Masih dengan dekapan hangat Zivilia untuk Naka, laki-laki itu sudah memeluk nya lebih dari 20 menit. Mungkin. Zivilia melepaskan pelukan mereka, pegel banget kalau terus berdiri, mana depan pintu pula.
"Udah? Atau masih butuh?"
Naka menatap mata teduh milik Zivilia dari balik helmnya, "masih," jawaban singkat dari Naka menjelaskan semuanya.
Zivilia mengangguk, "situ, duduk di kursi. Gue, mau buat teh sebentar."
Tanpa menunggu jawaban dari Naka, Zivilia masuk, membuat dua gelas teh chamomile hangat. Mungkin, sedikit minum teh dapat membuat Naka lebih baik. Pikirnya.
Tanpa membuat Naka menunggu lama, Zivilia sudah kembali dengan nampan berisikan sepiring martabak dan dua gelas teh. Meletakkan nya di atas meja yang memang di letakkan di teras.
Zivilia duduk di sebelah kiri Naka, laki-laki itu duduk diam memainkan jari-jemari nya, sudah meletakkan helm di bawah dan mematikan mesin motornya.
Zivilia menghela nafas. Naka itu, laki-laki yang amat sulit di baca emosi nya. Laki-laki handal menyembunyikan emosi, laki-laki yang sangat sulit di ajak untuk berbicara serius soal hal yang menimpa dirinya.
Nakatama Nararya adalah laki-laki dengan seribu rahasia di kepala dan hatinya.
"Masih, mau diem-dieman? Nggak, mau ngomong sesuatu gitu? Atau hal lain?" Sepertinya Zivilia harus mencoba memancing. Siapa tau, pemancing abal-abal ini bisa mendapatkan ikan besar. Who knows?
Naka menghela nafas nya, lelah sekali dirinya. Mata seperti elang itu menatap mata rusa yang penuh dengan gemerlap bintang dengan amat sangat dalam, mencoba menyelami netra bewarna cokelat keemasan milik Zivilia.
"Ziv."
"Hm?"
Naka lagi-lagi menghela nafasnya, Zivilia yang melihat itu, ingin sekali rasanya menenggelamkan Naka kelautan! Gemas!
Naka menjatuhkan kepalanya pada bahu Zivilia, "cape. Gue, cape banget."
Ucapan pelan yang di lontarkan Naka membuat Zivilia ikut merasakan lelah. Nggak tau kenapa, jangan tanya! Dengan ragu-ragu, Zivilia mengelus surai panjang milik Naka, laki-laki itu mengecat rambut beberapa minggu lalu dengan warna cokelat keemasan.
"Gue, nggak tau kedepannya mau gimana. Nggak tau, tujuan gue buat hidup itu apa. Rasanya, hampa banget. Padahal, hidup gue selalu ramai sama manusia-manusia kelewat gila. Tapi, tetep aja rasanya sepi. Abu-abu banget."
Naka memeluk Zivilia, semakin menenggelamkan wajahnya pada pundak kecil wanita itu. Zivilia merasakan pundaknya sedikit basah, tubuh laki-laki di hadapannya juga sedikit bergetar.
"Gue, gue nggak tau kuliah buat apa, Ziv. Gue, gue nggak tau, diri gue kenapa. Jangan tinggalin gue sendirian, Ziv. Disini aja, jangan kemana-mana. Disini sama gue, gue nggak mau sendirian."
Zivilia bingung harus berucap apa, kayanya dia salah dapet ikan deh. Ini ikannya lebih besar dari pada mata kail nya, salah ukuran nih ikannya.
Zivilia masih mengelus surai cokelat keemasan itu dengan lembut, membiarkan laki-laki yang memeluknya sepuasnya untuk menangis. Sepertinya, Naka memang sangat lelah, ntahlah, Zivilia masih bingung lelah karena apa, dia belum dapet garis besar dari rasa lelah yang Naka rasakan.
"Ka, jujur, gue juga bingung mau ngomong apa. Tapi, satu hal yang wajib lo tau. Mungkin, lo enek dengerin ucapan ini dari hari ke hari, cuman, ya, gue mau negaskan lagi aja."
Zivilia menatap keatas langit, nggak tau kenapa dia jadi ikutan mau nangis. Mata rusa nya sudah berembun dan siap untuk menjatuhkan bulir bening saat itu juga.
"Gue, Zivi. Selalu, dukung keputusan seorang Nakatama Nararya tanpa terkecuali, selagi membuat dirinya nyaman, tidak merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Zivi, pasti dukung, keputusannya. Pasti!"
Oh, god. Zivilia merasa lucu sendiri dengan panggilan itu, "Naka, mencari tujuan hidup itu memang nggak mudah, tapi, coba deh. Lo, harus nyoba hal yang belum lo pernah nyoba atau mungkin... Mengulang hal-hal yang dulu lo lakukan. Mungkin, dari situ, sedikit banyaknya lo bisa tau, tujuan dan makna lo terus bertahan disini. Di dunia ini, dunia yang banyak tipu muslihatnya, lo bakalan jumpa. Jumpa tujuan dan makna itu sendiri, mereka bakalan muncul di hadapan lo."
Aneh. Zivilia merasa aneh dengan ucapannya sendiri. Karena, ya, dia belum menemukan untuk apa dia terus bertahan disini. Ntahlah, Zivilia bisa menenangkan banyak orang, tapi, menenangkan diri sendiri, dia gagal. Selalu gagal.
Siapa yang tau, dekapan hangat malam itu membawa Naka dan Zivilia tenggelam hingga dasar di lautan yang dingin dan sangat menyiksa tubuh mereka berdua.
Biarkan, biarkan mereka berdua terluka, agar mereka tau arti kehidupan yang sesungguhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bungsu
FanfictionBenar, benar adanya. Seharusnya Zivilia tak berada disini, di dunia yang penuh dengan mahluk menakutkan yang memiliki banyak kepribadian. "Alah, udahlah, nyerah aja gue. Cape banget, jadi bungsu rasa sulung," keluh wanita yang berumur 18 tahun itu d...