Matahari berganti tugas dengan bulan, menyinari sisi lain muka bumi pertanda jika malam hari telah berganti. Saina sedikit merasa aneh dengan bantal yang ia gunakan, terasa lebih keras, dan tidak mencakup seluruh kepalanya. Perlahan, gadis itu membuka matanya. Pandangan pertama yang ia lihat adalah wajah tampan milik Saka.
Senyum secara otomatis terpatri di wajah cantiknya. Setelah sekian lama, ia dapat merasakan bagaimana tidur di pelukan Saka--suami yang ia cintai. Ya... ini memang salahnya, seharusnya sejak dulu ia tidak bersikap egois sehingga tidak menyia-nyiakan pria ini, mungkin sampai akhir usia ia akan tetap bisa berada di pelukan hangat ini.
Tiba-tiba, perut Saina terasa bergejolak hendak mengeluarkan isi lambungnya membuat Saina reflek membekap mulutnya. Ia bangkit kemudian dengan tergesa-gesa berjalan keluar dari kamar menuju kamar mandi. Suara orang muntah-muntah seketika memenuhi pagi yang cerah tersebut. Suara muntahan itu bahkan sampai mengganggu tidur Saka, membuat pria itu turut membuka matanya.
"Lily?" panggilnya namun hanya disahuti dengan suara muntahan. Lekas saja Saka berjalan menuju kamar mandi tempat suara itu berasal. "Lily? Kamu gak apa-apa?" tanyanya khawatir saat melihat istrinya terduduk lemas.
"Aku gak--" Belum selesai Saina berujar, ia kembali memindahkan isi perutnya. Saka berjalan mendekat, mengurut tengkuk istrinya.
"Lemes banget," keluh Saina setelah memuntahkan seluruh isi perutnya.
Tatapan kekhawatiran dari Saka semakin memancar. "Kamu istirahat aja, ya, di kamar."
Saina menggeleng tak setuju. "Aku belum masak, belum lagi nanti kamu buka warung gak ada yang bantu."
"Hari ini aku gak buka warung, lagi pula lauk pauknya belum dibikin. Untuk urusan rumah biar aku yang urus kamu istirahat aja sampai mendingan," ujar Saka lembut.
"Tapi aku mau bantu," rengek Saina.
"Nurut, Lily! Aku gak mau kamu dan anak kita kenapa-napa." Saka sedikit menaikkan intonasi suaranya membuat Saina diam dan akhirnya mengangguk pelan-pelan, menyetujui titah sang suami.
Melihat hal tersebut, Saka tersenyum. Ia meletakkan satu tangannya di bawah leher sang istri sedangkan satu tangannya lagi di bawah lipatan kaki sang istri. Selanjutnya, ia menggendong istrinya, membawa wanita itu ke kamar. Setelahnya, ia meletakkan Saina dengan lembut di atas tempat tidur kemudian mengecup lembut dahi wanitanya. "Istirahatlah, orang yang kena morning sickness biasanya karena banyak pikiran dan kurang istirahat," ujarnya sebelum meninggalkan kamar.
Batin Saina berdecak kagum, bahkan pria itu tahu tentang morning sickness dan cara mengatasinya. Benar-benar tipe suami idaman yang sayangnya dulu Saina sia-siakan. Tak ingin pikirannya tentang penyesalan berlanjut, Saina memilih menutup matanya, menuruti titah sang suami untuk menutup mata.
Lagi pula, morning sickness ini cukup menyiksa dan baik di kehidupan sebelumnya dan di kehidupan ini, Saina sama-sama mengalami penyakit yang biasa diidap oleh para ibu-ibu yang hamil muda, mungkin baik sekarang maupun dulu, ia terlalu banyak berpikir sehingga hampir membuat stres.
~o0o~
Satu jam setelah Saina benar-benar terlelap, Saka kembali memasuki kamar dengan membawa mangkuk berisi sup yang masih mengepulkan asap, membuat siapa pun penyuka makanan sehat dan berkuah tersebut tergiur. Pria itu meletakkan sup serta segelas air putih di atas nakas kemudian mulai membangunkan istrinya yang sedang tertidur lelap.
"Sayang, bangun. Makan dulu yuk?" Saka mencium pipi sang istri beberapa kali sampai wanita itu melenguh karena merasa terganggu dan perlahan mulai membuka matanya.
"Mas masak apa? Kok wangi banget?" seru Saina tertarik. Baru Saja membuka mata ia sudah di sambut dengan wajah tampan Saka serta wangi masakan yang menggiurkan untuk disantap.
"Sup. Kamu mau? Aku buatin makanan yang ringan biar mudah dicerna." Saka mengambil mangkuk berisi sup yang tadi ia letakkan di atas nakas.
Spontan Saina mengangguk antusias, namun tak lama kemudian dahinya mengerut. "Kok cuma satu? Mas gak makan?"
Saka menggeleng sebagai jawaban. "Kamu aja yang makan, kamu butuh banyak asupan agar bayi kita tumbuh sehat."
Seketika wajah Saina memerah ketika mendengar ucapan suaminya. "Apasih, jangan bercanda!" ujarnya bahkan sampai tergagap.
"Aku gak bercanda, Sayang. Kamu makan aja duluan, nanti aku belakangan."
"Ini aja. Nafsu makan aku lagi menurun jadi kayaknya gak habis, kita makan semangkuk berdua aja."
Saka tersenyum senang. Ia mengangguk seraya menyendokkan nasi yang tercampur dengan kuah sup ke hadapan bibir Saina. "Buka mulutnya."
Saina menurut, membuka mulutnya kemudian melahap makanan itu. Rasa sup penuh rempah itu seketika memenuhi mulutnya, memanjakan lidah yang sedari pagi belum diisi apa-apa. "Sekarang giliran Mas, sini!" Saina merebut mangkuk tersebut kemudian menyendokkan makanan tersebut turut melakukan seperti apa yang tadi Saka lakukan.
Saka dengan senang hati menerima suapan tersebut. Menghabiskan waktu dengan sang istri dengan makan semangkuk berdua. Hati Saka tentu menghangat karena kemarin dan hari ini Saina benar-benar ingin membangun kebersamaan dengannya. Setelah sekian lama, bisakah Saka berharap cintanya berbalas?
TBC.
Tandain Typo

KAMU SEDANG MEMBACA
Enervate (Republish)
RomansaEND --------- Satu hal yang benar-benar Saina sesali hingga akhir hayatnya adalah menyia-nyiakan sang suami yang mencintainya hanya karena sebuah kesalahan berpikir. --------------------------------------- Insiden cinta satu malam yang merenggut kes...