Happy Reading
●●●
Langkah kaki yang besar memasuki ruang utama Mansion, pemiliknya tampak kalut dalam rasa sesal yang menguncinya. Perasaan-perasaan negatif begitu membelenggu hati, selalu ia pertanyakaan apakah keputusan yang diambil selama ini benar adanya atau tidak.
Rora berhenti melangkah, keringat mulai membasahi pelipisnya. Setenang mungkin ia berusaha menetralkan nafasnya yang menderu tak karuan.
Sakit yang ia rasakan di bagian perut atasnya semakin bertambah dan membuatnya sulit untuk menegakkan tubuh dengan baik.
"Apa aku perlu periksa ke dokter? Ah tidak, ini pasti hanyalah sakit perut biasa." Yakinnya, sementara ini ia memutuskan untuk menahan sakitnya lebih lama dulu sebelum memikirkan keputusan apa yang akan diambil.
Sekitaran dua bulan yang lalu ia mulai merasakan rasa sakit aneh itu, Rora berusaha mengabaikannya namun tentu upaya itu takkan mampu melumpuhkan rasa sakitnya dan bahkan faktanya yang ada semakin memperparah.
Lama-kelamaan aktivitas sehari-harinya ikut terbebani. Rora tak menyangkal bahwa dirinya sungguh kesulitan, tapi ia bukan dalam kondisi yang bisa membuat pilihan. Terlebih ia takut mengenai respon keluarga terhadap dirinya yang sedang menderita entah penyakit apa.
"Huh, tenang Rora. Tidak apa-apa, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Jika banyak berpikir muka cantikmu ini akan berkerut, lho." Pujinya... pada dirinya sendiri.
Menepuk pipinya berkali-kali, wajah yang semula tampak menggemaskan itu tetiba memancarkan aura keberanian penuh.
Rora melepaskan pegangan pada perutnya dan menegakkan postur tubuh kembali, sebelum melangkah menaikki tangga ia teringkat akan suatu perkara yang tak sengaja ia perbuat.
Sang adik, Rora mengemban rasa bersalah padanya. Mengingat kata-kata jahatnya disekolah membuat Rora semakin mengkhawatirkan kondisi si bungsu keluarga Park.
"Aku berharap dia baik-baik saja dan tidak memusingkan perkataanku."
Bruk!
Terdengar bunyi suatu benda yang berat terjatuh bebas ke lantai, Rora menengok kearah tempat yang gelap. Tersirap rasa takut tetapi ia terlebih sangat penasaran, langkah demi langkah Rora mulai mendekati tempat itu dengan perlahan.
"...siapa?"
Asa memunculkan diri dibalik kegelapan, tubuhnya gontai kesana-kemari membuat Rora merentangkan lengan untuk berjaga-jaga.
Asa tersenyum manis menatap wajah kebingungan milik Rora. Ia mendekatkan diri padanya dan bertingkah lucu yang justru membawa Rora dalam kepanikan.
"Hm? Kenapa kamu ada banyak sekali, Ra?"
"Kak Asa? Tunggu, Kakak mabuk ya?!" Saut Rora dengan cepat, wajah yang sedikit memerah dan aroma khas yang menyengat. Ia juga sangat teramat tahu kebiasaan buruk sang kakak yang sering pulang larut malam.
Sudah dapat dipastikan sang kakak dalam kondisi yang disebutkan sekarang. Asa menggelengkan kepala, masih sama dengan senyuman manisnya.
"Tidak perlu menampilkan wajah seperti itu, aku hanya sedikit mabuk." Ia menunjuk-nunjuk wajah Rora.
Sang adik menghela nafas panjang, ia benci pemabuk. Jika bukan kakaknya Rora pasti akan langsung pergi begitu saja tanpa ikut campur. Tapi ia tidak bisa, Rora takut hal buruk akan menimpa sang kakak yang masih setengah sadar itu.
"Papa dan Mama pasti akan marah jika melihat kondisi Kakak." Ujarnya sambil melihat dari ujung bawah sampai yang teratas, Rora perlahan geleng-geleng kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPERFECT [BM]
Fanfiction"Nothing is perfect in this world, and neither is family." Saudari yang berjalan bersama di jalanan berduri, berangan-angan mencapai tingkat kesempurnaan hidup yang tertinggi. Babymonster Story