Prolog

1.2K 81 16
                                    

Pagi hari di tengah minggu bersama hangat mentari di halaman PAUD Harapan Bangsa. Bunyi bel disusul riuh bocah balita berlarian menuju kelas mereka masing-masing.

Beberapa anak melambai tangan pada orang tua yang mengantar di pintu gerbang. Beberapa mulai berbaris di depan kelas dengan rapi sesuai kebiasaan yang diajarkan. Beberapa yang lain masih menikmati waktunya bermain di halaman sekolah, masih enggan untuk masuk ke dalam kelas mengikuti kegiatan pembelajaran.

Ardian Hisyam menjadi salah satu dari siswa yang enggan meninggalkan halaman. Setia berjongkok di samping ayunan, si bocah usia tiga yang masih menggendong tas merah di kedua pundaknya malah bersiap lari ketika seorang guru mendekatinya.

 Setia berjongkok di samping ayunan, si bocah usia tiga yang masih menggendong tas merah di kedua pundaknya malah bersiap lari ketika seorang guru mendekatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hisyam mau kemana??"

Deg.

Langkahnya berhenti. Menoleh kaku dengan senyum susu dipaksakan tapi begitu lucu. Bungkus snack yang belum terbuka di pelukan diremas mengekspresikan takut dan kebingungan.

"Hehe, Hisyam mau..... mau main, Kak." Ujarnya jujur dengan suara kecil di kalimat akhir. Pandangannya lari kemana-mana tak bisa fokus.

Si guru lelaki muda yang biasa dipanggil Kakak oleh murid-muridnya menggelengkan kepala atas tingkah polos Hisyam. Senyumnya manis terkembang, berjongkok di depan si kecil berambut ikal yang mulai panjang.

"Mau main sama siapa? Kan temen-temennya mau masuk kelas semua?" Tanya sang guru dengan mata jernih bersinar, bermaksud menarik atensi dan membujuk si murid lucu.

"Sama Kak Juna?" Jawabnya malah pernyataan tak yakin yang menjurus pada pertanyaan.

Senyum si Kakak guru malah makin lebar, hingga garis matanya menyipit membentuk selengkung sabit yang begitu cantik.

"Nggak ah, Kak Juna mau main di dalem kelas aja. Kan kita mau bikin kereta api pakai kardus. Kemaren katanya Hisyam mau bantu hias keretanya kan?" Menopang dagu, si pemuda dengan nama lengkap Arjuna Eka Primawan mengingatkan kembali soal project kelompok yang diusung dalam pembelajaran kelas mereka minggu ini.

 Kemaren katanya Hisyam mau bantu hias keretanya kan?" Menopang dagu, si pemuda dengan nama lengkap Arjuna Eka Primawan mengingatkan kembali soal project kelompok yang diusung dalam pembelajaran kelas mereka minggu ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berhasil. Hisyam nampak menatap semangat si guru kelas sambil mengangkat kedua tangannya. "Ayo, Kak! Hisyam mau kasih gambar bagus nanti di gerbong keretanya. Pakai krayon kan Kak? Nanti Hisyam gambarin balon sama pelangi ya? Terus ada gambar Hisyam sama Abangnya lagi pegang balon warna-warni. Boleh kan Kak???"

"Boleh dong. Let's go kita masuk kelas, jagoan!!"









....









Di pagi hari yang sama dengan latar tempat yang berbeda. Seorang pemuda yang baru beranjak dari tempat tidurnya membuka pintu apartment setelah bel berbunyi berkali-kali. Kaos oblong, celana bokser dan rambut acak-acakan tak mampu menutupi ketampanan yang terpahat di wajah.

Cklek..

"Pagi, Mas. Pesanan atas nama Bintang Argawinata?" Ah, yang datang seorang kurir pengantar makanan yang ia pesan via online tadi rupanya.

"Hm. Makasih."

Bahkan pintu langsung ditutup lagi selepas respon singkat di wajah dingin dan bungkusan menu sarapan berpindah tangan. Si kurir hampir saja dibuat jantungan.

Pagi tenang lontang-lantung Bintang dilanjut dengan menyantap sarapan sambil duduk di depan televisi menikmati siaran berita pagi yang menurutnya tak begitu penting. Persetan ia yang belum mandi atau sekedar mencuci muka, baginya yang lebih penting adalah sarapan yang sudah ada di depan mata.

Hampir saja suapan pertama mendarat di mulutnya, suara notifikasi panggilan masuk di smartphone yang ia taruh di meja begitu menarik atensinya. Sebaris nama kontak yang sering muncul di layar kembali menghubunginya.

Dengan decakan di awal ia angkat pangilan itu tanpa salam sapa. "Apa, Bang?"

'Dimana lo? Udah mau jam sepuluh nih?!' Yang di seberang suaranya tinggi mungkin dengan emosi.

Bintang berdecak lagi. Memutuskan menyuap lebih dulu, mengunyah, menelan, baru menjawab pertanyaan orang yang ia panggil Abang. "Di apartment lah. Emang kenapa kalau jam sepuluh?"

Geraman terdengar lagi dari seberang. 'Si bego?? Kan lu janjian sama gue mau ke kantor hari ini??'

Ah, tiba-tiba makanan di kerongkongan Bintang jadi susah ditelan. "Loh gue kirain besok?????"

'Sekarang, anjir??!! Buruan gue tunggu setengah jam dari sekarang, jam sebelas gue mau meeting sama client penting.'

"Setengah jam??? Dih, gue sarapan dulu kali, Bang??????"

Tapi belum sempat ada jawab atas pertanyaan terakhir Bintang, telfon sudah diputus sepihak oleh sang lawan. Membuat Bintang terpaksa makan terburu untuk kemudian masuk kamar mandi grasa-grusu  dan berganti pakaian pantas sebelum ia diamuk oleh Abangnya.

"Pakai jas apa kemeja aja ya?" Bermonolog menimbang di depan kaca.

"Ah gini aja deh, bodo amat. Mau gimanapun juga gue tetep ganteng kok." Terdengar menyebalkan, tapi sialnya ia bicara fakta sesuai kenyataan.

" Terdengar menyebalkan, tapi sialnya ia bicara fakta sesuai kenyataan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sentuhan terakhir, ia betulkan letak dasi hitam di leher. Tersenyum miring di depan kaca sebelum benar-benar keluar apartment menenteng handphone dan dompetnya.

"Eh, anjir kunci mobil gue mana????"

Tertinggal di meja nakas kamar. Membuat Bintang harus kembali ke unit apartmentnya padahal kini ia sudah di dalam lift meninggalkan lantai unitnya.

Dasar. Tampan sih, sok dingin pula walau aslinya ceroboh dan sedikit menyerempet bodoh.

Yakin sedikit?







Bersambung....








Vote comment jangan lupa 🥺

Sorry for typo and thank you 😉

BINTANG ARJUNA (Boys Love, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang