PROLOG; Pulang.

740 145 30
                                    

"Sebab ku sayang dia. Sebab ku kasihi dia. Sebab ku tak rela tak selalu bersama. Ku rapuh tanpa dia, seperti kehilangan arah."♪
ㅡAgnes Monica

🌱🌻🌱🌻🌱

🌱🌻🌱🌻🌱

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayah

| Zavi, pulang sekarang
| Abangmu menunggu
| Kamu gak mau temui dia, nak?

Zavian meremas benda pipih yang ada di tangannya. Pesan yang Ayah sampaikan setengah jam lalu itu belum mendapat balasan. Zavian juga menolak semua panggilan yang masuk. Tidakkah mereka mengerti bahwa jika sekarang dia pulang, maka semuanya akan berakhir?

Harsa ... abangnya yang satu itu memang benar-benar .....

sialan!

Sebenarnya siapa yang lebih berhak merasakan kesedihan? Apakah mereka yang ditinggalkan atau dia yang pergi meninggalkan?

Sejak kecil, Zavian tidak pernah merasa sekecewa ini pada seseorang.

Sungguh, dadanya terasa sesak tapi Zavian tidak menangis. Semua orang boleh mengatakan jika dia anak yang cengeng. Tapi sekali lagi, kali ini dia tidak menangis.

"Mau cari siapa, ya?"

Tiba- tiba suara itu terpaksa membuat Zavian membuang lamunannya. Ia menoleh untuk mendapati seseorang yang mengenakan dres merah di atas lutut. Lengkap dengan rambut panjang serta riasan yang tampak tidak rapi.

"Eh, sebentar ... elu Zavi, kan? Zavian! Adeknya si Harsa?"

Tanpa sadar, Zavian mundur satu langkah. Mengapa orang itu bisa tahu namanya? Apakah Harsa sering menceritakan tentang dirinya kepada orang lain? Tapi untuk apa?

"Lah, kagak usah takut lu ma gua! Gini-gini juga gua orang normal, cuma emang bajunya doang yang agak-agak," ucap Cahyaㅡyang kalau malam berubah menjadi Cah Ayuㅡdisertai tawa pelan.

Zavian terpaku tanpa suara.

"Kebetulan nih gua juga udah lama kagak lihat itu anak. Kagak tau dah kemana tiba-tiba ngilang pas gua cari. Gua pikir paling pulang ke rumahnya? Sebentar dah, gua ada kunci kontrakannya kalau lu mau masuk."

Zavian hanya diam ketika orang itu berlalu masuk ke dalam bilik kamar di sebelah, lalu kembali dengan membawa kunci yang dimaksud.

"Si Harsa itu anaknya gampang sakit, jadi dia nitipin kunci cadangan buat jaga-jaga kalo kagak bisa bukain pintu dari dalem. Soalnya ntu anak kalo udah sakit, serem ... kayak simulasi orang mau mati." Cahya bergidik, lantas mendorong pintu kayu itu demi menampilkan ruangan yang remang cahaya.

"Dia pernah bilang juga kalau ada keluarganya yang dateng ke mari, biar disuruh masuk aja. Nah elu nih yang pertama kayaknya, ya?" Cahya meringis pelan. Mengingat bahwa tidak ada yang pernah datang menemui anak itu di sini.

Zavian meremas jemarinya. Dadanya terasa semakin sesak seiring dengan ingatan yang bermunculan.

"Nanti kalau si Harsa belom balik juga, elu bawa aja dah kuncinya. Soalnya mau pergi gua, ada urusan," ucap Cahya menepuk pundak Zavian untuk kemudian berlalu meninggalkannya yang mematung di ambang pintu.

Ia menatap sekeliling. Ruangan berukuran 4x3 meter itu tampak rapi, seolah telah disiapkan untuk ditinggalkan dalam waktu yang lama. Hanya ada sedikit barang di sana, tapi Zavian bisa merasakan betapa berartinya barang-barang itu bagi sang kakak.

"Abang ...," panggilnya melirih. Zavian berusaha menelan ludah yang terasa begitu sulit. Lidahnya kelu untuk memanggil sosok itu lagi.

Lalu garis pandangnya tertuju pada benda di atas meja. Ia mendekat hanya untuk menambah hujaman duri tajam pada hatinya. Entah apa yang abangnya rasakan, tapi kini Zavian tahu, bahwa selama ini ... Harsa tidak pernah baik-baik saja.

....
Sebab sejak awal, keluarga kita sudah sempurna meski tidak ada aku di dalamnya. ....

Kalimat itu kembali mencuri pusat atensinya. Membuat segala kekecewaan yang ada dalam dirinya seketika lenyap. Tergantikan dengan sesak yang kian menikam.

Lantas, apakah ini berupa hukuman yang harus ia hadapi? Apakah dengan rasa penyesalan bisa menebus segala dosa? Maka jika iya, Zavian rela merasakannya sebab kini yang ia inginkan hanyalah untuk memeluk raga itu.

"Abang, tunggu .... Zavi pulang sekarang."

Untuk pertama kalinya, Zavian merasa setakut ini akan kehilangan.







~To be continued~

🌱🌻🌱🌻🌱

Terima kasih sudah mampir untuk mengenal Harsa lebih jauh.

Sampai di sini, gimana perasaan kamu? Dapat feelnya gak?

Apa ya yang terjadi antara Harsa sama Zavian?

Oh iyaaa.. Aku masih bimbang, menurut kamu, perlu pakai visual gak ya? Kalau iya, kira-kira siapa yang cocok memerankan mereka?

Sepertinya alurnya akan maju-mundur ya, jadi persiapkan dirimu. hehe🤡

Sampai bertemu lagi di malam-malam mendatang!

Salam hangat,
Olehdra.

15 Juli, 2024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tertanda, Harsa.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang