"Nah, gini, kan cantik anak Ibu," puji Ibu melihatku keluar dari kamar untuk berpamitan.
Sebenarnya aku tersipu malu, tetapi kusembunyikan dengan memutar bola mata. "Kita pamit dulu, Bu."
"Iya, hati-hati ya kalian. Pulangnya juga jangan terlalu malam," nasihat Ibu melambaikan tangan kanannya.
Aku mendelikkan mata ke Akhtar. Dia yang paham cuma cengar-cengir. Ya, tidak mungkinkan kalau aku berboncengan dengan Irma, apalagi Sabana. Walaupun bisa saja aku satu motor dengan Irma, tetapi pawangnya ituloh mesti nempel mulu.
Aku jadi tidak ada ruang untuk mendekati Irma.
Selama perjalanan, Akhtar masih sama. Selalu saja usil. Kadang melajukan motornya dengan cepat, kadang lirih sekali seperti sepeda. Akhirnya, kepala Akhtar aku geplak dari belakang dan mencubit sisi kanan perutnya.
"Heh, curang!" seru Akhtar tidak terima.
"Elo, tuh mikir dong! Kita lagi di mana ini. Nanti kalau pengendara lain kesenggol sama kita, mampus lo!"
"Iya-iya."
Bikin darah tinggi mulu, heran. Tidak sampai butuh waktu lama untuk sampai, kita pun turun di salah satu mall. Irma dan Sabana berjalan di belakang kita. Sementara aku dan Akhtar di depan sekalian mencari tempat yang digunakan untuk titik kumpul kelompok kita.
Ternyata teman kita yang sudah datang terlebih dahulu. Mereka berada di Timezone. Anjely, yang namanya seperti orang India ini, tapi aslinya orang lokal abis. Kita bermain bersama di sini.
Seru banget asli! Sudah lama aku tidak ke sini, sekalinya ke sini sama orang yang kusuka, tapi bertepuk sebelah tangan. Sungguh mirisnya. Namun, tidak apa, yang jomblo tidak hanya aku saja kok.
Kita bermain di Timezone tidak lebih dari dua jam. Dikarenakan kita sudah kelelahan dan lapar, kita memutuskan untuk makan dulu. Setelah itu barulah pergi ke rumah Akhtar untuk mewawancarai bisnis bapaknya.
Ini kita mulai wawancara di jam dua siang. Sekalian di video soalnya, biar semakin tambah bagus saat dipresentasikan di depan kelas. Tentu saja nilai kami harus lebih apik dari yang lainnya. Untuk itulah kami sangat bersemangat, ehem tidak semuanya, sih.
Oh, iya untuk yang bagian mewawancarai ada Irma. Kemudian untuk yang menulis rangkuman dari video wawancara ini ada aku nanti. Ponsel dari Anjely, tripod dari Sabana, kemudian untuk tugas lainnya ialah yang tersisa. Tak lupa juga Akhtar yang bagian dokumentasi.
Dia ini, bikin aku heran. Ketika berbicara dengan orang tuanya lembut sekali seolah dia ini menjadi orang lain dan bukan dirinya sendiri. Namun, kalau sama kita, duh boro-boro. Benar-benar seperti melihat dua kepribadian di satu orang. Sebetulnya tidak heran, sih karena orang tua Akhtar ini sangat terdidik sekali. Sabarnya jangan diragukan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Peach
Teen FictionPernahkah kalian merasakan hidup seperti diputar balik secara paksa? Takdir yang tak pernah terbayangkan. Perlahan-lahan membawa luka dan kecewa. Sudah pasti susah disembuhkan. Hanya soal waktu. Namun, tidaklah sesingkat itu. Hidup memang kadang pen...