STORY #9 - KECURIGAAN

19 5 0
                                    

Berhati-hatilah kepada orang yang mengatakan dirinya bisa dipercaya.

ACARA Visitour Basecamp Einscience tahun ini akhirnya dihentikan. Para calon anggota klub dilarang keluar auditorium sebelum pihak sekolah selesai mengatasi masalah ini. Namun, Glenta tidak puas hanya duduk begitu saja. Dia meminta izin ke toilet kepada panitia dan langsung menghambur ke depan tempat kejadian perkara.

Tepat di depan beranda basecamp Einscience, di jalan penghubung antar basecamp ekstrakurikuler, mayat belum dipindahkan, dan garis polisi telah membentuk kotak aman. Glenta mendekat sesuai jarak yang masih diperbolehkan. Dia mengamati dengan sangat saksama dari posisinya berdiri. Seorang perempuan, dan kemungkinan penyebab kematiannya adalah gegar otak akibat jatuh dari rooftop basecamp Einscience.

Glenta melihat darah merah kental yang menghitam karena oksidasi itu tergenang, keluar dari kepala mayat yang telentang di atas bebatuan alam yang kasar. Wajahnya tidak rusak, masih cantik, dan tersenyum? Lengannya meregang patah, begitu juga dengan kakinya yang mengangkang dan bengkok.

Dari posisi itu, Glenta yakin mayat ini jatuh dengan posisi wajah menghadap ke atas. Karena gravitasi, kepalanya pertama kali menghantam batu candi, kemudian tangan, baru terakhir kakinya hingga patah dan disposisi.

Dengan kondisi mayat telentang, kemungkinan brsar dia jatuh didorong dari rooftop, atau sengaja terjun menghadap ke atas.

"Diandra Sabani, anggota Einscience yang di ujian akhir kemarin mendapatkan peringkat satu paralel satu sekolah."

Glenta langsung menengok ke sumber suara. Dia mendapati Gre, tanpa jas putih yang tadi dipakainya, berada di sisinya. Wajahnya kalut dan matanya memerah menatap nanar mayat di depannya.

"Dia seangkatan gue, kelas XI Sains," ujar Gre dengan bibir bergetar.

"Gue ikut berbela sungkawa, Kak," jawab Glenta lirih. Dia memberanikan diri menatap Gre yang tak bisa lepas dari mayat Diandra. Rasa penasaran merayapi tubuh Glenta perlahan-lahan dan menyiksanya. "Apa yang sebenarnya terjadi, Kak?" tanyanya tidak bisa menahan diri lebih lama lagi.

Gre menggeleng.

"Kalian ngapain di sini. Dilarang dekat-dekat dengan TKP, sana masuk!" usir salah satu polisi bermuka masam kepada Glenta dan Gre yang membeku di dekat garis aman.

Glenta tidak ingin pergi begitu saja. Apalagi dia melihat kakeknya bersama para petinggi yayasan dan pihak kepolisian sedang berbincang serius di depannya. Ide gila pun muncul di kepala Glenta untuk bisa sebentar lebih lama di TKP.

"Maaf, Pak, perkenalkan saya Glenta Widjaja. Saya wartawan anggota klub jurnalis sekolah. Kami sudah mendapatkan izin baik dari pihak sekolah dan sponsor utama klub Einscience, Pak Brata Sanjaya," dusta Glenta sangat meyakinkan dan percaya diri. Namun, keraguan di wajah polisi itu tetap terlihat kuat, hingga dia melihat Glenta melambaikan tangannya ke arah Pak Brata dan dibalas dengan anggukan.

"Kalau begitu kalian bisa wawancara saya," polisi itu tiba-tiba berubah ramah.

Glenta tersenyum simpul, seperti yang diajarkan mamanya sebagai wujud profesionalisme. Alat perekam dari ponselnya dinyalakan dekat dengan narasumber. Kemudian dengan rakus dia mempertanyakan semua yang ingin dia tahu kepada polisi di depannya. Polisi itu kini tampak lebih tegak, dengan suara yang terdengar lebih berat, setelah berdeham beberapa kali.

"Dari investigasi awal yang kami lakukan, mulai dari datang ke lokasi kejadian, mengamankan tempat, dan mengumpulkan bukti, kasus ini sementara diduga kasus bunuh diri," jelas Polisi kepada Glenta.

"Bukti apa yang membuat polisi yakin ini kasus bunuh diri?"

"Setelah kami memeriksa lokasi rooftop tempat awal korban melompat, tidak ditemukan siapa-siapa selain korban. CCTV pun telah mengkonfirmasinya. Dalam durasi waktu saat korban di rooftop hingga melompat, dia hanya sendirian. Selain itu ditemukan bukti surat bunuh diri."

THE STORY BEHIND (EinScience)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang