BAB 48 : my healing

1K 125 55
                                    

Doah segera berlari menjemput Harin setelah menerima telepon tersebut. Di sepanjang jalan, pikirannya dipenuhi oleh berbagai kekhawatiran dan rasa cemas. Segala macam skenario buruk terlintas di benaknya, membuat langkahnya semakin cepat. Ia berlari secepat mungkin menuju taman tempat Harin menunggunya.

Ketika tiba di taman, Doah segera melihat sosok Harin duduk di bangku kayu dekat kolam. Doah segera menghampirinya dengan langkah cepat.

"Harin..." Panggil Doah dengan lembut, suaranya penuh kehangatan dan kekhawatiran.

Harin mendongak, mata mereka bertemu. Sejenak, Harin segera berdiri. Wajahnya datar tak menunjukkan perasaan apa pun, tetapi matanya merah. Dirinya tampak tenang di luar, namun Doah bisa merasakan ada badai besar yang sedang berkecamuk di dalam diri Harin. Sedangkan Doah, sangat khawatir, matanya memancarkan ketakutan yang tidak bisa disembunyikan.

"Are you okay?" Tanya Doah sambil menyentuh pundak Harin. Tanpa menunggu jawaban, ia langsung memeluk Harin dengan erat, mencoba memberikan rasa aman dan perlindungan.

Harin hanya terdiam, lalu Doah melepas pelukannya, melihat ke dalam mata Harin dengan penuh perhatian.

"I'm okay. Totally okay. Grandma, she's kicked me out." Kata Harin dengan suara tegas.

Doah menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri. Ia bisa merasakan betapa berat beban yang harus ditanggung Harin.

"Okay... ke rumahku aja." Ujar Doah dengan nada yang penuh keyakinan dan kelembutan, berharap bisa memberikan sedikit ketenangan.

"Is it okay?" Tanya Harin, matanya masih penuh keraguan dan ketidakpastian. Dia tidak ingin menjadi beban bagi Doah.

"Of course! Ayo, dingin." Jawab Doah sambil menggenggam tangan Harin, menariknya perlahan meninggalkan taman yang dingin dan sunyi.

Di sepanjang jalan menuju rumah Doah, keduanya berjalan dalam keheningan. Doah merasa keheningan itu terlalu berat dan mencoba memecahnya.

"Sooji— udah kasih tau dia?" Tanya Doah.

Harin menggelengkan kepala. "Belum. Nanti aja. I need time."

Doah mengerti. "Yaudah, tapi jangan sampai nggak ngabarin dia juga. Kasihan, pasti khawatir banget." Ujar Doah dengan nada lembut dan penuh pengertian.

"I get it, Seo Do Ah." Jawabnya sambil tersenyum tipis.

Ketika mereka sampai di rumah Doah, kehangatan rumah segera menyelimuti mereka. Rumah Doah selalu terasa hangat dan mengundang, dengan dinding yang dihiasi foto-foto keluarga dan pernak-pernik kecil.

Harin dan Doah masuk ke dalam kamar. "Aku siapin baju ganti kamu." Kata Doah sambil membuka lemari.

"Alright..." jawab Harin, duduk di kasur Doah sambil mencoba menenangkan pikirannya.

Namun tiba-tiba, ada yang mengetuk pintu kamar. Doah segera membukanya dan melihat ayahnya berdiri di sana, melirik ke arah Harin dengan ekspresi serius. "Sini ikut." Kata ayah Doah agak memaksa, menarik tangan Doah.

"Rin, tunggu ya..." Kata Doah tergesa-gesa, lalu mengikuti ayahnya keluar kamar. Setelah agak jauh dari kamar, ayah Doah menghela napas kesal lalu menatap Doah dengan tajam.

"Ngapain kamu?" Tanyanya dengan suara tegang.

Doah bingung. "Hah? Ngapain apa?"

"Ngapain bawa dia kesini?" Tanya ayahnya lagi, nada suaranya semakin keras.

"Maksudnya? She's my best friend, she needs me." Jawab Doah tegas, mencoba menahan amarahnya.

"Kamu nggak baca artikel tentang dia? Kalau nama kamu tiba-tiba keseret gimana? Nama kamu ikut jelek. Nama baik keluarga kita."

Do you? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang