Sudah lima tahun sejak tragedi memilukan yang dialami Pione dan keluarganya, Pione, Rem dan Derresta kini mendiami kawasan jantung Norgion Empire, bernaung di sebuah rumah bermaterialkan kayu yang sederhana dan sejuk. Derresta dan Rem tak pernah menceritakan soal kematian Jem dan Falore kepada adik bungsunya. Sejak malam berdarah itu, Pione menjadi sosok yang pemurung dan suka menutup diri. Kini, kerajaan Galvagleen telah menjadi bagian dari kekuasaan dinasti Yard, Amore. Hoobin hanya bisa meringkuk selama lima tahun itu di balik jeruji besi buatan Ramez.
Berakhirnya musim dingin, Pione menyambut musim semi dengan bersemangat mengingat usianya yang baru saja menginjak 13 tahun. Derresta memberinya sebuah kado jam saku yang sangat eksotis membuat mata Pione berbinar-binar penuh terima kasih. Pione membalik sisi jam itu dan menemukan nama 'Falore Minora' terukir paling mencolok.
"Jangan terkejut begitu." Ucap Derresta saat melihat muka Pione yang mendadak masam. "Sebenarnya, itu adalah jam yang akan kuhadiahkan kepada Falore saat ulang tahunnya yang ke 17. Melihatnya terus tersimpan di kotak ini seperti sampah rosokan membuatku merasa sedih, Pione. Aku tidak bisa terus menyimpannya seperti ini."
"Kenapa tidak kau kenakan saja?"
"Aku tidak bisa melakukannya, Pione."
"Aku juga tidak ..."
Pione menunduk amat dalam. Memorinya kembali mengingat masa-masa saat dia masih bisa merasakan kehangatan keluarganya. Sang ayah, Falore, Jem, dan ibunya, Pione sangat ingin kembali bertemu mereka, memeluknya dengan erat dan melihat senyuman cerah orang-orang yang disayanginya.
"Terimalah jam itu, Pione." Desak Derresta.
Pione mengangguk pasrah dan mengucap terimakasih. Dia memasang rantai pengait jamnya dan mengalungkannya ke leher.
"Kau tampan dengan itu! Mau membawanya ke akademi hari ini? Penampilanmu akan terlihat lebih dewasa dari biasanya."
Pione mengangguk menyetujui saran Derresta. Suara detakan jam itu membuat Pione merasa lebih nyaman, mirip dengan detak jantung ibunya.
Derresta menggiring Pione menuju ke meja makan. Pione duduk rapi menghadap sepiring roti panggang pipih yang panjangnya hampir dua jengkal, lengkap dengan sayuran dan daging ikan empuk diatasnya. Pione menuangkan saus dan lada, lalu menggulung roti itu dan menyantapnya dengan penuh syukur.
"Tadi pagi-pagi buta aku mendapat kiriman surat dari kak Rem." Kata Derresta sembari ikut bergabung menyantap sarapannya.
"Oh iya? Apa isinya?"
"Kak Rem tidak pulang hari ini. Kau bisa menghabiskan jatah makanan milik kak Rem pagi ini, Pione. Mungkin dia akan pulang besok atau lusa."
Pione tersenyum senang mendengar jatah makannya bertambah. Selama lima tahun itu, Pione hidup dalam lingkaran kemiskinan. Dia bukan lagi seorang bangsawan yang dikelilingi kemewahan. Pione harus memeras keringatnya sendiri untuk bisa makan enak dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Derresta dan Pione bekerja di sebuah pabrik roti yang cukup terkenal di Norgion. Sepulang dari akademi, Pione turut membantu Derresta menjadi kurir pengantar roti. Pione mengayuh sepeda dari sore hingga malam untuk mengantarkan roti yang telah di pesan oleh pelanggannya bersama Pokkio yang selalu menemaninya.
"Oh iya, Pione." Kata Derresta lagi, setelah meluncurkan segigit roti ke lambungnya. "Raja Dean Rumbledon memanggilku untuk datang ke istana pukul tujuh. Kuharap kau mau menggantikan jadwalku mengantar roti pagi ini ke kediaman Shelton."
"Maaf." Tolak Pione dengan halus, "rumah keluarga Shelton berlawanan dengan ruteku menuju akademi. Aku akan terlambat nanti."
Derresta mengangguk dengan perasaan kecewa. "Kurasa gajiku akan dipotong lagi." Gumam Derresta dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Frozen Tears
FantasySeorang pangeran bernama Pione Minora ingin mengembalikan Kerajaannya yang telah hancur. Ia harus mengembara untuk mempelajari berbagai sihir kuno demi menjadi kuat untuk mewujudkan keinginannya itu.