37

8 4 2
                                    

"Linn, Ayah mau bicara sesuatu," celetuk Rai saat mereka berada di ruang makan.

Linn jarang melihat raut wajah Rai yang terlihat serius seperti saat di hadapannya sekarang. Linn segera menelan makanan yang sudah berada di mulutnya itu untuk segera berbicara.

"Apa, Yah?" tanya Linn sambil menatap ke arah Rai, kemudian Linn kembali membuka mulutnya untuk memasukkan makanan ke mulutnya.

"Ayah tau semua yang kamu lakuin akhir-akhir ini." Belum sempat Linn memasukkan makanannya, Linn terdiam.

Terdengar suara sendok dan piring yang bergesekan, Linn kembali menaruh sendoknya ke atas piring. Tatapan Linn sekarang terpaku pada sang Ayah yang berada di kursi depannya.

"Maksudnya, Yah?" Linn masih belum mengetahui maksud dari ucapan Rai.

"Ayah tahu tentang permata yang ada di dalam tubuhmu itu, Linn." Ucapan dari sang Ayah membuat Linn melotot tak percaya.

"Tante Kae, yang pernah bertemu denganmu dulu, dia juga sama sepertimu. Kekuatannya semacam menjelajahi masa lalu dan masa depan. Dia yang memberi tahu ayah tentang kekuatanmu hingga dampak kekuatanmu," jelas Rai dengan nada lirih dan pelan.

Linn masih mencerna ucapan Rai, Linn tidak menyangka jika Kae adalah salah satu dari sembilan orang yang memiliki permata itu. Linn belum berbicara sejak Rai menjelaskan dan masih menunggu Ayahnya berbicara kembali.

"Berhenti Linn, Ayah takut merasa kehilangan lagi. Ayah gak mau ngelihat akhir dari semua ini seperti yang Kae ceritakan," lirih Rai dengan tatapan memohon.

Linn perlahan paham dan bisa menebak apa yang akan terjadi kedepannya. Namun, Linn tidak bisa mengelak ini adalah jalan takdirnya.

"Tapi, aku gak bisa ngebiari–" Ucapan Linn tersela dengan ucapan Rai.

"Ngebiarin apa? Kamu bahkan gak tahu tujuan penyihir yang kalian maksud itu," sela Rai dengan raut serius.

Ucapan Rai benar, Linn dan teman-temannya bahkan tidak mengetahui tujuan Mara mengumpulkan mana milik orang-orang. Didalam dua buku yang mereka temukan hanya menyuruh mereka menghentikan Mara atau bahkan membunuhnya.

Linn tidak berani berbicara kembali, dia segera menghabiskan makanannya, lalu berdiri sambil melangkah ke tempat mencuci piring. Rai mendekat ke arah Linn sambil menepuk pundak Linn.

"Sifatmu keras kepala sepertiku, hubungi teman-temanmu itu. Bahas masalahnya, pergi ke rumah, Tante Kae, saat hari Minggu juga boleh. Rubahlah takdirmu sendiri, Linn." Rai melangkah meninggalkan Linn yang masih mencuci piring kotor.

Tanpa Linn sadari, Rai menaruh piring kotor miliknya di tempat cuci piring. Setelah menyadari hal tersebut, Linn harus mencuci piring kotor sekali lagi, bisa-bisanya Ayahnya itu mencari kesempatan dalam kesempitan.

Linn segera masuk ke dalam kamarnya dan membuka ponselnya. Dia segera membuka grupnya dan teman-temannya itu.

Yang Penting Grup

Aku nemu permata kedelapan

Ralu
Siapa? Di mana?

Tante Kae, dulu dia sempet kerumah ngasih tau alamatnya

Ola
Tau dari mana?

Linn mulai mengetik dan memberi tahu bagaimana dia mengetahui Kae memiliki permata kedelapan dari cerita Ayahnya. Setelah berbagai pendapat, akhirnya mereka setuju, pada hari Minggu besok mereka akan pergi ke Kota Sheyn.

Seperti yang mereka janjikan, mereka sedang berada di dalam mobil milik Ralu yang dikendarai oleh Zev. Sebelumnya Ralu sudah memberi saran agar dia yang mengendarai namun Zev menolak dengan alasan, 'jika perempuan yang nyetir rasanya kurang keren.'

Noe juga mengajukan diri, namun dengan cepat Ola menolak karena belum pernah melihat Noe mengendarai mobil. Lagi pula Zev juga sering ke Kota Sheyn, membuatnya hampir hafal dengan tempat dan jalan di kota sebelah itu.

Posisi mereka sekarang adalah Zev di kursi depan untuk menyetir, lalu Noe di kursi sampingnya. Ola, Linn dan Ralu berada di kursi belakang.

"Omong-omong, rencana kita buat ngalahin, Mara, gimana?" celetuk Ola di tengah kesunyian mereka.

"Apa perlu kita sekap, Mara?" tanya Linn dengan polos.

"Terus dikuliti, organnya dijual?" lanjut Noe sambil menatap ke belakang.

"Andai ini bukan di dalam mobil kalian berdua kutampar satu-satu," jawab Ralu sambil memutar kedua bola matanya.

Ola tertawa kecil sambil menatap ke arah ke luar jendela mobil. Sedangkan Linn langsung diam tak mengucapkan sepatah kata pun selama beberapa waktu.

"Gini, musuh kita itu roh, mana mungkin bisa disekap, misal musuh kita bukan roh juga, kita gak mungkin ngelakuin rencana kalian berdua, kalian mau jadi kriminal?" jelas Ralu dengan panjang lebar dan nada yang ditekan.

"Kalau ngikut rencana di buku, kita butuh satu orang yang rela jadi wadah roh, Mara, masalahnya siapa?" tanya Ola sambil mengingat-ingat rencana di buku yang Linn temukan waktu itu.

"Iya juga," sahut Noe yang berada di kursi depan.

"Aku." Tepat setelah satu kata itu keliar dari mulut Zev, semua pasang mata menatap ke arahnya.

"Gak! Gak boleh! hidupmu masih panjang," tolak Noe yang tidak terima temannya itu menjadi wadah.

Setelah beberapa waktu, akhirnya mereka berdiri di depan rumah seseorang. Rumah sederhana dengan taman bunga kecil di samping kanan rumah tersebut. Linn mengetuk pintu rumah itu dengan pelan.

Terdengar suara pintu terbuka, terlihat seorang perempuan seumuran Linn yang terlihat setelah pintu terbuka. Linn menaikkan alisnya sebentar, karena dia kenal gadis perempuan itu.

"Ah! Halo Linn! Pasti kamu mau ketemu Mama ya?" tanya gadis itu dengan riang.

"Halo, Milli?" sapa Linn dengan raut yang masih bingung.

Gadis yang berada di depan Linn– Milli, mempersilahkan mereka untuk masuk ke dalam dan duduk di kursi ruang tamu. Milli mengatakan jika 'mamanya' sedang pergi ke pasar sebentar.

Milli membawa beberapa gelas berisi teh untuk mereka, bertepatan dengan seorang wanita yang masuk ke dalam rumah tersebut. Setelah menaruh semua gelas itu, Milli pergi ke kamarnya.

"Wah, tamunya udah pada dateng, mau bahas sekarang ya?" tanya wanita yang baru saja memasuki pintu depan rumah itu.

Benar yang dikatakan oleh Linn, Ralu bisa mempercayai ucapan Linn karena wanita yang sedang Ralu tatap itu mengetahui tujuan mereka ke sini.

Setelah beberapa saat, wanita dengan rambut pendek itu mendekat dan duduk di sofa kosong yang tersisa. Sambil menunjukkan senyumnya dia membuka pembicaraan.

"Biar kuperkenalkan diriku, aku Kae, pemegang salah satu permata milik tuan Seph. Kekuatanku adalah melihat masa lalu dan masa depan, dengan jarak paling jauh yang pernah kulakukan 10 tahun," jelas Kae dengan panjang dan lebar mengenai dirinya.

"Ah Milli adalah anakku, dia sudah tau tentang kalian karena aku menceritakannya, dia teman ekskul Linn," ucap Kae memperkenalkan anaknya pada mereka.

Belum ada yang berani berbicara, rasanya suara mereka tertahan dan pertanyaan-pertanyaan di dalam benak mereka seolah akan meledak jika mereka mengeluarkan suara mereka.

Tamat nih habis ini, masih lama sih, tapi hampir lah yaa. Ada sih ilustrasi Kae, tapi aku ngerasa ga cocok, soalnya keliatan muda (T△T)

Vote. Maksa ini( `□´)

EDELSTENEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang