6

248 33 3
                                    

Adel tengah duduk di ruang tamu rumahnya sendirian. Dia dari tadi hanya memandang ponselnya yang ia taruh di meja. Dia terus mengingat pesan yang di kirim shani padanya,yang sudah sempat ia baca lewat panel notifikasi tapi belum ia buka,karena ia tak tau harus bagaimana menjawabnya.

Sebenarnya bukan perkara jawaban yang bikin adel stress,tapi hati dan pikirannya. Setiap kali ia mengingat shani,hatinya terasa ada yang lain.

"Tuhan,aku harus apa? Aku tak bisa bohongi hati ini. Aku tau ini salah. Tapi kenapa perasaan ini terus tumbuh. Aku takut salah jalan ya tuhan. Aku harus bagaimana. Jika harus benar² menjaga jarak,rasanya sakit sekali. Aku terlanjur menaruh hati tuhan. Tuhan tolong aku." Monolog adel

Ya benar,adel telah jatuh hati pada shani pada pandangan pertama. Sikap dan sifat shani yang lembut dan berkharisma,membuatnya jatuh hati pada shani.

Saat adel tengah galau dengan pikiran dan perasaannya,tiba² ponselnya berdering. Dan disana tertera Ayah

"Hallo assalamualaikum" sapa adel

"Walaikumsalam..."

"Ayah apa kabar?"

"Baik... kamu?"

"Baik juga yah..."

"Syukurlah... "

Ada keheningan sejenak antara mereka. Adel sebenarnya sudah bisa menebak alasan ayahnya menelpon.

"Dell... ayah mau minta tolong sama kamu bisa?"

"Apa yah...?"

"Ayah butuh uang..."

"Yah... bukannya adel nggak mau bantu ayah,tapi londisinya adel juga lagi sulit yah... adel juga belum gajian. Lagian,habis gajian kemaren adel udah kirim."

"Iya benar... uangnya di pakai abang kamu. "

"Yah.... kan abang udah dewasa yah... dia juga udah kerja. Nggak seharusnya dia terus²an nyusahin ayah. Kalo dia perlu apa² harusnya dia usaha sendiri."

"Bukan gitu dell... dia juga lagi sulit. Dia butuh uang untuk bayar hutang... kasian dia di tagih terus sama orang."

"Ya itu slahnya dia yah... dia harusnya tanggung jawab sendiri,bukan ayah yang harus tanggung. Andaikata ayah bilang untuk adik² adel bakal usahain yah,tapi kalo untuk abang,maaf adel nggak bisa bantu."

"Kenapa begitu perhitungan sih sama abang kamu. Bagaimanapun dia abang kamu. Nyesal ayah minta tolong sama kamu."

"Yah ... ayah sadar nggak sih,selama ini yang ayah pikirkan hanya abang... abang dan lagi lagi abang. Pernah nggak sekali saja ayah pikirin adel. Bahkan adik saja ayah kurang perhatiin. Kalo adel,adel masih bisa terima yah. Tapi coba ayah pikirkan adik² juga. Jangan cuman abang. Mando sekarang udah kelas XII yah,dan Ella dia akan segera masuk SMA. Harusnya ayah pikirkan mereka,bukan memikurkan bagaimana melunasi hutang abang."

"Jaga mulut kamu. Tau apa kamu soal cara ayah membagi kasih sayang. Kamunya aja yang nggak tau terimakasih. Udah di besarin, di sekolahin,dan setelah kamu kerja,malah jadi pongah dan sombong."

"Sombong ayah bilang... apa ayah lupa,bagaimana awal mula adel pergi merantau. Adel usaha sendiri yah nyari biayanya. Bahkan ayah tidak peduli saat itu. Bahkan setiap kali ayah telpin,hanya bahas soal uang² dan abang."

"Cukup dell... nggak usah sok menggurui ayah."

"Kenapa? Ayah sadar jika ayah salah. Semenjak bunda nggak ada,kami bertiga bukan hanya kehilangan kasih sayang dari bunda tapi juga ayah. Ayah hanya fokus sama abang yang selalu ayah banggakan."

"Sudah selesai...."

"Maaf yah...."

"Ayah menyesal telah menghubungimu. Ayah fikir kamu akan mengerti,tapi nyatanya. Terimakasih..."

Kamu Yang IstimewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang