BAB IX

16 4 0
                                    

Jangan lupa pencet ☆ yaa
Happy reading ~ (⁠◍⁠•⁠ᴗ⁠•⁠◍⁠)⁠❤

*   *   *   *   *
BAB IX
*   *   *   *   *

Ujung jari Essen basah. Aku akhirnya menyadari bahwa aku sedang menangis.

"Kamu....." katanya.

"........"

"Kamu sangat aneh," katanya.

"......"

"Apa yang terjadi? Sepertinya kamu bukan wanita yang sama," dia bertanya-tanya, suaranya terdengar serak.

"......."

"Aku..... aku pasti sudah gila."

"......"

"Jawab aku, apakah aku? Apakah aku gila?" 

Suaranya kini berbisik pelan, memohon agar aku mengatakan yang sebenarnya.

"Maafkan aku," akhirnya aku bicara.

Aku tahu bahwa seharusnya aku tidak mengatakannya. Itu adalah sesuatu yang tidak seharusnya kukatakan. Namun....... aku menyeka hidungku dengan punggung tangan dan mulai menangis.

"Maafkan aku, maafkan aku.... aku minta maaf."

"Hentikan," kata Essen.

Aku mencengkram kemejanya, merasakan gumpalan panas di tenggorokanku.

"Maafkan aku, maafkan aku...."

"Hentikan, hentikan!"

Aku mengulangi permintaan maaf ku berulang kali, terisak-isak seperti bayi saat dia mencoba membuat ku berhenti. Sebagian air mata ku berasal dari kesedihan ku sendiri. Aku mengasihani diri ku sendiri, berada di dunia yang asing dengan orang-orang yang tidak ku kenal. Aku takut. Sangat takut. merasa tersesat. Kurasa dia juga merasakan hal yang sama.

Kami berdua adalah jiwa-jiwa yang malang tanpa tempat untuk kembali. Jika aku tiba di sini sedikit lebih awal, setidaknya dia tidak akan mengalami nasib seperti ini. Dia tidak perlu meneteskan air mata yang menyiksa.

"Tolong, hentikan....."

Essen meraih lenganku, yang masih mencengkram kemejanya. Aku menelan isak tangisku dengan susah payah. Rasanya aku tidak ingin datang ke sini. Aku berharap bisa menceritakan semuanya dan memintanya untuk lari bersamaku. Meskipun aku tahu aku tidak bisa.

"Berhenti...."

Kenapa, kenapa kamu harus duduk di sini terlihat begitu kesepian...

Tetapi kemudian kami berdua mendengar,

"Essen? Dimana kamu?"

Itu adalah suara Yuriel. Aku tersentak kembali ke akal sehatku. Aku dan Essen sedang berjongkok, dengan canggung saling berpegangan. Saat mata kami bertemu, dia melangkah mundur seolah-olah dia juga baru menyadari betapa anehnya hal ini. Tangan dan lengan kami yang saling bertautan terlepas satu sama lain.

"Essen?" Yuriel memanggil, mendekat. 

Aku memegang dahan pohon yang paling bawah dengan tanganku yang basah karena ingus.

"Apa yang kau....." kata Essen.

Tanpa memperdulikannya, aku menarik diriku ke atas dahan. Essen menatapku dengan kening berkerut, kehilangan kata-kata. Sambil menyeka sisa air mataku, aku melakukan kontak mata dengannya dan mendekatkan jariku ke bibirku.

I Fell Into a Reverse Harem Game!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang