2. SENANDIKA BATHARI

5 1 0
                                    

"Alah, anjing!"

Hari ini bukan pagi yang bagus bagi Senandika. Bagaimana tidak? Disaat dirinya harus tergesa-gesa karena jam mulai mata kuliah akan segera dimulai, dirinya harus berkutat dengan sepeda motornya yang sama sekali tidak mau menyala.

"Motor sialan! Nyusahin aja bisanya, aelah," kesalnya sembari menendang bagian depan motornya. Senandika atau yang biasa dipanggil Senan hanya dapat mengelus dadanya sabar. Memang ia tidak pernah sekalipun membawa motornya itu untuk di-servis karena itu adalah tugas ayahnya. Bahkan jika diingat-ingat, jarang pula Senan membeli bensin sendiri. Itu juga merupakan tugas ayahnya.

Tugas Senan hanyalah menaikinya ke kampus. Hanya itu dan tidak lebih.


"Ah, mampus!" Ia merogoh tas yang sudah hampir lima menit tergeletak di trotoar jalan. Mencari-cari handphonenya yang entah berada dimana. Dengan kasar dan juga ditambah rasa kesal, ia mengobrak-abrik isi tas-nya untuk mencari barang yang sudah menjadi bagian dari hidupnya itu.

"Aelah! Mana sih ini HP satu?"

Setelah berkutat selama beberapa detik untuk mencari-cari handphonenya disertai berbagai macam umpatan, ia akhirnya berhasil menemukan barang yang ia cari. Dengan cepat ia menghubungi salah satu kawannya yang satu kelas dengannya hari ini.

"Gita! Ini aku Senan."

"Motorku mogok, nih. Aku juga masih di jalan, nggak bisa kemana-mana."

"Aku nitip absen, ya. Tolong banget ini. Serius mogok kalau ini, mah. Bukan dibuat-buat, Gita. Serius!"

"Oke, sip. Thanks ya, Git."

Selesai. Solusi dari satu masalahnya hari ini sudah diselesaikan. Mari kita berpindah ke masalah yang lain. Bagaimana cara Senan agar bisa sampai ke kampus?

"Pakai ojek online aja kali, ya?" batinnya sembari menimbang-nimbang untuk menggunakan jasa ojek online melalui aplikasi yang sudah terpasang di handphonenya. Uang saku Senan tidaklah banyak, hanya dua puluh ribu rupiah per harinya. Tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit baginya yang masih tidur, makan dan mandi di rumah orang tuanya.

Ditambah pula Senan adalah anak yang jarang jajan layaknya remaja-remaja perempuan lainnya. Entah karena memang tidak suka jajan atau tidak suka berboros ria. Atau mungkin karena memang uangnya tidak cukup. Entahlah.

Setelah hampir berpikir selama lima menit untuk menentukan keputusannya, dirinya terlonjak kaget saat suara klakson motot terdengar.

"Senan!" panggil seseorang yang masih berada di atas motornya. Wajah orang itu tertutup oleh helm yang menutupi seluruh wajahnya. Membuat Senan menautkan wajahnya karena kebingungan dengan orang itu.

"Lho, kok malah bengong? Ini gua, Chandra." Pria itu melepaskan helmnya.

"Oalah, Mas Chandra, toh. Kupikir siapa. Mau ngapain Mas kok berhenti disini?" tanya Senan saat Chandra, pria itu mendekat setelah memarkirkan motornya tak jauh dari motor Senan yang masih diam dan tidak mau berusaha untuk hidup.

"Seharusnya gua yang nanya kek gitu, ngapain lu disini? Nggak ada kelas? Apa udah pulang kuliah?" tanya Chandra sembari melihat jam tangan yang melingkar di tangannya. Sekarang pukul sepuluh pagi dan wajar saja jika Senan sudah pulang dari kuliahnya jika memang hari ini ia hanya memiliki satu mata kuliah saja.

"Ini mau berangkat sebenarnya, tapi motorku mogok. Nggak tahu tuh kenapa, nyebelin banget tuh motor."

Pandangan keduanya teralihkan dengan motor abu-abu yang terparkir rapi di depan motor milik Chandra. Chandra mencoba untuk menghidupkan mesin motor itu selama berkali-kali namun tetap saja gagal.

"Ini mah kayaknya mesinnya yang salah, lu kelas jam berapa?"

"Jam sepuluh lebih lima belas harusnya kelasnya udah dibuka, sih." Jawabnya sembari meringis. Ia mengecek jam melalui layar handphonenya dan angka yang tertera adalah pukul sepuluh lebih tiga puluh menit.

Chandra berdecak pelan. Ia mengambil handphonenya dari saku jaket yang ia gunakan. Mengetik beberapa kali di layarnya dan kembali memasukan handphone itu ke tempatnya semula.


"Lu bareng gua aja sekarang, motor lu biar diambil sama temen gua buat diperbaiki. Aman kok, temen gua anak bengkel di sekitar sini."

Alis Senan terangkat, "serius? Gapapa?" tanyanya.

"Iya, gapapa. Santai aja, temen gua anak teknik mesin, cuman emang lagi nyambi kerja disitu."


"Bukan soal temennya sampeyan."

"Terus? Soal apa?"

"Ini serius aku bareng sama Mas Chandra? Gila! Hemachandra Gunawan, lho. Wuah!"


MATI SATU GUGUR SERIBU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang