[8] Jarak

77 16 6
                                    

  Window seat, menjadi salah satu pilihan Sakusa disaat ia harus berpergian menggunakan jalur udara. Bangku pesawat yang berposisi pada sisi kanan dan kiri pesawat ini menjadi opsi yang cukup populer di kalangan banyak orang.

  Menghabiskan waktu bermenit-menit hingga jam di atas udara jujur saja sedikit membosankan. Pemandangan dari luar jendela setidaknya sedikit membantu kejenuhan yang dihadapi siapapun memilih window seat saat berpergian menggunakan transportasi udara satu ini.

  Tidak terkecuali pria dengan surai ikal legam itu. Bukan tanpa alasan ia memilih duduk pada sisi jendela seperti saat ini. Lantasnya, ia memiliki sebuah kebiasaan baru disaat dirinya harus berpergian jauh dikarenakan pekerjaannya sebagai seorang atlet.

  Sakusa menyukai pemandangan disaat pesawat terbang pada ketinggian yang masih terjangkau oleh pandangan mata. Ia selalu memandang kota yang hendak ia tinggalkan itu dengan seksama. Bagaimana cuacanya, udaranya, langitnya, hiruk-pikuknya, kapan hujan akan turun, dan sebagainya. Pria itu selalu memastikan semuanya tetap aman.

  Dalam heningnya, ia selalu menitipkan beberapa untaian kalimat disaat pesawatnya tengah memuncak pada ketinggian langit. Hatinya selalu bergetar disaat ia merasakan mesin yang membawanya terbang ini menembus lapisan awan di angkasa.

  Sakusa berharap kota yang ia tinggalkan itu dapat memeluk (Name) dalam kerinduannya.

  Atsumu, yang saat ini duduk di sebelahnya selalu mampu menebak isi kepala siapapun dengan mudah. Dengan seringaian khasnya, pria bermahkota pirang itu diam-diam menyaksikan Sakusa yang saat ini tengah mengalihkan pandangannya pada luar jendela.

  Kembali teringatkan olehnya kejadian beberapa jam lalu. Disaat ia dan satu rekan tim lainnya mendapati Sakusa dengan wanita kesayangannya tengah bercumbu di ruang tunggu asrama. Sampai saat ini, pria pemilik marga Sakusa itu tidak tahu jika ada dua insan lainnya yang ikut berpatisipasi dalam momen intimnya bersama sang kekasih.

  "Omi-kun," panggilnya pelan. Sang empu hanya berdeham sembari sekilas melirik kearahnya. Atsumu menggelengkan kepalanya, ia menarik kembali niatnya. "Aneh." jawab Sakusa.

  Pria yang berposisi sebagai setter itu terkekeh pelan. Ia merubah posisinya menjadi bersandar pada kursi. Helaan nafas lolos dari bibirnya.

  "Pasti susah ya ninggalin cewe lo disaat-saat kayak gini." Atsumu kembali melirik pada Sakusa. Seperti biasa, laki-laki itu hanya membalas dengan wajahnya yang datar. Sejujurnya, Sakusa enggan untuk terang-terangan. Terlebih lagi soal perasaannya. Selain menurutnya itu merupakan sesuatu yang privasi, perasaan yang ia dan (Name) rasakan cukup hanya mereka yang tahu.

  Tapi, sepertinya kali ini Sakusa sedang tidak berpihak pada pemikiran bawaannya. "Ya begitulah," Pria itu menghela nafas. "Bukan mudah, tapi mau gimana lagi."

  Atsumu mengangguk faham begitu mendengar jawaban dari rekan satu timnya itu. Ia benar-benar hafal gelagak Sakusa yang selalu berusaha menyembunyikan segala bentuk perasaannya. Baginya, jawaban dari pria itu barusan sudah cukup mewakili sebagian dari besarnya isi hati wing spiker yang gila kebersihan itu.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝙏𝙝𝙚 𝙋𝙖𝙩𝙝 𝙊𝙛 𝙐𝙨 |  𝘚𝘢𝘬𝘶𝘴𝘢 𝘒𝘪𝘺𝘰𝘰𝘮𝘪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang