Partner Enemy 6

17 2 0
                                    

Mereka masih dipenuhi keberuntungan. Perempuan cerewet di dalam kereta adalah istri kepala Desa Oaku. Setiba di lokasi tujuan, alih-alih mencari penginapan, mereka justru diajak berkunjung ke kediaman Kepala Desa.

"Kalian tak perlu sungkan. Sebagai pendatang baru, sudah sepatutnya kediaman kepala desa menjadi yang pertama kali dituju. Beruntung karena aku adalah istrinya. Mari!"

Mereka disambut hangat bukan saja oleh sang kepala desa dan istrinya. Dua anak perempuan dan satu anak laki-laki mereka sama hangatnya saat mengetahui ada bayi dalam keranjang yang dibawa Edia. Mereka tampak menyukai keberadaan bayi perempuan itu.

"Anak perempuan kami kembar, Edia. Berusia dua belas tahun. Nah, yang laki-laki adalah bungsu. Berusia sepuluh tahun."

"O, ya? Seusia dengan bocah ini." Edia menepuk-nepuk puncak kepala France. "Baiknya, kau memperkenalkan diri, Nak. Tidak sopan kalau kau hanya diam sementara Nyonya Verial dan keluarganya menyambut kita." Sengaja Edia sedikit mendorong punggung France yang sejak tadi menyembunyikan separuh badan di kakinya.

"Halo!" Salah satu anak perempuan dengan rambut pirang mendatangi France lantas menjulurkan tangan. "Namaku Viana. Anak tertua di Keluarga Gordocha."

France tak langsung menyambut. Kemampuan bersilat lidahnya seolah lenyap. Kehidupan di istana tak membuatnya memiliki banyak teman. Kalaupun ada, paling-paling anak pelayan. Itu pun tak memberi mereka kebebasan dalam berinteraksi. France sangat buruk dalam bersosialisasi.

"Namanya Ancient, Nona Manis." Edia bersedia mengambil alih. Memperkenalkan bocah yang kerap membuatnya sebal. "Ancient Eiji. Nah, bayi perempuan itu bernama Ancella Eiji."

"Wah, nama yang bagus, Nyonya! Hum ... apakah Eiji nama ayah mereka?" Mata besar Viana menatap antusias.

"Benar sekali. Eiji adalah nama ayah mereka. Nama lelaki itu." Sembari memberikan cengiran--di mata Shuma terlihat sangat menyebalkan, telunjuknya mengarah kepada pemuda yang bersiap-siap memprotes, tetapi urung karena Viana beranjak mendatanginya.

"Wah, ayahmu tampan sekali, Ancient. Tubuhnya juga sangat tinggi. Apakah dia seorang kesatria? Biasanya, pria-pria bertubuh tinggi memilih menjadi kesatria."

"Ah, itu ...."

"Ayo, Anak-anak! Jangan mengganggu mereka dulu. Mereka perlu berganti pakaian dan istirahat. Mengobrolnya bisa kapan-kapan." Nyonya Verial memotong. "Aku akan membawa Ancella ke rumah Caroline. Dia akan menjadi ibu susu Ancella selama kalian tinggal di sini. Kebetulan sekali, dia memiliki bayi yang masih disusui. Dia terhitung bersepupu denganku." 

Dalam sisa perjalanan menuju ujung perbatasan Desa Oaku tadi, Edia sudah memberi tahu kisah mereka sekaligus permasalahan si bayi perempuan.

"Terima kasih telah banyak membantu kami, Nyonya Verial."

"Jangan pikirkan! Aku sangat tertolong dengan keberanian kalian. Jika tak ada kalian, tiga kesatria tadi belum tentu bisa melumpuhkan mereka."

Setelah mengganti kain bedong Francetta--menjadi Ancella selama mereka menyamar demi menghindari pengejaran--agar tubuh bayi itu lebih hangat setelah berjam-jam terpapar udara dingin, Nyonya Verial bergegas membawanya keluar. Menggunakan kereta pribadi menuju kediaman Nyonya Caroline.

Seorang pelayan telah ditugaskan untuk membantu Shuma, Edia, dan France. Mereka diarahkan ke lantai atas dari kediaman Gordocha. Dipersilakan memasuki sebuah kamar di ujung lorong.

"Nyonya bilang, kalian pasangan yang sudah menikah. Saya rasa, kamar ini akan cukup untuk kalian. Ada ranjang tidur besar yang bisa ditempati. Kalau Tuan Muda Ancient mau, Tuan Muda bisa tidur dengan Tuan Muda Varo."

Best Enemy Best PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang