Kevin menggigil, giginya gemerutuk kedinginan. Ia hanya bisa memeluk dirinya sendiri dalam gelap malam. Tidak, gelap dalam kamar mandi yang entah sudah berapa lama ia dikunci sejak dihajar habis-habisan oleh Ayahnya.
Wajahnya pias, mukanya pucat. Ia tidak ingat kapan terakhir kali makan dengan benar. Yang ada di pikirannya saat ini adalah tidur. Tidur nyenyak tanpa gangguan dan rasa takut.
Suara pintu kamar mandi dibuka membuat kepalanya menengadah, ia menamengi kepalanya siap dengan kedua tangan. Takut jika sepatu berat Ayahnya kembali menghantam tempurung kepala. Sedikit meringis karena gerakan yang tiba-tiba.
Tentu saja, Sang Ayah tidak tinggal diam. Pria paruh baya itu dengan enteng menendang perut putra tunggalnya. Membuat yang lebih muda merintih sambil memekik sederhana. Rasanya semua cairan lambungnya akan keluar jika hal itu terus dilakukan.
Tangan kekar itu menjambak surai halus yang sudah lebih dulu basah sebab dipaksa masuk bathub sejam yang lalu. "Kalau sampai Ayah lihat kamu buat onar lagi.." Desis menyeramkan dengan mata tajam.
Kevin yang sudah menggigil, tidak fokus mendengarkan. Napasnya berseru hebat, ia sudah pasrah dengan apapun yang akan Ayahnya lakukan. Karena memang biasanya seperti itu. Ia, akan menjadi samsak hidup yang Ayahnya mau ketika terjadi sesuatu atas dirinya maupun keluarganya.
Kepalanya dihempaskan kasar hingga terkena ujung bathub dan tergores ringan. Tidak sakit. Kevin bahkan pernah dilempar vas bunga dan menggores dahinya lebih dalam dibanding ini. Bisa dibilang, selama delapan belas tahun ia hidup, sudah banyak hal yang terjadi.
Ayahnya mendengkus pelan, "..Ayah nggak akan segan buat ngelakuin hal itu lagi."
Mata Kevin membulat. Tepat setelah ayahnya mengatakan kalimat menyeramkan. Membuat otaknya memutar masa itu. Masa yang tidak akan pernah mau ia ulangi lagi. Apapun keadaannya.
Dengan sisa tenaga, ia bersimpuh. Sujud dan memegang kaki Ayahnya sekuat mungkin. Memohon dengan sisa kekuatan yang ada. "A-ampun.. Ayah.." Lebih terdengar seperti rintihan yang menyedihkan.
Ayahnya mendengkus kasar, lalu meninggalkan kamar mandi tanpa sepatah kata lagi. Membiarkan pintu lebar itu terbuka, membawa angin masuk sehingga tubuh Kevin makin perih.
Hal yang harus ia lakukan saat ini adalah makan. Kevin tau. Ia harus tetap sekolah dengan keadaan apapun keesokan paginya.
Dengan gemetar, ia meraih pinggiran bathub. Pelan-pelan meraba dinding dan keluar dari kamar mandi. Disambut Bi Yem yang sudah khawatir sedari tadi.
"Aden.. Kita obati dulu ya?"
Kevin menahan tangan renta itu. Menggeleng pelan. Ia hanya ingin makan. Lalu berbaring. Persetan dengan bajunya yang basah atau sobek di beberapa bagian. Ia lapar. Hanya lapar.
"Makan dulu ya, Bi?" Terdengar seperti memohon dibanding bertanya. Bi Yem hanya mengangguk pasrah. Memapah Tuan Muda yang sedari kecil ia besarkan dengan penuh jiwa raga itu dengan hati-hati.
Kali ini, Tuan Besar sangat marah perihal Kevin yang ketahuan membolos di jam pelajaran. Ditambah, adanya laporan jika nilai Kevin akhir-akhir ini turun. Membuat kepala keluarga mengamuk semalaman.
🍞🍞🍞
KAMU SEDANG MEMBACA
Kata MANGATA
Fiksi PenggemarBayangan bulan di air yang terbentuk seperti jalan. Seperti diperuntukkan khusus bagi setiap malam Kevin yang panjang. Entah bagaimana dan apa yang harus dilakukannya untuk bertahan hidup. Ia hanya ingin satu, lulus SMA dengan tenang serta keluar da...