BAB - 12

22 3 0
                                    

Dia akan menjadi umpan yang menarik untuk memancing mangsa besar.

⋆⋆⋆

"Reiga sama cewek gila itu mana, ya? Kok sampai sekarang belum datang." Lisa yang duduk di sofa sambil memeluk boneka milik Naya mengembuskan napas panjang setelah berucap.

Galen menghidupkan ponselnya yang memperlihatkan jam sembilan lewat lima menit. Jika Reiga tidak jadi datang, mengapa anak itu tak menghubungi mereka sama sekali?

Alin yang duduk di atas karpet bulu pun menghentikan kegiatan mencatatnya, dia melirik ke arah Galen, berkata, "Gal, coba telepon Reiga."

"Udah, tapi nggak aktif," balas Galen seraya menunjukkan ponselnya.

"Si Jihan?"

"Nggak ada nomornya."

Ketiga remaja itu kompak menghela napas. Lalu melihat kedatangan Naya yang membawa piring berisi cemilan yang dibuat bundanya.

"Eh, kenapa?" Naya heran ditatap seperti itu.

"Kalau mereka nggak datang, acara bakar-bakarnya gimana?" Lisa bertanya sambil turun dari sofa dan mengambil buku yang sudah ia catat sebelumnya untuk dilihat kembali.

Naya terdiam. Ketika di sekolah, mereka memang merencanakan akan membuat acara bakar-bakar selepas belajar bersama. Dan bahan-bahan seperti ayam, sosis, dan keperluan lainnya sudah disiapkan oleh bunda.

Berbeda dengan keadaan keempat remaja yang diserang keheningan. Jihan kini menatap pintu rumah yang tertutup dengan tatapan sendu, di sebelahnya berdiri Bu Wati yang masih bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Jihan...," panggil Bu Wati dengan nada khawatir. Tadi, dia baru saja pulang dari warung untuk membeli keperluan dapur, ketika ingin membuka pintu, terdengar suara cucunya yang berseru menanyakan apa yang membuat Reiga menjadi aneh setelah sampai di depan rumah. Bukannya menjawab, Reiga langsung pergi memasuki ke halaman rumahnya yang bersebelahan dan masuk ke dalam tanpa memberi jawaban.

Jihan menoleh dengan tatapan rumit dan berkata, "Nek, ada yang mau aku tanyain."

⋆⋆⋆

Bulan sudah berada di puncak tertingginya, pun manusia yang seharusnya sudah berada dalam tidur nyenyaknya. Tetapi, remaja dengan kain kasa yang menutupi bagian lehernya itu masih membuka mata, bahkan penampilannya sedikit kacau, dirinya duduk di meja belajar, menulis soal pelajaran demi mengalihkan pikirannya yang berantakan.

Namun, bukannya tenang. Suara-suara ribut di kepalanya semakin menyerang, membuat Reiga menggebrak meja belajarnya lalu mencoret asal dengan kuat hingga kertas putih itu rusak.

"Sialan sialan sialan!" seru Reiga kesal.

Brak!

Suara pintu ditendang mengalihkan perhatiannya, Reiga berdiri, berlari untuk memastikan siapa yang datang.

"Ayah?" gumam Reiga pelan, Arga membuat pikirannya langsung teralihkan dengan rasa khawatir saat melihat kondisi ayahnya. Matanya melirik ke belakang, ada sosok pria yang tidak Reiga kenal sama sekali.

"Maaf, sebelumnya perkenalkan saya Dirga, rekan kerja Pak Arga," ucap pria berkemeja itu.

Reiga mendengarkan, tapi ia hiraukan dan memilih untuk menahan tubuh Arga yang hampir saja ambruk karena menabrak sofa.

"Lepas!" bentak Arga dengan matanya yang terlihat sedikit merah. Lalu kembali melangkah menuju kamarnya.

Reiga terkejut, menatap Arga yang sudah berjalan ke arah kamarnya.

NOXIOUS [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang