengannya. "Apa?" Dia memberikan pertanyaan sambil berbisik karena sang dosen masih berada di sana.

"Lo dipanggil, tuh!" balas temannya ikut berbisik sambil menunjuk ke arah tempat duduk Bu Trisna.

"Nindya Anastasya!" panggil dosen berjilbab merah menyala itu sambil mencari pemilik nama yang sejak tadi tidak menyahut-nyahut.

"Eh, saya, Bu!" Nasya segera mengangkat tangannya agar dosen tersebut tahu bahwa dia ikut kelas terakhir hari ini.

Bu Trisna hanya menggeleng melihat tingkah mahasiswanya satu itu. Beruntung, dia segera menyahut. Jika tidak, maka huruf 'a' kecil pasti sudah tertulis di samping namanya.

"Ada pertanyaan untuk materi hari ini, Nasya?" tanya Bu Trisna sebelum mengabsen mahasiswa yang lain.

"Belum ada, Bu," jawab Nasya jujur. Selain tidak mendengar sebagian materi yang dijelaskan, pikirannya juga sedang tidak fokus tadi. Jadi, Nasya tidak punya stok pertanyaan kali ini.

"Tumben." Bu Trisna bergumam seraya memperbaiki letak kacamatanya. Barulah kemudian, dia melanjutkan kegiatannya mengabsen beberapa mahasiswa yang belum disebut namanya.

Kelas sore itu berakhir tepat saat azan Ashar berkumandang. Nasya dan beberapa teman perempuan lainnya tidak langsung menuju gerbang keluar. Mereka biasanya akan langsung pergi ke masjid kampus untuk menunaikan sholat sebelum pulang. Hal itu sudah menjadi kebiasaan mereka setiap kali mendapat jadwal kuliah sampai sore.

Sekitar dua puluh menit menghabiskan waktu untuk berjamaah sholat, Nasya pamit lebih dulu pada teman-temannya. Dengan langkah buru-buru dia menuju gerbang utama. Belum sampai di sana, dia sudah disambut dengan senyuman seseorang yang kini juga melambaikan tangan.

Meski terkejut, tapi bibir merah alaminya juga ikut menerbitkan senyum. Dia tidak menyangka jika laki-laki berseragam SMA itu akan datang kembali ke sini, menjemputnya. Tanpa membiarkan sosok itu menunggu lebih lama, Nasya kembali melanjutkan langkah yang sempat terjeda tadi.

"Udah lama di sini?" tanyanya ketika sudah tiba di depan Angkasa.

"Baru aja. Tadi ada latihan boxing sama Rion sebentar, makanya baru datang sekarang," cerita laki-laki itu.

"Udah sholat?" tanya Nasya lagi.

"Udah."

Jawaban Angkasa berhasil melebarkan senyumnya. Namun, senyum itu tidak bertahan lama setelah matanya melihat buku jari Angkasa memerah, lagi. Sepertinya, laki-laki itu sangat hobi melukai diri sendiri.

Angkasa Nasya [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang