"Jangan biarkan patah menghancurkan mu lama-lama, berfokus lah untuk sembuh dari segala badai yang menyakiti"
Hari pertama mereka di Jogja, disambut baik oleh semesta.Mereka mengistirahatkan dirinya masing-masing setelah perjalanan panjang yang dilalui.
Di sini, di kota istimewa ini kisah baru akan segera berlabuh,
Revan menghampiri Shaka mendudukkan dirinya di samping sahabatnya. Revan tahu apa yang sedang di pikirkan laki-laki itu.
Shaka yang masih duduk termenung di ruang tamu tempat tinggal baru mereka, sebuah bangunan yang memiliki slot 6 kamar itu menjadi tempat yang dipilih mereka untuk ditinggali beberapa tahun ke depan.
"Mau sampai kapan, Ka?" ucapan itu seperti tamparan keras yang mengenai dasar hatinya.
Laki-laki bermata teduh itu menggeleng,
"Lo ga pernah tahu apa yang gue rasain, karena lo belum pernah ditinggal orang yang lo cintai untuk selama-lamanya Van,"
Revan membenarkan hal itu, dirinya memang tidak pernah tahu apa yang di rasakan oleh Shaka, namun setiap orang ada masanya dan masa Shaka bersama Alesha memang sudah habis sejak sebelum mereka lulus SMA.
"Ini bukan sekedar move on biasa, tapi tentang move on dari kisah yang masih saling mencintai tapi pada akhirnya gak bisa bersama, kisah yang sudah terlanjur di mulai namun belum sempat diakhiri. Lo kira ini mudah?. Ini bukan tentang HTSan, yang kapan saja harus lo Ikhlasin,"
Shaka berbicara dengan lantang memberi pengertian pada Revan, jika bisa diminta dirinya tidak akan mau merasakan fase seperti ini, fase kehilangan jati diri.
Revan mencerna hal itu, semua memang sudah berlalu namun perasaan tidak mungkin bisa terhapus secepat itu.
"Sorry ya Ka, gue cuma pengin lihat lo bahagia lagi seperti dulu. Gue gak bermaksud menyuruh lo untuk cepat-cepat lupa sama Alesha," ucap Revan dengan lirih, ia membiarkan waktu yang akan menghapus sedih sahabatnya itu.
"Gue pasti akan bahagia lagi Van, pastinya kapan gue juga belum tahu. Dan gue harap ketika gue menemukan kebahagiaan itu lagi, masih ada lo dan anak-anak lain yang menyaksikan,"
Persahabatan mereka begitu erat terikat seperti simpul mati. Mereka tidak dapat di pisahkan bahkan ketika masa SMA mereka telah usai kebersamaan masih jadi milik mereka.
"Istirahat Ka, soal perempuan tadi gak usah terlalu dipikirkan," ucap Revan kemudian.
Bagaimana bisa ia tidak memikirkan, justru karena perempuan itu Shaka menjadi penasaran, dan ingin tahu sejarah perempuan itu bagaimana bisa dia memiliki wajah yang sama persis seperti Alesha, masa lalu nya yang telah menyatu dengan bumi sejak setahun yang lalu.
"Lo emang gak penasaran Van?" tanya Shaka.
"Penasaran Ka, tapi semua itu gak harus di pikirin sekarang. Kita masih punya banyak waktu disini, lebih baik lo istirahat dulu. Gue tahu lo udah capek gak tidur semalaman di bus," ucap Revan menyuruh sahabatnya itu tidur, untuk mengistirahatkan dirinya.
"Lo duluan aja Van, gue nyusul." Revan yang sudah lelah itu menuruti perintah Shaka.
"Tapi lo juga ya, jangan kaya gini terus tubuh lo juga butuh istirahat." Ucap Revan menepuk bahu Shaka.
Setelah kepergian Revan, Shaka melangkahkan kakinya ke kamar nya karena merasa kepalanya semakin berat, benar ia butuh istirahat sekarang.
*
Devira seorang diri terbangun dari istirahatnya karena ia bermimpi bertemu dengan Alesha. Mimpi itu sangat terasa nyata, di dalam mimpinya Alesha tersenyum lebar kepada Devira. Tidak banyak yang gadis itu ucapkan hanya kata salam permintaan maaf dan Titip Shaka ya Dev, bawa dia untuk menemui bahagia yang lebih indah.
Begitulah yang Devira ingat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berdamai Dengan Kenangan
Teen FictionMasih tentang SPARTA dan kehidupan barunya. Dan juga tentang Arshaka dengan segala traumanya. Di Jogja mereka kembali melanjutkan hidup setelah masa SMA nya telah habis. Membuka lembaran baru dalam suasana baru membawa kenangan masa SMA nya, apalag...