5. ABHIANDRI

15 2 0
                                    

Matahari sudah berada diatas kepala Andri. Teriknya bahkan sudah membuat Andri seperti sedang mandi keringat. Hari ini kota sedikit lebih panas dibandingkan hari-hari yang lain. Efek dari krisis iklim yang akhir-akhir ini menjadi isu di hampir semua negara dan ditambah juga area fakultas ilmu sosial dan ilmu politik UNTARA yang memang lebih 'gersang' dibandingkan dengan area fakultas lain. Pohon-pohon hanya ditanam dan tumbuh di beberapa daerah saja. Tidak cukup untuk membuat Andri tidak mandi keringat karena saking panasnya.

Dengan nafas terengah-engah dan juga sembari menenteng totebag yang hanya berisikan handphone, buku catatan dan satu bolpoin itu, Andri mempercepat langkahnya untuk segera keluar dari area kampus. Yang ada di kepalanya saat ini hanyalah segera sampai di kostannya lalu tidur nyenyak ditemani kipas angin kecil tua miliknya. Hanya itu.

Jarak kostan Andri sebenarnya tidak jauh dari gedung fakultas, kurang lebih hanya memakan waktu lima menit saja dari gerbang keluar kampus. Namun, tetap saja, hawa panas menjadi rintangan yang berat bagi Andri. Ditambah pula Andri yang harus berjalan dari area kampus fakultas hukum menuju ke gerbang keluar yang ironisnya berada di area kampus fakultas ilmu sosial dan politik dikarenakan mata kuliah yang ia jalani sebelumnya harus 'menumpang' di fakultas hukum.

Universitas Harapan Nusantara sendiri memiliki 3 kampus. Kampus 1 untuk fakultas ekonomi dan fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, Kampus 2 untuk fakultas mesin, dan Kampus 3, yang merupakan kampus terbesar menjadi area bagi fakultas hukum dan fakultas ilmu sosial dan politik.

Matilah Andri.

Andri menyesali keputusannya untuk tidak membawa sepeda motor tadi pagi. Ia berpikir jika hari ini ia hanya perlu pergi ke kelasnya yang berada di gedung fakultas, mengikuti mata kuliah, lalu pulang. Ia tak pernah membayangkan dirinya harus 'hijrah' seperti ini.

"Andri!"

Andri dengan cepat menolehkan kepalanya ke belakang. Menemukan dua pria yang salah satunya memiliki postur yang tinggi, sedangkan satunya, yang memakai kacamata bulat nan tebal, tidak lebih tinggi dibandingkan Andri.

"Mas Mahen? Mas Winata? Ngapain disini?"

Andri berhenti sejenak. Menunggu keduanya agar sejajar ditempatnya ia berdiri saat ini. Terlihat Widyanata, atau yang biasa dipanggil dengan nama Winata ini, mengelap wajahnya yang berkeringat dengan sapu tangan yang Andri yakin selalu terlipat rapi dan disimpan baik-baik di saku kemejanya. Berbeda dengan pria satunya yang malah lebih suka menyibakkan rambut ikalnya sehingga membuat keringat menetes ke tanah layaknya hujan.

Sebuah kepribadian yang sangat berlainan. Andri terkadang heran bagaimana keduanya bisa berteman dengan kepribadian yang bertolak belakang itu. Winata lebih menyukai waktu sendirian, sedangkan Mahen sendiri adalah seseorang yang senang bercengkrama dengan orang-orang.

Andri tidak yakin jika keduanya tidak pernah berkelahi atau setidaknya beradu pendapat selama ini.

"Gua habis kelas sama Winata di Gedung Hukum. Gila, mana panas banget hari ini," ujar Mahendra sembari melepaskan tautan kancing kemejanya. Andri bisa melihat kaos hitam yang Mahen pakai. Sebuah kalimat dengan ditulis tebal dan semuanya memakai huruf kapital menarik perhatian Andri.


EVEN THE TRUTH CAN KILL SOMEBODY.


Kebenaran. Andri tidak paham dengan hal itu.

Apa itu kebenaran dan bagaimana wujudnya? Andri selalu bertanya-tanya akan hal tersebut. Kebenaran selalu berbeda bagi setiap orang. Ada seseorang yang menganggap 'sesuatu' itu adalah benar, ada juga hal yang menganggap 'sesuatu' tadi adalah salah. Terkadang kebenaran tadi juga akan membuat sebuah kesalahan.

MATI SATU GUGUR SERIBU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang