[9] Pria itu, A.K.

82 14 7
                                    

  Ribuan kosakata tak beradab sudah menyesakkan pikiran Sakusa saat ini. Terlebih lagi kedua tangannya yang sejak tadi tidak berhenti mengepal kuat. Moralnya sudah berada di ujung tanduk. Gerah rasanya menahan amarah yang makin mendidih disaat detik demi detik berlalu.

  "Sayang..." Hanya satu kata itulah yang mampu meluapkan emosi pria bermarga Sakusa itu sesaat. Wanita yang sangat ia kenali itu melesatkan nama panggilan paling berharga itu dari balik birainya yang pucat.

  Nafas pria itu tercekat. Kedua matanya terbelalak dikala menyaksikan kondisi wanita itu saat ini. Terbaring hampir tak berdaya di atas ranjang berbalut sprei putih bersih.

  "Omi.." panggil wanita itu satu kali lagi. Seluruh saraf milik laki-laki itu bagai disetrum listrik sesaat. Kedua kaki jenjangnya perlahan membawa tubuh kokohnya itu mendekati sang empu yang seolah-olah tengah menunggunya. "(Name).."

  Sakusa menyambut tubuh rentan milik sang hawa dengan hangat. Lengan kekar yang berbalut kaos berbahan dasar jersey itu memeluknya erat dengan posesif. Telapak tangannya mengusap pelan punggung sang wanita.

  Sekilas ia melirik pada sosok pria yang berdiri di ambang pintu kamar. Tatapannya lurus pada sosok pasangan di hadapannya itu. Air mukanya datar, namun tersimpan ketenangan di balik itu. Sakusa mendengus pelan, atensinya seolah-olah ditarik kembali pada kehadiran sosok yang asing itu.

  "Kamu nggak apa-apa?" tanya Sakusa. Pria itu perlahan melepas pelukan. Jari-jarinya menyingkirkan helaian surai (h/c) yang menghalangi paras cantiknya itu. (Name) mengangguk pelan. Kedua matanya memandang lekat pria di hadapannya itu. Sosok yang amat dirindukan.

  Atensi pria dengan surai ikal itu kembali pada sosok lain disana. Kedua netra obsidiannya itu seolah menelaah pemandangan di hadapannya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Perlahan, ia kembali melirik pada sang kekasih. Kedua alisnya yang berkerut seolah-olah meminta penjelasan tentang siapa sosok yang berada disana saat ini.

  (Name) memandang teduh pada Sakusa. Dari sorot matanya, perempuan itu sudah tahu jika laki-laki itu sudah tidak mampu menahan rasa ingin tahunya. Atmosfer yang menegangkan di kala pria itu saling berhadap-hadapan sejak tadi sudah cukup memberikan penjelasan bahwa kekasihnya itu sudah teramat menantikan jawaban.

  Salah satu tangan (Name) meraih kuasa milik kekasihnya yang sejak tadi tersampir pada sisi kanan dan kiri tubuhnya. "Omi sayang.." panggilnya pelan, meminta agar sang empu mengalihkan pandangannya dari sosok disana.

  Sakusa menoleh padanya. Dilihatnya wajah lemah milik perempuan itu. Dengan jarak sedekat ini, barulah ia tahu jika perempuan yang sangat ia cintai ini sedang tidak baik-baik saja.

  Menyadari perubahan ekspresi dari sang kekasih, (Name) mengangguk pelan, seolah-olah mengerti apa yang tengah dipikirkan laki-laki itu. "Aku lagi kurang sehat.." ucapnya perlahan. Pandangannya seolah-olah memastikan apa yang akan terjadi pada detik berikutnya.

  "Kepalaku berat banget, pandanganku mendadak gelap," (Name) berhenti sesaat. Atensinya bergilir pada sosok yang tengah berdiri disana. "Makanya aku di antar pulang sama dia." Sebuah senyum tipis terukir pada ujung bibir sang wanita. Seolah-olah berusaha meyakinkan kekasihnya bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

  Pemuda bermarga Sakusa itu kembali meneliti sosok pria yang tingginya kurang darinya itu. Perlahan ia bangkit dari duduknya. Kakinya melangkah perlahan, membawa tubuh setinggi 195 sentimeter itu berdiri di hadapan pria bersurai hitam pekat dengan netra kehijauan yang mencolok dari balik kacamata yang membingkai.

  "Begitu ya, Mas?" Sakusa mengangkat salah satu alisnya. Pandangannya yang menyelidik mampu ditangkap jelas oleh sang laki-laki yang sejak tadi sudah mengenal sosok yang berhadapan dengannya saat ini.

𝙏𝙝𝙚 𝙋𝙖𝙩𝙝 𝙊𝙛 𝙐𝙨 |  𝘚𝘢𝘬𝘶𝘴𝘢 𝘒𝘪𝘺𝘰𝘰𝘮𝘪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang