Resep Baru Ala Kak Hanan

5 1 0
                                    

Zivilia udah duduk di meja, tepat di sebelah kasir, depan-depanan dengan bagian barista. Memang di depan barista sengaja di lebihkan sedikit untuk meja dan meletakkan beberapa kursi agar mudah, baru di sebelahnya untuk mengambil pesanan.

"Twigim?" Tanya Zivilia pada Hanan yang masih menggunakan apron cokelat tua.

Hanan mengangguk, "kakak, nggak tau kamu suka gorengan ala-ala korea yang kaya gimana. Jadi, setelah mereka berenam ribut sana-sini, ya, kakak buat jalan tengah, buat semuanya."

Hanan menunjuk tiga manusia di sebelah nya dan tiga di sebelah Zivilia, "coba dulu, mana tau bisa masuk menu baru di cafe."

Zivilia menatap berbagai jenis gorengan di hadapannya, memang tak memiliki porsi yang banyak. Namun, jika di pikir-pikir kembali, dengan porsi yang di bilang tak sedikit dan tak banyak juga, sudah pasti akan membuat kenyang.

Zivilia mencoba satu-satu masakan Hanan, tentu dengan ekspresi yang berhasil buat ketujuh manusia disana deg-deg kan, nggak tau kenapa, mereka jadi tegang dan menunggu komentar Zivilia.

Setelah selesai mencoba semuanya, Zivilia menatap Hanan. Jujur, dia mau ketawa melihat ekspresi tegang semua kakaknya, kenapa mereka begitu takut akat komentar nya? Padahal, makanannya semua enak kok. Dia suka.

Zivilia menunjuk sayuran dan cumi, "ini dua bisa masuk, kak. Udah pas, enak kok. Nggak berat dan nggak ringan juga. Mungkin, untuk bulan ini kita bisa buat menu korea sedikit. Belakangan, makanan korea disini lagi banyak peminatnya."

Hanan mengangguk, begitu juga dengan yang lain nya, "oke. Itu, dua makanan masuk dalam daftar menu. Ada yang mau nambahin menu nya?"

Lily menatap Zivilia, "yang tau soal makanan korea itu, Zivi. Kita-kita nggak tau," ujar Lily dengan di angguki semuanya.

"Ha? Nggak gitu juga, kak Ly. Kan kita masih ada waktu buat research di internet. Masih tanggal 9 ini kak, masih ada waktu seminggu."

Vivia mengelus surai Zivilia, tersenyum teduh dan lembut pada wanita kecil di hadapan nya, "kamu aja yang cari, kita percaya kok sama kamu. Sesekali, kamu juga harus berani buat ambil keputusan kaya tadi. Kamu juga memiliki hak suara dimana aja, Zivi. Jangan merasa kecil, atas hal yang mungkin kamu bisa ambil alih sepenuhnya."

Jana menggenggam tangan Zivilia, "sana, ganti baju dulu. Di, loker kakak, ada baju ganti. Baju kamu basah banget, karena kelamaan di luar. Kalau mau mandi juga gapapa, pakai kamar mandi kantor kak hanan, biar aman."

Zivilia yang mendengar ucapan Jana, kakak terdekatnya mengangguk saja. Berjalan meninggalkan ke tujuh orang dewasa dengan isi kepalanya masing-masing tentang dirinya.

Zaky yang melihat Zivilia sudah memasuki kantor Hanan, menatap Jana dalam, "maksudnya, Zivi dari tadi di luar apa, Jan?"

Lily menghela nafasnya, "dari tadi siang, pukul satu. Anak itu udah duduk di halte, nggak tau ngapain. Dia cuma duduk, sambil ngeliatin cafe."

Yoshua mau tak mau harus memberi tahukan kondisi Zivilia pada yang lain, "tadi, waktu gue jemput di halte. Gue nanya kenapa dari tadi di situ duduk, padahal kan dia bisa masuk ke cafe. Walau belum buka juga, tapi, kan hari ini si Jana sama si Lily emang lagi nginep di cafe. Terus anaknya bilang, di rumah lagi berisik, jadi dia duduk di halte sambil nunggu masuk kerja sambil hujan-hujanan."

Jun mendengus mendengar penjelasan dari Yoshua, nggak tau, dia jengkel sendiri dengan sikap Zivilia, "Naka, udah nyuruh dia masuk. Udah ngechat Lily juga tadi, udah bilang duluan kalau dia mau nganter Zivi kerja. Tadi, dia ngechat gue juga. Barusan aja sih, nanyain si Zivi udah masuk atau belum. Terus, ya gue bilang belum. Anaknya cuma ngirim emoji kesel, sambil bilang kalau Zivi, emang lagi ada problem sama ibunya. Terus anak itu moodnya belakangan ini, gampang hancur. Nggak tau kenapa."

Hanan memijat keningnya, "udah, udah. Sekarang kan, Zivi nya udah disini. Ayo, beresin cafe. Udah mau masuk jam kerja, nanti, sebelum pulang, kita tanya dulu, anaknya baik atau nggak."

Zivilia Krisana itu adik kecil mereka bertujuh yang paling gampang terkena mood swing, wanita yang bisa menerima semuanya dengan senyuman walau di belakang nanti dia bakalan nangis tanpa suara.

Belenggu. Satu kata yang mewakili seorang Zivilia. Adik mereka itu merasa terikat dengan sesuatu dan memendam semua hal sakit sendirian, membagikan hal bahagia kepada semua orang.

Adik mereka selalu terikat dengan ribuan rantai yang membuat hatinya terluka, membuat luka semakin parah tanpa ada yang mengobati nya. Ah, bukan. Tapi, adik kecil mereka yang menolak untuk di obati. Dia, lebih senang membiarkan luka itu makin merembat kemana-mana. Dari dulu, saat mereka berjumpa hingga saat ini. Adik kecil mereka, sama sekali tak berubah.

Mungkin, rantai yang mengikat nya semakin banyak.

BungsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang